Ada banyak cara untuk melakukan pengobatan, tapi ada beberapa
metode yang diajarkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita
para umatnya. Dari berbagai hadis, Rasulullah biasanya mempergunakan metode
bekam (hijamah) untuk pengobatan. Bahkan, Rasul pun pernah mengatakan bahwa
bekam adalah pengobatan paling ideal, karena bekam berfungsi mengeluarkan
penyakit-penyakit yang terdapat dalam darah kotor.
Mungkin memang benar, ada beribu-ribu cara seseorang melakukan
pengobatan. Termasuk yang pernah disinggung di awal pembukaan tadi yaitu
menggunakan barang najis, apakah hal ini diperbolehkan?
Menurut hadis Sunan Abi Dawud di atas, bisa dipahami bahwa
tidak boleh berobat dengan barang haram, termasuk berobat menggunakan barang
najis, baik itu digunakan untuk obat luar ataupun dalam. Kecuali jika memang
tidak ditemukan obat lain yang suci yang bisa digunakan sebagai obat. (I’anatut
Thalibin, IV, 176)
Lalu bagaimana dengan hadits:
إن الله لم يجعل شفاء أمتي فيما حُرّم عليهم
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagi umatku yang di
dalamnya terdapat barang yang diharamkan.
Mungkin jika dilihat sekilas, timbul pertentangan antara hukum
di atas tadi dengan hadits tersebut, tetapi sebenarnya, dalam konteks hadis ini
yang dimaksud ma hurrima ‘alaihim adalah arak saja, karena arak bukanlah obat
melainkan penyakit. Walaupun dalam keadaan dhorurot, arak tetap tidak boleh
diminum, arak hanya diperbolehkan sebatas sebagai obat luar saja. Jika sampai
digunakan sebagai obat dalam, maka hukumnya mutlak haram. Begitu pula racun,
tidak boleh digunakan sebagai obat dalam, hanya obat luar. (al-Jami’ Li Ahkamil
Qur’an Lil Qurthuby, I, 432¬; Tanwirul Qulub, 390)
Mengenai hal ini, Nabi pernah berkata:
إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٌ
Sesungguhnya arak bukanlah obat, melainkan penyakit. (Shahih
Muslim, X, 191)
Zaman sekarang, penggunaan barang najis sebagai obat merupakan hal yang jarang.
Karena sekarang, sudah ada banyak macam obat-obatan yang suci dan jumlahnya pun
sudah beratus-ratus bahkan sampai beribu-ribu di dunia ini. Hal yang masih
sering terjadi adalah karena mahalnya harga obat yang suci, maka orang-orang
yang miskin seringkali tidak mampu untuk membelinya.
Masih ada banyak setok
obat yang suci, tetapi ganti si sakit yang tidak mampu untuk membelinya karena
faktor ekonomi, sedangkan yang ia mampu hanyalah obat najis. Bagaimana jika timbul masalah demikian?
Bila demikian halnya, maka jawabannya boleh, karena orang yang tidak mampu
untuk membeli obat tersebut masuk dalam kategori dhorurot. (Lubbul Ushul, 8)
Ada sebuah kaidah fiqh yang berbunyi:
الضرورات تبيح المحظورات
Dhorurot memperbolehkan perkara-perkara yang dilarang.
Pengertian dhorurot sendiri adalah kondisi dimana jika tidak menggunakan suatu
yang diharamkan akan dikhawatirkan jatuh pada kebinasaan atau mendekati
kebinasaan. (Idlohul Qowaidil Fiqhiyyah, 43)
Jadi, kesimpulannya, pengobatan dengan menggunakan barang
najis hukumnya tidak boleh, kecuali dengan ketentuan-ketentuan seperti yang
tersebut di atas. Yakni, jika tidak ditemukan barang suci lain sebagai obat.
Sedangkan untuk barang najis berupa khamr dan racun, sama sekali tidak boleh
digunakan untuk obat dalam (diminum) meski dalam keadaan dharurat. Khamr dan
racun hanya diperbolehkan sebagai obat luar saja.
Sangat benar, sehat itu mahal harganya. Sehat adalah hal yang
sangat penting bagi makhluk hidup. Tapi bukan berarti kita harus melakukan cara
apapun untuk mendapatkan kesembuhan saat sakit. Hal yang diharamkan agama tetap
harus kita hindari. Selain itu, terkadang sakit justru diperlukan, karena
bisaanya orang yang dalam keadan sakit lebih banyak ingat dan dekat kepada
Allah ketimbang orang yang sehat.
Dan ingatlah, Allah memberikan nikmat sehat ini kepada kita
semua secara cuma-cuma, tanpa memungut biaya sepeser pun. Maka dari itu,
jagalah dan pergunakanlah nikmat Allah ini dengan sebaik-baiknya.
eLFa
Posting Komentar