Ada salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang meminum minuman keras.
Kemudian dibawa ke hadapan Rasulullah, dan dihukum cambuk 41 kali. Kemudian
setelah itu dia melakukan lagi dan tertangkap lagi dan dicambuk 41 kali untuk
kedua kalinya. Sampai dengan yang ketiga kalinya dia tertangkap lagi dan
dicambuk, sehingga ada orang yang mencaci makinya.
Nabi yang mendengar caci maki itu kemudian bersabda, "Tidak, ini
sudah melewati batas. Jangan mencaci maki dia. Dia sudah dihukum cambuk 41
kali. Janganlah kalian menjadi antek setan yang menjerumuskan saudaramu yang
Muslim lebih jauh kepada Allah SWT." Bahkan orang itu dipuji oleh Nabi SAW,
"Ketahuilah, bagaimanapun dia tetap cinta kepada Allah dan RasulNya."
Nabi Muhammad SAW menyetujui, mengikrarkan dan menetapkan ini hukum
Islam harus ditegakkan atas peminum minuman keras, tapi Nabi SAW pun tidak
memperkenankan seorang Muslim mencaci Muslim lainnya. Ini adalah timbangan
kenabian.
Sayyidina Umar Amirul Mu'minin RA ketika menjabat sebagai Khalifah,
pernah berpatroli di perumahan Kota Madinah. Ia mendapati ada sebagian pemuda
yang sedang berkumpul di dalam rumah meminum minuman keras. Langsung saja ia
datangi rumah tersebut dengan menaiki dinding dan langsung memarahi atas apa
yang mereka lakukan.
Salah seorang dari mereka lalu berkata, "Wahai Airul Mu'minin,
sesungguhnya kami mengakui telah melakukan satu kesalahan. Tapi kamu wahai
Amirul Mu'minin, saat ini telah melakukan tiga kesalahan.
Pertama, Allah
berfirman, "Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain,"
(QS. al-Hujurat ayat 12) sedangkan engkau telah memata-matai kami.
Kedua, Allah
berfirman, "Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya,"
(QS. al-Baqarah ayat 189) sedangkan engkau bertamu melalui jalan dinding.
Ketiga, Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlan kamu
memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta ijin dan memberi salam kepada
penghuninya," (QS. an-Nur ayat 27) Sedangkan engkau tidak melakukan hal
itu."
Kemudian Sayyidina Umar pun berkata, "Baiklah, mari kita sama-sama
bertaubat kepada Allah." Akhirnya beliau pun pergi meninggalakan mereka.
Dan ketika melihat itu Sayyidina Umar pun tidak jadi menghukum mereka.
Padahal Sayyidina Umar adalah orang yang disabdakan Nabi SAW dengan sifat,
"Sesungguhnya Allah menjadikan yang haq (kebenaran) di dalam hati dan
ucapan Umar bin Khaththab."
Dan yang mengharamkan mereka (para pelaku maksiat) pada masa sekarang
ini adalah mereka yang suka memata-mati orang lain, mencari-cari kesalahan
orang lain, mencaci maki orang lain, dan melakukan hal-hal mungkar lainnya
meskipun dengan dalih untuk menghilangkan kemungkaran. Dan hal-hal seperti ini
semuanya adalah hal yang diharamkan di dalam agama Islam. Siapapun dia, dari
anggota partai manapun, dari organisasi manapun dan dari kelompok manapun,
tetap haram melakukan hal-hal tersebut.
Barangsiapa yang ingin membela dan berjuang untuk agama Islam, maka
wujudkan perjuangan dan pembelaan tersebut dengan kesungguhan kepada Allah SWT.
dan peneladanan terhadap Nabi Muhammad SAW Dan barangsiapa yang ingin mencegah
orang lain dari kemungkaran, jangan karena salah kaprah hingga justru
menimbulkan kemungkaran-kemungkaran lainnya yang bahkan lebih besar.
Dahulu, sekitar 50 tahun yang lalu di sebuah wilayah, saat itu sedang
digembar-gemborkan revolusi diantara negara-negara Islam. Sehingga ada beberapa
ulama yang terpengaruh dengan bujukan revolusi hingga ikut-ikutan terhadap
jamaah dan kelompok yang mengatasnamakan Islam tersebut di dalam memperjuangkan
revolusi bagi kaum Muslimin. Dan setelah memenangkan revolusi itu, kemudian
masuk pengaruh politik dan lain sebagainya, hingga dia dan kelompok yang
tadinya berperan dalam revolusi dalam negara tersebut malah akhirnya jadi
korban politik dan dipenjarakan di penjara khusus. Penjara yang sangat ketat
bahkan untuk buang hajat pun hanya dibolehkan di waktu-waktu yang sudah
ditentukan.
Hingga dia menulis sebuah surat, "Dahulu sebelum revolusi, kita
mencari dan menuntut kebebasan untuk berbicara. Namun setelah revolusi, kami
menuntut kebebasan hanya sekadar untuk buang hajat." Artinya, apa yang
mereka cita-citakan dahulu tidak sesuai dengan hasil yang mereka terima.
Dan saya (Habib Umar bin Hafidz) sempat berjumpa dengan tokoh tersebut
di penghujung akhir hayatnya. Saat itu hatinya benar-benar dipenuhi dengan
pengagungan dan penghormatan kepada orang-orang yang shalih dan mulia yang
menempuh jalan thariqah orang-orang yang tidak mau menodai tangan mereka dengan
darah dan menodai lisan mereka dengan caci makian terhadap orang lain.
Disampaikan Oleh: Habib Umar bin Hafidz dalam acara Jalsatuddu'at
Pertama di JIC (Jakarta Islamic Center) Jakarta Utara, Ahad malam Senin 15
Oktober 2017 Sumber berita: https://web.facebook.com/KumpulanFotoUlamaDanHabaib/photos/a.356613851095960.85503.347695735321105/1478097262280941
Posting Komentar