Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » 7 Indikator Kebahagiaan Dunia Menurut Ibnu Abbas RA (1)

7 Indikator Kebahagiaan Dunia Menurut Ibnu Abbas RA (1)

Ibnu Abbas RA. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW. Selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di masjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi’in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, Qalbun Syakirun atau Hati yang Selalu Bersyukur

Jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak selalu stress bila target atau keinginanya tidak tercapai. Inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur.

Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah diterimanya dengan lapang dada. Ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.

Bersyukur bukan berarti pasrah saja dan tidak berfikir kritis, kita tetap bisa cerdas dan peka akan hal dan kondisi yang lebih baik dalam banyak hal, namun adakalanya ada hal-hal yang memang tidak bisa kita nalar dengan hanya logika kita. Bila sedang dalam kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu : “Kalau kita sedang sulit, perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita”. Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur, maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Manusia hanya berusaha menjalani kehidupan, ia bukan penentu kehidupan, Sang Maha Kuasa lah yang menentukan kita. Artinya kita wajib ikhtiar seoptimal mungkin, kemudian berdoa, selanjutnya tinggal bertawakal pada Allah. Percayalah, Ia memberikan yang terbaik bagi kapasitas kita saat ini.

Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur! Niscaya Allah akan menambah limpahan rizqi kepadanya.

Kedua, Al Azwaju Shalihah, yaitu Pasangan Hidup yang sholeh/ shalihah

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Istri yang sholeh adalah perhiasan dunia yang paling berharga begitu kata sebuah hadits.

Pasangan hidup yang baik dan berkualitas cenderung akan mampu membangun rumah tangga yang baik dan berkualitas pula, karena ia memiliki visi dan misi hidup yang jelas dan akan menjadi kompas hidupnya. Dunia fana ini adalah jembatan menuju ke kehidupan akhirat yang kekal dan harus dirajut secara seimbang dan selaras antara kepentingan dunia dan kesiapan ukhrowi. Sinergi dan saling mengisi dalam membangun dua sisi kehidupan ini menjadi kerangka dalam rumah tangga yang didasari oleh kasih sayang yang syar’i, sehingga harta, jabatan dan kepentingan duniawi yang melenakan bukanlah segalanya untuk dicapai dengan berbagai cara (apalagi degan cara tidak halal).

Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh. Ia akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri/suami yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani dan mendampingi pasangannya, walau seberapa buruknya kelakuan pasangannya (sebagai ujian kesabaran dan tantangan). Sebab apalah artinya cantik/ganteng dan kaya jika dalam berumah tangga ternyata didominasi karakter buruk (sombong, egois, emosional, suka bohong, pembangkang, selingkuh, dan penipu dll). Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh dan sebaliknya. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan.

Ketiga, Al Auladun Abrar, yaitu Anak yang Sholeh

Saat Rasulullah SAW sedang thawaf, Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : “Kenapa pundakmu itu ?” 

Jawab anak muda itu : “Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya”. 

Lalu anak muda itu bertanya: ” Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?” 

Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu mengatakan: “Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu”.

Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh untuk orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Anak yang sholeh akan menjadi bekal untuk mengangkat derajat kita di dunia dan akherat, sebaliknya jika anak itu tidak sholeh maka akan menjadi beban kita baik di dunia maupun di akherat bukan? Maka berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.



M. Syafi’i
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger