Keempat, Al Biatu Sholihah, yaitu
Lingkungan yang Kondusif untuk Iman Kita.
Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal
siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah
orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah
haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang
yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan
mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang sholeh adalah
orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu
terpancar pada cahaya wajah dan amalnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari
orang-orang yang ada disekitarnya.
Ingat agama seseorang dipengaruhi
agama sahabatnya (lingkunganya). Banyak sudah bukti bahwa lingkungan sosial
yang buruk dengan mudah dapat menciptakan karakter buruk ikut tumbuh dengan
subur.
Berbahagialah orang-orang yang
selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh dan mampu memilih serta memilah
teman, sahabat, juga lingkungan yang baik dan berkualitas untuk selalu menjaga
dan melindungi diri dan keluarganya agar tetap mampu menjalankan ibadahnya dengan
baik.
Kelima, Al Malul Halal, atau Harta
yang Halal
Paradigma dalam Islam mengenai harta
bukanlah banyaknya harta, tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak
menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh,
Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat
tangan. “Kamu berdoa sudah bagus”, kata Nabi SAW, “Namun sayang makanan,
minuman dan pakaian dan tempat tinggalmu didapat dengan cara haram, bagaimana
doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena
doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan
setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga
memberi ketenangan dalam hidupnya.
Bagaimana mau bahagia dunia dan
akherat? jika setiap hari bergelimang dengan harta yang haram (hasil mencuri,
korupsi, menipu, manipulasi atau memeras rakyat/umat) atau dari upeti usaha
illegal bahkan usaha haram (prostitusi, jual makanan/minuman keras, obat
terlarang, mengurangi timbangan dll). Ketika dimakan bersama keluarga kita,
maka akan menjadi darah daging yang tidak baik dan mudah dihinggapi setan, hawa
nafsu dan penyakit, maka tidak heran jika banyak anak sakit-sakitan, nakal atau
bahkan kriminal serta berkarakter tidak baik (kasus narkoba, tidak jujur,
urakan, emosional) dikarenakan orang tuanya mendapatkan harta dari sumber yang
tidak halal dan tidak berkah. sehingga berbahagialah orang-orang yang selalu
dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, Tafakuh fi Dien, atau
Semangat untuk Memahami Agama
Semangat memahami agama diwujudkan
dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin
ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan
ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin
ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada
Allah dan rasul-Nya, bukan semakin sombong dan arogan karena ilmu dan
kekuasanya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat
memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya. Hati yang “hidup” adalah hati
yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman.
Ketujuh, yaitu Umur yang Barokah
Umur yang barokah itu artinya umur
yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah.
Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari
tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa
mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome).
Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa
hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum
ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang
diangankannya.
Sedangkan orang yang mengisi umurnya
dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka
semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya
diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Hari-harinya dipenuhi dengan
karya dan amal kepada sesama, tiada hari tanpa bermanfaat bagi orang lain atau
alam sekitar, bukan sebaliknya “Tua-tua keladi”, semakin tua semakin menjadi
kelakuanya. Puncaknya tiada rasa takut untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia
penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti
yang dijanjikan Allah.
Inilah semangat “hidup” orang-orang
yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu
Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia. Namun pertanyannya adalah;
Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator
kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri,
maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin.
M. Syafi’i
Posting Komentar