Ketahuilah bahwasannya Allah memberikan rizki kepada semua
makhluk-makhluk-Nya, baik yang muslim maupun yang bukan, yang taat dan yang maksiat. Namun ,tidak semua
mendapat rizki yang khusus, yang spesial, yang barokah, yang mana rizki yang
ini lah yang kita cari-cari. Dan diantara beberapa sebab dilapangkannya rizki
adalah:
1. Perbanyaklah shalat.
Sholat fardhu harus diiringi dengan
yang sunnah juga seperti dhuha misalnya,
atau tahajjud. Firman Allah:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ
رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى { (132) }
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu,
kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa”.
Maksudnya, rizki yang barokah yang menjadi kebaikan di dunia
dan akhirat hanyalah bagi orang yang bertakwa kepada Allah. Memangnya ada rizki
yang menjadi keburukan? Banyak.
Banyak rizki tapi malah tidak tenang, masalah dan penyakit
datang silih berganti, belum nanti di akhirat terkena adzab. Maka dari itu,
pekerjaan memang penting, namun ibadah dan shalat juga tidak kalah pentingnya,
sehingga kita bisa terbimbing di dunia ini, dan harta kita bisa menjadi penyelamat
di akhirat kelak.
2. Banyak bershalawat pada nabi Muhammad SAW dan membaca
istighfar.
Maka luangkanlah waktu kita, kita jadwalkan waktu khusus, 1
menit atau 2 menit, untuk bersholawat nabi maupun istighfar 100 kali misalnya.
Insya Allah dosa diampuni, masalah teratasi, cita-cita terkabulkan, usaha
dimudahkan, rizki, ilmu, dan umur jadi barokah, dan masih banyak lagi.
Allah adalah Rabb, Maksudnya Dzat yang disembah. Seperti
perkataanmu: رَبَُّنَا اللهُ (“Tuhan kami hanyalah Allah, maka artinya adalah
yang kami sembah hanyalah Allah”).
Allah adalah Dzat yang yang maha memiliki
(mempunyai, merajai) seperti Firman-Nya Allah Ta'ala:
لله ملك السموات و الارض
“Bagi Allah lah (milik Allah lah) kerajaan langit dan bumi”
Tidak ada syabih (sekutu) yang serupa bagi-Nya dalam masalah
ketuhanan, tidak ada nadhir (sekutu) yang menyerupai dan tidak ada mumatsil
(sekutu) yang menyamai bagi-Nya. Adapun perbedaan antara kata syabih, nadhir, dan mumatsil
ialah:
1. Nadhir : Sesuatu yang menyamai walau hanya dalam satu
sisi.
2. Syabih : Sesuatu yang menyamai dalam banyak sisi.
3. Mumatsil : Sesuatu yang menyamai dalam semua sisi.
Al-Barawi mengatakan, mambahas tentang dzat dan sifat-sifat
Allah (terlalu dalam, sehingga membayang-bayangkan dan terus bertanya-tanya)
hukumnya tidak boleh.
لانَّ تَرْكَ الادْرَاكِ ادْرَاكُ
karena meninggalkan untuk mengetahui adalah mengetahui) dan
membahas masalah dzat Allah hukumnya syirik (Tidak usah dibahas-bahas cukup
kita yakini dengan keyakinan yang kuat atas kebenarannya).
Adapun semua sesuatu yang terbersit di hatimu, yaitu yang
berupa sifat-sifat hawadits (yang baru, seperti sifat nya para makhluk), maka
sesungguhnya Allah tidaklah seperti itu.
Kitab Qhotrul Ghoits
Posting Komentar