Pada suatu malam, ada seorang lelaki buta yang tidak dapat melelapkan
matanya. Hatinya seperti langit yang diselubungi mega. Dia mengeluh dan
merintih sayu, “Ya Tuhanku, betapa kerasnya hati manusia di sekelilingku. Tidak
ada seorangpun yang mau memikirkan insan malang dan miskin. Ya Tuhan, pada
siapakah dapat aku hulurkan tangan meminta bantuan?”
Dia teringat tahun-tahun yang lampau, ketika isterinya yang baik masih
hidup. Tiba-tiba air mata bergenang di kelopak mata dan membasahi wajahnya.
Keesokan paginya, lelaki buta itu bangun dari tempat pembaringannya, mencari
sesuatu untuk mengisi perut. Perlahan-lahan tangannya meraba-raba ke seluruh
penjuru kamar tersebut, tetapi, tidak ada yang dapat ditemui selain dari
sekeping roti yang sudah kering. Kemudian, sebagaimana biasanya, dia memakai
pakaiannya yang sudah robek, lalu berjalan melewati lorong-lorong kota dengan
tongkatnya. Lalu, seperti biasa, dia duduk di satu sudut kota, di bawah sebuah
pohon dan mendengarkan langkah kaki orang-orang yang melewati tempat duduknya.
Dia menanti seseorang yang akan melontarkan kepingan uang atau makanan dalam
tangannya, tetapi seolah-olah, tidak ada seorangpun yang menghiraukannya.
Tiba-tiba terdengar suara tapak kaki mendekatinya. Lelaki tua yang buta itu
menumpukan sepenuh perhatiannya kepada langkah tersebut, tetapi beberapa saat
kemudian, suara langkah tersebut tidak lagi terdengar. Meskipun lelaki tua itu
buta dan tidak melihat sesuatu, tetapi dia dapat merasakan bahwa seseorang sedang
memperhatikannya. Dia berkata sendirian, ‘siapakah gerangan orang tersebut?’
Ketika dia tenggelam dalam fikirannya, terdengar suara orang memberi salam.
Lelaki tua itu menjawab salamnya seraya berkata, “Salam, selamat pagi.”
Lelaki tua itu sekali lagi merasakan bahwa orang tersebut sedang
memperhatikannya. Orang itu dengan perlahan-lahan berjalan melewati dirinya,
tetapi tidak berapa jauh, dia berhenti dan memandang lelaki buta itu. Hatinya
yang baik tersentuh melihat lelaki tua itu. Orang itu berkata sendirian,
‘Apakah lelaki buta ini tidak mempunyai siapapun untuk membantunya?’ Bersamaan
dengan itu, orang-orang dan pedagang yang melewati tempat tersebut dan melihat
kehadiran Amirul Mukminin Ali radhiallahu anhu di sisi lelaki buta itu. Mereka
menghampirinya dan memberi salam kepada beliau sebagai tanda penghormatan.
Kini pahamlah lelaki tua yang buta itu bahwa lelaki yang memandanginya itu
ternyata adalah pemimpin umat Islam, Sayyidina Ali KWH. Sayyidina Ali menjawab
salam orang-orang itu dan bertanya, “Kenalkah kalian dengan lelaki tua ini?”
Mereka yang mengenali lelaki tua itu berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, lelaki
tua ini adalah seorang penganut nasrani, isterinya telah meninggal dunia. Dia
adalah seorang lelaki yang amat baik dan bekerja keras. Tetapi sejak dia
menjadi buta, dan dikarenakan dia tidak mempunyai siapapun, dia terpaksa
mencari uang dengan meminta sedekah.”
Lelaki tua yang mendengar dengan penuh perhatian kata-kata mengenai dirinya
itu, lalu berdiri dengan berpegang kepada tongkatnya. Dia menanti jawaban dari
Sayyidina Ali. Ketika Sayyidina Ali KWH mengetahui nasib si lelaki tua itu,
beliau menundukkan kepalanya karena merasa sangat terharu. Tak lama kemudian,
beliau berkata, “Sungguh menakjubkan! Ketika lelaki ini mempunyai kemampuan,
dia telah bekerja keras dan kini bila dia berada dalam keadaan lemah, dia
ditinggalkan? Ketika dia bisa melihat dan mempunyai kemampuan, dia bekerja
keras untuk masyarakat. Kini, ketika dia sudah tua dan tidak lagi mampu untuk
bekerja, maka menjadi tanggungjawab pemerintah dan masyarakat untuk menyediakan
keperluannya.”
Ketika mendengar kata-kata Sayyidina Ali, cahaya harapan bersinar ke dalam jiwa
lelaki tua tersebut. Dia berkata dengan penuh kasih sayang kepada Sayyidina
Ali, “Ya Tuhan, limpahkanlah kebaikan untuk Ali.”
Ketika waktu maghrib tiba, lelaki tua itu mengambil keputusan untuk pulang ke
rumahnya. Tiba-tiba, dia didatangi oleh utusan Sayyidina Ali. yang meletakkan
satu pundi uang ke tangan lelaki tua itu dan berkata, ”Ambillah uang ini!
Sayyidina Ali memberi perintah sejak kini anda akan mendapat bagian dari baitul
mal. Oleh karena itu engkau tidak perlu lagi meminta sedekah.”
Lelaki tua itu bangun dari tempat duduknya, dan membuka pundi tersebut dengan
rasa tidak percaya. Dia meremas-remas uang dalam tangannya. Beberapa kali
bibirnya menyebut nama Ali dan berkata, Ya Tuhanku, betapa baiknya Ali,
walaupun aku adalah seorang kristen dan bukan seagama dengannya, tetapi dia
tetap berbuat baik kepadaku. Betapa aku telah membuat kesalahan. Ternyata,
masih ada manusia yang sedemikian baik. Ya Tuhanku, aku mengucapkan syukur
kepadamu atas segala karunia ini.
Sejarah menyaksikan bahwa Sayyidina Ali KWH senantiasa berperilaku baik dalam
perbuatan dan kata-katanya terhadap seluruh manusia, khususnya mereka yang miskin.
Sayyidina Ali KWH dalam sebagian dari suratnya kepada Malik Asytar, gubernur
Mesir menulis sebagai berikut, “Penuhilah hati dengan kasih sayang kepada
rakyat dan berbuat baiklah kepada mereka semua. Rakyat terbagi kepada dua
golongan:
satu golongan ialah mereka yang seagama denganmu dan satu golongan lagi ialah yang sama-sama diciptakan Allah sepertimu.
Di antara rakyat yang kesusahan, yang memerlukan bantuan, dan berada dalam kesulitan, serta yang sakit, yang tidak punya siapapun selain dari Tuhan, ada dua golongan. Ada kelompok yang sabar dan menahan diri dari meminta-minta dan ada kelompok yang menadahkan tangan meminta sedekah. Maka jadilah engkau orang yang membela mereka ini."
satu golongan ialah mereka yang seagama denganmu dan satu golongan lagi ialah yang sama-sama diciptakan Allah sepertimu.
Di antara rakyat yang kesusahan, yang memerlukan bantuan, dan berada dalam kesulitan, serta yang sakit, yang tidak punya siapapun selain dari Tuhan, ada dua golongan. Ada kelompok yang sabar dan menahan diri dari meminta-minta dan ada kelompok yang menadahkan tangan meminta sedekah. Maka jadilah engkau orang yang membela mereka ini."
Habib Muhamad Syahab
Posting Komentar