Islam
mendorong umatnya untuk terus melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih
maju, baik dari segi lahiri maupun batini. Hendaknya perubahan tersebut berakar
dari masing-masing individu dan kemudian mengarah kepada perubahan masyarakat
dan umat.
Di sisi lain kemiskinan merupakan kenyataan yang tak terhindarkan di
negara ini. kondisi yang berpotensi menghambat terwujudnya kesejahteraan secara
lahiriyah. Karena itu Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpartisipasi
menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuannya. Anjuran itu berlaku juga
bagi seseorang yang tidak mempunyai kemampuan materi, yaitu dengan
menyumbangkan pemikiran dan simpatinya. Bahkan al-Quran mengecam dengan pedas
orang-orang yang tidak berpartisipasi dalam pengentasan kemiskinan sebagai
kelompok yang mendustakan agama (QS. Al-Ma'un:1-3).
أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ
الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
Apakah engkau
melihat orang yang mendustakan catatan kehidupan (agama)? Itulah orang yang
menghardik anak yatim, Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
Dalam diri
manusia terdapat dua naluri yaitu naluri seksual dan naluri kepemilikan. Naluri
kepemilikan akan mendorong manusia untuk bekerja dan berusaha. Bagi Islam,
segala macam pekerjaan dan usaha yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam
adalah terpuji. Sebaliknya, pengangguran dan ketidak telitian dalam pekerjaan
merupakan kondisi yang sangat tercela dan perlu mendapat kecaman. Dalam satu
hadist disebutkan bahwa:
ان الله
يحب عبده اذا عمل اتقن في عمله
Sesungguhnya
Allah mencintai hambanya yang teliti dalam pekerjaanya.
Etos kerja
yang dilandasi visi dapat mengarahkan gerakan ekonomi rakyat pada satu tujuan,
yaitu kemakmuran yang dinikmati oleh secara merata. Hal ini penting mengingat
sistem ekonomi sekarang ini telah melahirkan kelompok kecil yang menguasai
aktivitas perekonomian dunia dari hulu sampai hilir serta di sisi lain
ketidakmampuannya mengangkat kelompok besar masyarakat dunia untuk
bangkit dari keterpurukan ekonomi. Realitasnya, masyarakat Indonesia yang
miskin berada di dalam negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah
adalah merupakan hal yang sangat memperhatikan.
Hal ini
sangat bertentangan dengan tuntuanan al-Quran yang selalu menyerukan tatanan
masyarakat yang etis dan egalitarian. Maka Islam sangat menentang ketidakadilan
sosial terjadi di tengah masyarakat.
Dalam
sejarahnya, Nabi Muhammad SAW mempunyai langkah strategis dalam upaya
menghindarkan umat dari ketidak adilan sosial. Beliau SAW pernah menolak
memberikan bantuan keuangan kepada seseorang yang terlihat mampu bekerja dan
justru beliau memberi alat bekerja agar digunakan untuk bekerja keras.
Memang
harus diakui bahwa solidaritas sosial tidak dapat menyelesaikan persoalan
kemiskinan secara tuntas. Namun yang terpenting di sini menumbuhkan rasa
tanggung jawab sosial terhadap masing-masing individu, terutama bagi mereka
yang mempunyai kemampuan materi yang berlebih. Karena itu perlu ada penetapan
hak dan kewajiban bagi kelas menengah ke atas sehingga muncul kesadaran
tanggung jawab sosial untuk menciptakan keadilan kesejahteraan di tengah
masyarakat. dalam konteks ini Islam mengajarkan konsep zakat yang merupakan hak
delapan kelompok yang ditetapkan maupun melalui sedekah wajib yang merupakan
hak bagi yang membutuhkan bantuan.
Untuk
meraih cita-cita diatas dengan meningkatkan etos kerja dalam setiap pekerjaan
kita perlu memperhatikan beberapa konsep Islam, diantarantya Al-Kafaah wa
at-Ta’ahhul yaitu proprosinal dan profesinal.
Dalam melakukan setiap pekerjaan
hendaknya kita harus memperhatikan pekerjaan yang kita lakukan apakah kita
sudah cocok, baik dan mampu untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dan juga apakan
kita sudah profesional dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Selanjutnya
Al-Infitah yaitu trasparansi dalam setiap perkejaan. Dengan trasparansi kita
dapat menerima banyak masukan dan kritikan yang membangun dari kekurangan kita
untuk kita perbaiki lagi ke arah yang lebih baik.
Kemudian At Ta’awun alal
Birri wa Taqwa yaitu membangun kemitraan yang posistif dan solid. Karena dengan
kemitraan yang baik dan kesolitan kita akan dapat dengan mudah
menyelesaikan segala persoalan yang menghadang.
Dan terakhir Al-Mas’uliyah
yaitu bertanggung jawab. Setelah kita menerapkan tiga hal di atas kita juga
harus siap bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan yang kita
lakukan.
Ust. H.Ulil A. Hadrawiy
Posting Komentar