Demi ingin berpuasa sebulan penuh, seorang muslimah mngkonsumsi obat anti haid. Bagaimana menurut islam yang demikian
itu ?
Menurut ulama kalangan Syafi'iyyah
diperbolehkan asalkan tidak menimbulkan bahaya pada dirinya.
ﻭَﻓِﻲْ ﻓَﺘَﺎﻭَﻯ ﺍﻟْﻘَﻤَّﺎﻁِ ﻣَﺎ
ﺣَﺎﺻِﻠُﻪُ ﺟَﻮَﺍﺯُ ﺍﺳْﺘِﻌْﻤَﺎﻝِ ﺍﻟﺪَّﻭَﺍﺀِ ﻟِﻤَﻨْﻊِ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾِ
"Dalam Fatawa Al Qammaath
(Syeikh Muhammad ibn al Husein al Qammaath) di simpulkan diperbolehkannya
menggunakan obat untuk mencegah datangnya haid." (Ghooyah at-Talkhiish
al-Murood )
ﺍَﻟْﻤَﺎﻟِﻜِﻴَّﺔُ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ
ﺃَﻣَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﺼُﻮْﻡَ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾُ
ﺑِﺴَﺒَﺐِ ﺩَﻭَﺍﺀٍ ﻓِﻲْ ﻏَﻴْﺮِ ﻣَﻮْﻋِﺪِﻩِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻈَّﺎﻫِﺮَ ﻋِﻨْﺪَﻫُﻢْ ﺃَﻧَّﻪُ
ﻟَﺎ ﻳُﺴَﻤَّﻰ ﺣَﻴْﻀًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻘَﻀِﻲْ ﺑِﻪَ ﻋِﺪَّﺗُﻬَﺎ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺑِﺨِﻠَﺎﻑِ ﻣَﺎ
ﺇِﺫَﺍ ﺍﺳْﺘَﻌْﻤَﻠَﺖْ ﺩَﻭَﺍﺀً ﻳَﻨْﻘَﻄِﻊُ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾُ ﻓِﻲْ ﻏَﻴْﺮِ ﻭَﻗْﺘِﻪِ
ﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﺎﺩِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳُﻌْﺘَﺒَﺮُ ﻃُﻬْﺮًﺍ ﻭَﺗَﻨْﻘَﻀِﻲْ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻌِﺪَّﺓُ ﻋَﻠَﻰ
ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻟِﻠْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﺃَﻥْ ﺗَﻤْﻨَﻊَ ﺣَﻴْﻀَﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺗَﺴْﺘَﻌْﺠِﻞُ
ﺇِﻧْﺰَﺍﻟَﻪُ ﺇِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﻀُﺮُّ ﺻِﺤَّﺘَﻬَﺎ ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺤَﺎﻓَﻈَﺔَ ﻋَﻠَﻰ
ﺍﻟﺼِّﺤَّﺔِ ﻭَﺍﺟِﺒَﺔٌ
"Kalangan Malikiyyah berpendapat
: Haid adalah darah yang yang keluar dari alat kelamin wanita pada usia yang ia
bisa hamil menurut kebiasaan umum. Bila wanita menjalani puasa akibat obat yang
mencegah haid hadir dalam masanya, menurut pendapat yang zhahir masa-masa tidak
dikatakan haid dan tidak menghabiskan masa iddahnya, berbeda saat ia menjalani
haid dan meminum obat untuk menghentikan haidnya diselain waktu kebiasaannya,
maka ia dinyatakan suci namun iddahnya dapat terputus karena sesungguhnya tidak
boleh bagi seorang wanita mencegah atau mempercepat keluarnya darah haid bila
membahayakan kesehatannya karena menjaga kesehatan wajib hukumnya."
(al-Fiqhu 'ala Madzahibil 'Arba'ah, 1/103).
ﺃَﺣْﻜَﺎﻡٌ ﻋَﺎﻣَّﺔٌ
ﺃَﻭَّﻟًﺎ - ﺇِﻧْﺰَﺍﻝُ ﻭَﺭَﻓْﻊُ
ﺍﻟْﺤَﻴْﺾِ ﺑِﺎﻟﺪَّﻭَﺍﺀِ
ﺻَﺮَّﺡَ ﺍﻟْﺤَﻨَﺎﺑِﻠَﺔُ ﺑِﺄَﻧَّﻪُ
ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻟِﻠْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﺷُﺮْﺏُ ﺩَﻭَﺍﺀٍ ﻣُﺒَﺎﺡٍ ﻟِﻘَﻄْﻊِ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾِ ﺇِﻥْ ﺃُﻣِﻦَ
ﺍﻟﻀَّﺮَﺭُ ، ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻣُﻘَﻴَّﺪٌ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝِ . ﻷِﻥَّ ﻟَﻪُ ﺣَﻘًّﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮَﻟَﺪِ
، ﻭَﻛَﺮِﻫَﻪُ ﻣَﺎﻟِﻚٌ ﻣَﺨَﺎﻓَﺔَ ﺃَﻥْ ﺗُﺪْﺧِﻞ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﻔْﺴِﻬَﺎ ﺿَﺮَﺭًﺍ ﺑِﺬَﻟِﻚَ
ﻓِﻲ ﺟِﺴْﻤِﻬَﺎ . ﻛَﻤَﺎ ﺻَﺮَّﺣُﻮﺍ ﺑِﺄَﻧَّﻪُ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻟِﻠْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﺃَﻥْ ﺗَﺸْﺮَﺏَ
ﺩَﻭَﺍﺀً ﻣُﺒَﺎﺣًﺎ ﻟِﺤُﺼُﻮْﻝ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾِ ، ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻟَﻬَﺎ ﻏَﺮَﺽٌ
ﻣُﺤَﺮَّﻡٌ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻛَﻔِﻄْﺮِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻓَﻼَ ﻳَﺠُﻮْﺯُ .
ﺛُﻢَّ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓَ ﻣَﺘَﻰ
ﺷَﺮِﺑَﺖْ ﺩَﻭَﺍﺀً ﻭَﺍﺭْﺗَﻔَﻊَ ﺣَﻴْﻀُﻬَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳُﺤْﻜَﻢُ ﻟَﻬَﺎ ﺑِﺎﻟﻄَّﻬَﺎﺭَﺓِ
، ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺮِﺑَﺖْ ﺩَﻭَﺍﺀً ﻭَﻧَﺰَﻝ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾُ ﻗَﺒْﻞ ﻭَﻗْﺘِﻪِ ﻓَﻘَﺪْ
ﺻَﺮَّﺡَ ﺍﻟْﻤَﺎﻟِﻜِﻴَّﺔُ ﺑِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺎﺯِﻝ ﻏَﻴْﺮُ ﺣَﻴْﺾٍ ﻭَﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻃَﺎﻫِﺮٌ .
ﻓَﻼَ ﺗَﻨْﻘَﻀِﻲ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻌِﺪَّﺓُ ، ﻭَﻻَ ﺗَﺤِﻞ ﻟِﻸﺯْﻭَﺍﺝِ ، ﻭَﺗُﺼَﻠِّﻲْ ﻭَﺗَﺼُﻮْﻡُ
ﻻِﺣْﺘِﻤَﺎﻝ ﻛَﻮْﻧِﻪِ ﻏَﻴْﺮَ ﺣَﻴْﺾٍ ، ﻭَﺗَﻘْﻀِﻲ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡَ ﺩُﻭْﻥَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ
ﺍﺣْﺘِﻴَﺎﻃًﺎ ﻻِﺣْﺘِﻤَﺎﻝ ﺃَﻧَّﻪُ ﺣَﻴْﺾٌ .
ﻭَﻗَﺪْ ﺻَﺮَّﺡَ ﺍﻟْﺤَﻨَﻔِﻴَّﺔُ ﺑِﺄَﻧَّﻪُ
ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺮِﺑَﺖِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﺩَﻭَﺍﺀً ﻓَﻨَﺰَﻝ ﺍﻟﺪَّﻡُ ﻓِﻲ ﺃَﻳَّﺎﻡِ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾِ
ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺣَﻴْﺾٌ ﻭَﺗَﻨْﻘَﻀِﻲْ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻌِﺪَّﺓُ
( 1 ) ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﺑﻦ ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ 1 / 202 ،
ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﺪﺳﻮﻗﻲ 1 / 167 ، 168 ، ﻣﻮﺍﻫﺐ ﺍﻟﺠﻠﻴﻞ 1 / 366 ، ﻛﺸﺎﻑ ﺍﻟﻘﻨﺎﻉ 1 / 218
Keluar dan hilangnya haid akibat
obat, Kalangan Hanabilah menjelaskan : Diperkenankan bagi wanita meminum obat
yang diperbolehkan syara’ untuk memutus datangnya haid bila aman dari bahaya,
itupun bila seijin suami karena suami punya hak anak atas dirinya, Imam malik
memakruhkannya bila menimbulkan bahaya dalam raganya seperti diperkenankan
baginya meminum obat yang diperbolehkan syara’ untuk mendapatkan masa haidnya
hanya saja bila bertujuan yang diharamkan syara’ seperti agar tidak berpuasa
dibulan ramadhan maka tidak diperkenankan.
Wanita yang meminum obat kemudian
hilang haidnya maka dihukumi wanita suci, namun wanita yang meminum obat agar
mendapatkan haidnya sebelum masanya tiba maka darah yang keluar menurut
kalangan malikiyyah bukanlah darah haid dan dia tetap dikatakan suci dan tidak
habis iddahnya dan tidak halal untuk dinikahi, baginya tetap wajib sholat dan
puasa karena kemungkinannya bukan darah haid, boleh mengqadha puasanya bukan
shalatnya karena kemungkinan yang keluar darah haid.
Kalangan Hanafiyyah menjelaskan:
Wanita yang meminum obat kemudian keluar darah haid pada masa-masanya, yang
keluar adalah darah haid dan menghabiskan masa iddahnya." (Haasyiyah Ibn
‘Aabidiin I/202, Haasyiyah ad-Daasuqi I/167-168, Mawaahib al-jaliil I/366,
Kasysyaaf alQanaa’ I/218, Al Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah XVIII/327,
maktabah syamilah (Fiqh Muqaarin).
Berikut ta’bir Kitab Kasysyaaful
Qanaa’ selengkapnya:
( ﻭَﻳَﺠُﻮﺯُ ﺷُﺮْﺏُ ﺩَﻭَﺍﺀٍ ﻣُﺒَﺎﺡٍ
ﻟِﻘَﻄْﻊِ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾِ ﻣَﻊَ ﺃَﻣْﻦِ ﺍﻟﻀَّﺮَﺭِ ﻧَﺼًّﺎ ) ﻛَﺎﻟْﻌَﺰْﻝِ ﻭَ ( ﻗَﺎﻝَ
ﺍﻟْﻘَﺎﺿِﻲ ﻟَﺎ ﻳُﺒَﺎﺡُ ﺇﻟَّﺎ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝِ ) ﺃَﻱْ : ﻟِﺄَﻥَّ ﻟَﻪُ ﺣَﻘًّﺎ
ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮَﻟَﺪِ ( ﻭَﻓِﻌْﻞُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﻬَﺎ ) ﺃَﻱْ : ﺇﺳْﻘَﺎﺅُﻩُ ﺇﻳَّﺎﻫَﺎ
ﺩَﻭَﺍﺀً ﻣُﺒَﺎﺣًﺎ ﻳَﻘْﻄَﻊُ ﺍﻟْﺤَﻴْﺾَ ( ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻤِﻬَﺎ ﻳَﺘَﻮَﺟَّﻪُ
ﺗَﺤْﺮِﻳﻤُﻪُ ) ﻗَﺎﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻔُﺮُﻭﻉِ ، ﻭَﻗُﻄِﻊَ ﺑِﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﻨْﺘَﻬَﻰ
ﻟِﺈِﺳْﻘَﺎﻁِ ﺣَﻘِّﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﺴْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘْﺼُﻮﺩِ .
( ﻭﻣﺜﻠﻪ ) ﺃﻱ ﻣﺜﻞ ﺷﺮﺑﻬﺎ ﺩﻭﺍﺀ ﻣﺒﺎﺣﺎ
ﻟﻘﻄﻊ ﺍﻟﺤﻴﺾ ( ﺷﺮﺑﻪ ﻛﺎﻓﻮﺭﺍ ) ﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻨﺘﻬﻰ ﻭﻟﺮﺟﻞ ﺷﺮﺏ ﺩﻭﺍﺀ ﻣﺒﺎﺡ ﻳﻤﻨﻊ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ
"Diperbolehkan meminum obat
yang diperbolehkan syara’ untuk memutus datangnya haid bila aman dari bahaya
atas dasar nash sebagaimana masalah 'azl.
Qadhi Ibnu Muflih berkata: tidak
diperbolehkan kecuali dengan sejin suami sebab suami memiliki hak atas
mendapatkan keturunan serta perbuatan suami akan hal itu yakni meminumkan obat
yang diperbolehkan syara' pada istri untuk memutus haid tanpa sepengetahuan
istrinya pantas dinilai haram diungkapkan dalam kitab Furu', ditegaskan pula
dalam kitab al-Muntaha sebab perbuatan itu melanggar hak istrinya untuk
mendapatkan keturunan yang dikehendakinya.
Sebagaimana hal itu yakni
sebagaimana meminumkan pada istri obat yang diperbolehkan syara' untuk memutus
haid [boleh juga meminum air kapur Dijelaskan dalam kitab al-Muntaha bahwa bagi
suami boleh meminum air yang diperbolehkan syara' untuk menolak keinginan
persetubuhan." ( Kasysyaaful Qanaa’ karya Syeikh Manshuur ibn Yunuus al
Bahuuti juz II halaman 96, maktabah syamilah (Fiqh Hanabilah)). Wallaahu A’lamu
bishshawaab.
Ust.
Masaji Antoro, Masyayikh PISS-KTB
Posting Komentar