Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib KWH berkata, “Hafalkanlah lima
hal dariku yang seandainya kalian mengendarai onta untuk mencarinya, pasti onta
itu sudah binasa sebelum kalian mendapatkannya yaitu:
1) Janganlah seorang hamba mengharapkan selain kepada
Rabb-nya.
2) Janganlah ia merasa takut kecuali kepada dosanya sendiri.
3) Jangan sampai orang bodoh merasa malu untuk bertanya tentang
sesuatu yang tidak ia ketahui.
4) Jangan sampai orang ‘alim merasa malu untuk mengatakan
‘Allah lebih tahu (wallahu a’lam)’ tatkala ia ditanya tentang sesuatu yang
tidak ia ketahui.
5) dan kesabaran (bila dikaitkan dengan) iman adalah
bagaikan kedudukan kepala dari tubuh, maka tidak ada keimanan (yang sempurna)
bagi orang yang tidak memiliki kesabaran.”
Mutiara Pertama
Allah memerintahkan kita untuk bertawakal dan berserahdiri
secara total kepada ketentuan Allah, percaya dan yakin dengan seyakin-yakinnya
kepada janji dan jaminan-Nya.
Kita memang diperintahkan oleh Allah untuk berusaha dan
berkarya namun takdir dan kuasa-Nya yang menentukan. Imam Ali menasehatkan kita tentang sikap hidup zuhud kepada
Allah, tidak bergantung kepada selain Allah dan tidak berharap kepada
makhluk-Nya.
Yunus bin Maisarah bin Halbas al-Jublani, berkata,
“Kezuhudan di dunia itu bukan dengan mengharamkan yang halal, tidak pula dengan
menyia-nyiakan harta, akan tetapi kezuhudan di dunia adalah jika kepercayaanmu
kepada apa yang ada di tangan Allah lebih kuat dibanding kepercayaanmu kepada
apa yang ada di tanganmu;
jika keadaanmu ketika tertimpa musibah dan keadaanmu ketika
tidak tertimpa adalah sama; dan jika orang yang mencelamu maupun menyanjungmu dalam kebenaran
adalah sama.” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Mutiara Kedua
Allah memerintahkan kita untuk ber-muhasabah atas apa yang
telah kita lakukan, merenung dengan kesadaran batin atas amal dan dosa yang
pernah kita perbuat. Tobat adalah kunci untuk menyucikan batin, memotivasi diri
dan mendekatkan diri kepada-Nya. Karena, hanya dengan kesucian dan kebersihan
jiwa seseorang bisa merasakan kehadiran Allah dan mampu mendekatkan diri
kepada-Nya.
Melalui sikap penyesalan diharapkan kita mampu mengubah dan
memperbaiki prilaku, serta berhijrah dari perbuatan buruk kepada perbuatan
baik.
Mutiara Ketiga
Keangkuhan, kesombongan dan kekerdilan sikap manusia kadang
menutupi kebodohannya sendiri. Padahal, ilmu sangat diperlukan untuk memahami
hakikat hidup dan kehidupan. Malu bertanya, tak mau belajar, tidak menghargai ilmu dan
sombong adalah hal yang sangat membutakan hati manusia.
Agama tanpa ilmu dan pengetahuan menjadi buta, tanpa makna. Kemampuan akademik, ilmu pengetahuan, sains dan teknologi
saja tak cukup, jika kita melupakan ilmu-ilmu fardhu ‘ain yang wajib dikuasai
oleh setiap Mukmin.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci setiap
orang yang keras-kasar-angkuh tabiatnya, gemar mengumpulkan harta namun kikir,
suka berteriak-teriak di pasar-pasar, seperti bangkai di malam hari dan seperti
keledai di siang hari, sangat mengerti urusan dunia tetapi tidak tahu sama
sekali urusan akhirat.” (HR Imam Ibnu Hibban).
Mutiara Keempat
Meskipun manusia dibekali oleh akal dengan kecerdasan yang
beragam, namun manusia tetaplah manusia. Ia hanyalah makhluk yang terbatas.
Tak ada yang mutlak bagi manusia, semuanya nisbi. Ilmu manusia pasti terbatas, sementara ilmu Allah tak
terbatas. Seorang alim harus menyadari kekurangan dirinya dan
menyatakan kelemahan dan kekurangannya, serta berani menunjukkan bahwa hanya
Allah yang Mahabenar.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Betapa
sejuknya di hati, ketika saya ditanya tentang sesuatu yang saya sendiri tidak
mempunyai ilmu tentangnya, kemudian saya katakan: Allahu a’lam.”
Diriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Ibnu ‘Umar lalu
bertanya kepada beliau tentang sesuatu hal. Beliau menjawab, “Saya tidak punya ilmunya.” Beliau kemudian
berpaling setelah orang itu beranjak pergi, dan berkata, “(Inilah) sebaik-baik
ucapan yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umar! Ia ditanya tentang sesuatu yang tidak ia
ketahui, lalu ia menjawab: saya tidak punya ilmunya.” (HR Ad-Darimi).
Mutiara Kelima
Kesabaran adalah permata iman. Sabar memang menyakitkan
namun efek darinya lebih manis dari madu.
Rasulullah pernah ditanya, “Bagian manakah yang paling utama
dari iman?” Beliau menjawab, “Kesabaran dan lapang dada.” (Ibnu Hajar dalam
al-Mathalib al-‘Aliyah).
Dalam kesabaran mengandung sikap berserahdiri, tawakal,
takwa dan ridha kepada kehendak Allah, tak ikut campur dengan urusan Allah dan
takdir-Nya. Kesabaran justru menjadi etos kerja, karena selalu bersifat
husnudzan kepada Allah. Jadi, sabar bukan hanya nrimo atau menerima, tetapi
gerak dan langkah menjemput berkah dan rahmat-Nya.
Syekh Abu Nu’aim al-Ashfahani dalam kitab Hilyatul Auliya
Posting Komentar