Ketegasan, keadilan dan kewibawannya
dibuktikannya ketika ia mendapat pengaduan dari seorang Yahudi tua yang merasa
ditindas oleh Gubernur Mesir Amr bin Ash. Amr bin Ash sebagai veteran perang dalam
menegakkan agama Islam, dikenal sebagai sosok pemberani, galak dan tegas. Sifat
itu terbawa-bawa ketika Amr bin Ash pensiun sebagai Komandan Perang Pasukan
Islam dan diangkat menjadi Gubernur Mesir.
Sebagai seorang gubernur Amr bin Ash
menduduki singgasana di istana yang mewah. Sementara di depan istananya ada
sebidang tanah luas dan sebuah gubuk reyot milik Yahudi tua. Tanah tersebut
dinilai Amr bin Ash sangat strategis untuk dijadikan pusat kegiatan syiar
Islam, yakni masjid dan gedung pertemuan “Alangkah indahnya, jika di depan
istana ini berdiri sebuah masjid yang mewah, sebagai lambing kemajuan Islam,”
kata Sang Gubernur.
Tanpa berpikir panjang, Gubernur Amr bin Ash
menyuruh ajudannya untuk memanggil Kakek Yahudi, agar menyerahkan tanah dan
rumahnya untuk dijadikan masjid. Mendengar permintaan tersebut Kakek Yahudi
terperengah, antara tidak mau menyerahkan, karena tanah dan gubuk reyot itu
sebagai satu-satunya harta miliknya dan antara takut, karena kekerasan sikap
Gubernur Amr bin Ash.
Dengan terbata-bata Yahudi itu menolak untuk
memberikan tanahnya, walau sudah dihargai lima belas kali lipat dari nilai
sebenarnya. Dengan kesal, Gubernur Amr bin Ash berkata, “Baik, jika itu
keputusanmu, jangan menyesal jika negara merampasnya, tanpa ganti rugi, karena
itu semua untuk kepentingan umum,” ujar Sang Gubernur
Pulang dengan perasaan sedih, karena
tanahnya akan segera diratakan dan gubuk reyotnya akan segera dibongkar,
Kakek Yahudi itu berniat mengadukan perihal tersebut kepada Khalifah Umar di
Mekkah. Melalui perjalan jauh, menggunakan unta tua Yahudi Tua itu akhirnya
sampai di kediaman Khalifah yang sederhana, jauh dari mewah dibandingkan dengan
istana Gubernur Amr bin Ash.
Dengan perasaan ragu, campur takut, karena
dirinya merupakan kelompok minoritas yang biasanya selalu ditindas penguasa dan
kelompok mayoritas, Yahudi tua itu membeberkan persoalan yang dihadapi
dan mengadukan tingkah laku semena-mena Gubernur Amr bin Ash, sekaligus meminta
perlindungan dari ketidakadilan.
Mendengar keluhan Yahudi tersebut, muka Umar
bin Khattab tampak merah padam, menahan marah. “Masya Allah, kurang ajar benar
Amr itu, “ tutur Umar menahan marah dan menyuruh Yahudi mengambil sepotong
tulang, lalu menggores tulang itu dengan pedangnya. “Berikan tulang itu kepada
Amr Bin Ash, pinta Umar kepada Kakek Yahudi.
Begitu sampai di kota kediamannya Yahudi itu
tercengang, karena gubuk reyotnya sudah rata dengan tanh dan di situ berdiri
masjid mewah yang hampir rampung. Dengan rasa pesimis, takut pengaduannya malah
membawa petaka lebih parah, Yahudi itu menyerahkan tulang tersebut kepada Sang
Gubernur.
Setelah tulang tersebut diserahkan kepada
Gubernur Amr, Yahudi tua itu kaget, karena dengan lantang sang Gubernur
memerintahkan seluruh pekerja untuk menghentikan pembangunan masjid, sekaligus
membongkarnya. Mendengar perintah Amr bin Ash yang menyuruh menghentikan
pembangunan masjid yang sudah menghabiskan dana ribuan dinar itu, Yahudi itu
semakin takut.
Dengan hati gemetar karena rasa takutnya
belum hilang kakek itu meminta maaf kepada Gubernur, sambil meminta diterangkan
apa arti semua itu, termasuk apa yang tersurat dan tersirat pada sepotong
tulang.
Dengan hati legawa, Amr bin Ash berkata, tulang memiliki banyak arti dan makna. “Ketahuilah, tulang yang busuk itu merupakan peringatan, berapa pun tingginya kedudukan seorang, tidak boleh sewenang-wenang, karena ia pasti akan menjadi tulang. Sedangkan goresan pedang berbentuk huruf “Alif” artinya harus adil ke bawah dank ke atas. Jika saya tidak bisa berbuat adil, Khalifah takkan segan memotong kepala saya,” kata Gubernur Amr.
Dengan hati legawa, Amr bin Ash berkata, tulang memiliki banyak arti dan makna. “Ketahuilah, tulang yang busuk itu merupakan peringatan, berapa pun tingginya kedudukan seorang, tidak boleh sewenang-wenang, karena ia pasti akan menjadi tulang. Sedangkan goresan pedang berbentuk huruf “Alif” artinya harus adil ke bawah dank ke atas. Jika saya tidak bisa berbuat adil, Khalifah takkan segan memotong kepala saya,” kata Gubernur Amr.
Mendengar tutur Gubernur, Yahudi tua
langsung memegang kaki Sang Gubernur, sambil berkata, sungguh agung ajaran
Islam itu. “Bimbinglah saya untuk masuk Islam, pinta Yahudi sambil menangis dan
dengan sukarela, menyerahkan tanah miliknya untuk dijadikan masjid.
Abdul
Jabbar
Posting Komentar