Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Kyai Dan Penceramah Selibritis (1)

Kyai Dan Penceramah Selibritis (1)

Dikisahkan ada seorang pelacur yang datang menghadap kyai Abdul Djalil Mustaqim, pengasuh pesantren PETA Tungagung. Sang pelacur minta doa ke Kyai Djalil agar dirinya laris. Kyai Djalil mendoakan pelacur tersebut. Selang beberapa minggu pelacur tersebut kembali sowan dan menyatakan diri mau taubat.

Kepada kyai Djalil pelacur tersebut bercerita, setelah didoakan dia mendapat banyak tamu bahkan dirinya hampir tidak pernah berhenti melayani tamu, sehingga tidak bisa istirahat. Si pelacur merasa tidak kuat lagi menjalani profesinya sehingga memutuskan untuk berhenti dan tobat.

Dalam kisah yang lain disebutkan mengenai kearifan kyai Chudlori, pengasuh pesantren API Tegalrejo, Magelang yang lebih mendahulukan membeli gamelan daripada  membangun mesjid. Dengan keputusan ini seolah kyai Chudori memenangkan kelompok pecinta gamelan daripada membela kepentingan Islam. Padahal semua itu dikakukan justru untuk menjaga kerukunan dan ketentraman sebagai wujud kemuliaan ajaran Islam dan tingginya akhlak kaum muslimin.

Kisah-kisah seperti ini banyak dijumpai dalam kehidupan kyai dengan berbagai versi. Inilah yang menyebabkan masyarakat selalu merasa terayomi dan terselesaikan masalahnya setelah menghadap kyai. Hati mereka terasa tenang dan jiwanya tentram setelah mendengar wejangan kyai.

Mengapa kyai bisa bersikap seperti itu? 

Karena kyai hidup bersama masyarakat, selalu berada di tengah masyarakat sehingga bisa mengerti, memahami dan emphati terhadap berbagai problem dan kesulitan hidup masyarakat. Seorang kyai selalu dituntut mencari solusi alternatif untuk memecahkan persoalan ummat secara kongkrit. Bukan sekedar menjadi penceramah yang memberikan khotbah normatif atau menjadi hakim moral yang sama sekali tidak menyelesaikan masalah.

Laku hidup yang seperti inilah yang membuat seorang kyai memiliki sikap dan pandangan keagamaan yang arif. Kearifan ini menjadi dasar dalam mengamalkan dan mengajarkan agama dalam realitas yang sangat rumit dan kompleks. Kearifan ini pula yang membuat kyai tidak sembarangan menerapkan teks dan ayat-ayat agama yang membuat mereka mudah menjadi hakim moral terhadap masyarakat. Mereka sangat hati-hati dalam menggunakan simbol-simbol agama, tidak mudah mengobral ayat. Semua ini dilakukan demi menjaga sakralitas agama itu sendiri.

Dalam pikiran para kyai,  membuat rakyat hidup rukun, damai dan  bahagia jauh lebih penting daripada meceramahi rakyat tentang syariah. Karena bagi kyai inilah cara terbaik mengajarkan dan mengamalkan ajaran agama. Artinya agama hrs hadir secara nyata dalam kehidupan masyarakat. Bukan sekedar retorika di medsos atau di mimbar-mimbar khotbah.

Meski banyak kyai yang punya keahlian ceramah, tapi ceramah-ceramah mereka penuh dengan kesejukan yang mententramkan. Tidak bikin resah, gelisah karena berbagai caci maki yang menebatkan kebencian dan permusuhan.

Kapasitas dan moralitas kyai yang seperti ini berbeda dengan para penceramah jaman now yang cenderung lebih mementingkan kemampuan orasi dan ketrampilan menarik perhatian massa meski dengan ilmu agama yang pas pasan. Semakin trampil berorasi dan menyampaikan ajaran agama secata tekstual retorik sehingga mampu membuat ummat berdecak kagum, maka dia akan semakin populer dan banyak mendapat pengikut. Kearifan dan kesantunan seolah bukan menjadi suatu yang diperlukan bagi penceramah zaman now.



Muhasabah Kebangsaan oleh Al-Zastrouw
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger