Sabda
Rasulullah SAW, “Sungguh sebesar besar kejahatan muslimin adalah yang bertanya
tentang sesuatu yang tidak diharamkan, menjadi diharamkannya hal itu sebab
pertanyaannya” (Shahih Bukhari)
“Fa andzartukum naaran taladhdhaa; layashlaahaa ilal asyqa; alladzi
kaddzaba watawallaa” Maka berhati – hatilah, Ku-nasehati kalian daripada
api neraka yang mengerikan dan tidak akan masuk kedalamnya kecuali orang –
orang yang jahat; QS. Al-Lail : 14-16. Hadirin – hadirat, demikian indahnya
Rabbul Alamin yang selalu menyampaikan ayat – ayatNya dan seruan Kelembutan-Nya
kepada kita dan hindarilah perbuatan yang bukan semampunya karena Dia (Allah)
Maha Indah dan selalu ingin menerima yang indah – indah. Bila kita terjebak
dalam hal yang hina disisi Allah, perindahlah dengan taubat dan istighfar,
niscaya Allah mengganti itu semua menjadi pahala dan keluhuran.
Mereka yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, Ku-perbaiki dirinya dengan
hal yang mulia semampunya. Allah gantikan dosa – dosa mereka menjadi pahala.
Wahai Yang Maha Baik dan Maha Indah melebihi segenap kebaikan dan keindahan,
terimalah segala kekurangan kami dan ketidaktaatan kami, gantikan dengan
ketaatan dan keindahan kehadirat-Mu Ya Rabb.
Rasul SAW bersabda memberikan peringatan kepada kita untuk tidak memperbesar
dan mempertanyakan hal – hal yang sudah dihalalkan. Sebagaimana sabda beliau,
riwayat Shahih Bukhari yang baru saja kita baca bersama tadi.
“Inna a’dzamalmuslimin jurman man sa-ala’an syai-in lam yuharram
fahurrima min ajli mas’alatihi” sungguh dosa terbesar diantara muslim pd
muslim lainnya mereka yang bertanya orang yang paling besar dosa muslim
terhadap muslim lainnya yaitu yang paling jahat. Siapa? mereka adalah yang
mempertanyakan sesuatu yang tidak diharamkan menjadi diharamkan sebab ia
mempertanyakannya.
Bagaimana contohnya?
Al Imam Ibn Hajar didalam Fathul Baari bisyarh Shahih
Bukhari mensyarhkan makna hadits ini adalah orang – orang yang terus menggali
dan terus mencari tahu pertanyaan – pertanyaan mengenai hal – hal yang sudah
dihalalkan oleh Allah. Muncul dari kedangkalan pemikiran, dari kesombongan
terhadap dirinya dan terhadap saudara - saudaranya yang lain. Sebagaimana
mempertanyakan hal – hal yang telah diperbolehkan oleh Allah.
Contohnya: beberapa hari lagi kita memasuki bulan Rajab, ada 1 Rajab, 2
Rajab, 3 Rajab. Bagaimana hukumnya puasa di bulan Rajab?.
Puasa di semua hari
sunnah kecuali puasa di hari Idul Fitri dan Idul Adha. Di bulan ramadhan
hukumnya fardhu selain itu sunnah. Mau bulan Syawal, Jumadil Akhir, Jumadil
Awwal, Rajab, kapanpun puasa itu sunnah. Muncul orang – orang di masa sekarang
yang mengharamkan puasa Rajab.
Lalu bagaimana dengan puasa di hari lain?
Hari
lain diperbolehkan sedangkan Rajab tidak boleh puasa. Hujjatul Islam wa
barakatul anam Al Imam Nawawi alaihi rahmatullah didalam Syarh Nawawi ala
Shahih Muslim mensyarhkan bahwa memang tidak pernah ada satu dalil yang shahih
tentang puasa di bulan Rajab. Akan tetapi diriwayatkan oleh Abi Daud didalam
Sunannya didalam riwayat yang shahih bahwa Rasul SAW suka berpuasa di bulan
haram. Bulan haram itu ada 4 yaitu Muharram, Dzulqaidah, Djulhijjah, dan Rajab.
Al Imam Nawawi mengatakan, bulan Rajab salah satu dari bulan haram. Jadi puasa
di bulan Rajab itu sunnah dengan dalil yang shahih. Puasa di bulan Rajab adalah
hal yang sunnah yang sangat kuat dalilnya karena dijelaskan Rasul SAW berpuasa
di bulan haram. Maka mengingkari puasa bulan Rajab, terkena kepada hadits yang
kita sebut tadi yaitu orang yang mempertanyakan dalil tentang berpuasa di bulan
Rajab.
Akhirnya muncul fatwa pengharaman puasa di bulan Rajab, padahal hal itu
yang sunnah. Mereka itu mencari – cari hadits yang mengatakan sunnah puasa di
bulan Rajab tidak ditemukan, maka mereka langsung mengharamkannya dan
mengatakan puasa di bulan Rajab adalah bid’ah. Padahal Rasul SAW berpuasa di
bulan Rajab. Mereka tidak menemukan puasa di bulan Rajab, ada dalil shahihnya.
Ternyata ada dalil shahihnya yang lebih umum dari bulan Rajab. Hadirin –
hadirat, Al Imam Nawawi mengatakan hadits itu menjadi dalil sunnahnya puasa di
bualn Rajab, karena tidak ada larangan puasa di bulan Rajab.
Inilah salah satu makna daripada hadits mengenai orang yang
mempertanyakan suatu masalah yang tidak diharamkan menjadi diharamkan sebab
pertanyaannya itu. Hadirin – hadirat, ketika mempermasalahkan 1 masalah dari
kedangkalannya memahami syari’ah membuat munculnya fatwa – fatwa baru yang
keluar dari ajaran yang benar. Seperti membid’ahkan maulid, mengatakan
istighatsah syirik. Hal – hal seperti ini adalah mempertanyakan dan
mempermasalahkan hal yang sudah dibolehkan sampai diharamkan karena ucapannya.
Hati – hati dari hal yang seperti ini.
Al Imam Ibn Hajar didalam Fathul Baari
bisyarh Shahih Bukhari mensyarhkan bahwa bukan berarti orang tidak boleh
bertanya. Karena banyak bertanya adalah hal yang sangat dilimpahi pahala yang
banyak. Demi kejelasan agamanya, demi kejelasan pemahamannya terhadap ilmu,
tapi memperjuangkan hal yang halal agar menjadi haram adalah terkena hadits
ini.
Ketika kita tidak tahu hukum suatu hal, jangan sesekali
menghukuminya apalagi mengharamkannya. Kalau belum tahu dalilnya, ya sudah saya
tidak tahu dalilnya entah itu sunnah atau bid’ah. Tapi jangan segera cepat –
cepat diharamkan apalagi dikatakan bid’ah dan syirik. Ternyata hal itu adalah
sunnah dan diajarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW, hanya mungkin tidak sampai
ilmunya kepada kita. Muncul sebagian saudara – saudara kita yang berbuat
demikian. Semoga Allah membenahi aqidah kita dengan melimpahi kemuliaan aqidah.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar