Telah dibahas sebelumnya pada hikmah
108, bahwa yang bisa digolongkan wali Allah bukanlah mereka yang menonjolkan
keramat, akan tetapi mereka yang istiqomah dalam beribadah. Ibadah secara umum
adalah sesuatu yang diwajibkan atas kita, atau amal baik yang kita wajibkan
atas diri kita sendiri.
Misalnya amalan-amalan yang
dilakukan di waktu khusus, atau dalam jumlah tertentu. Selanjutnya, amalan
seperti ini kita sebut dengan istilah wirid (amalan istiqomah). Dan apabila
istiqomah ini kemudian mendatangkan karamah, maka karamah tersebut dikenal
dengan istilah warid (khususiyyah pemberian dari Allah kepada hamba-Nya). Wirid
berperan sangat penting dalam mengantarkan kita untuk lebih mengenal Allah. Dan
tentunya wirid ini dilakukan setelah kita memenuhi kewajiban-kewajiban serta
menjauhi larangan. Di antara bentuk dari wirid adalah dzikir. Allah
memerintahkan kita untuk memperbanyak dzikir.
Dzikir harus diatur sedemikian
rapinya. Ini dilakukan untuk menanggulangi dari ketidak-istiqomahan amal kita.
Jangan sampai amal kita menjadi amal yang pernah disabdakan Nabi sebagai amal
yang tidak ada kebaikan di dalamnya. Hari ini qiyamullail, besoknya tidak.
Sehari puasa, satu minggu tidak melakukan apa-apa. Allah secara tidak langsung
mengajari kita ,mengenai wiridan. Misalnya firman Allah berikut ini:
واذكر ربك كثيرا وسبح بالعشي والإبكار
Kalau diteliti, Nabi juga me-manage
wirid. Misalnya, Sebaik-baik membaca Al-Qur'an adalah waktu antara Maghrib dan Isya',
kemudian tengah malah, dan ba'da Subuh.
Apa yang pernah di lakukan sahabat
Umar juga menunjukkan adanya pengaturan wirid. Tak sedikit pula yang
dicontohkan oleh tabi'in dan ulama' salaf terdahulu. Mereka semua mengatur
waktu hingga tersusunlah beberapa wirid, misalnya, Rotib al-Haddad, dll.
Setelah tahu seperti ini, bila ada
orang yang merendahkan serta menejek wiridan dengan berkata, "Wiridan kok
diatur-atur segala. Itu bid'ah! Pada zaman Nabi belum ada!!!", maka betapa
bodohnya orang itu. Oleh karenanya, imam Ibn Atho'illah melanjutkan rajutan
mutiaranya dengan hikmah ke-109 ini dengan:
"لا يستقر الورد إلا جهول، الوارد يوجد فى الدار الآخرة، والورد
ينطوى بانطواء هذه الدار. وأولى ما يعتنى به ما لا يخلف وجوده. الورد هو طالبه
منك، والوارد أنت تطلبه منه. وأين ما هو طالبه منك مما هو مطلبك منه."
"Tidak
meremehkan ‘wirid' kecuali orang yang sangat bodoh. (Dunia adalah tempatnya
wirid dan amal). Adapun ‘warid' tempatnya ada di akhirat. Dunia berakhir, tak
ada lagi waktu untuk beramal. Hal pertama yang berhak mendapat perhatian lebih
adalah sesuatu yang kekal dan tidak sirna wujudnya (dalam hal ini akhirat).
Bandingkan sekarang,manakah yang kita cari? (Dunia yang fana atau akhirat yang
wujudnya tak sirna?)."
Dunia adalah musim beramal. Bagi
yang menyadarinya dan mau memanfaatkan, hendaklah ia beramal
sebanyak-banyaknya. Tak lain untuk bekal kehidupan akhirat. Di saat dunia
berakhir, tak akan ada lagi waktu untuk beramal. Sebab di kehidupan
selanjutnya, musim amal sudah lewat digantikan musim panen. Kesempatan
memperbanyak wirid telah usai. Tibalah saat itu pemberian Allah (warid)
disuguhkan. Nikmat-nikmat-Nya disempurnakan. Itu semua sebagai buah dari wirid
yang dilakukan di kehidupan sebelumnya.
Kemudian, dimanakah kita hidup
sekarang ini?
Jika tahu kita hidup di dunia, maka
yang harus kita pikirkan adalah wirid, bukannya warid. Karena memang itulah
yang diminta Allah. Namun entah mengapa pada umumnya yang dipikirkan orang
justru sebaliknya. Masyarakat mencari warid (keistimewaan) di dunia. Anehnya,
mereka berharap mendapat warid dengan enggan melaksanakan wirid.
Yang Allah perintahkan adalah wirid,
sedangkan yang kita inginkan adalah warid. Lebih penting manakah perintah-Nya
atau keinginan kita. Ketahuilah, apa yang kita inginkan tanpa mengikuti jalur
yang seharusnya sebetulnya adalah keinginan nafsu.
Mengalahkan nafsu bukanlah hal yang
mudah. Karena sebagaimana firman Allah, manusia diciptakan sebagai mahluk yang
lemah. Salah satunya jalan mengalahkan nafsu adalah dengan berdo'a meminta
tolong kepada kepada Dzat Yang Mahamengendalikan nafsu. Dan meminta agar
didekatkan dengan-Nya. Dengan harapan kita dapat diarahkan kepada apa yang
diridhoi-Nya. Amin.
Pengajian Kitab Hikam oleh KH. Muhammad Wafi, Lc, M.Si
Posting Komentar