Dan suatu keharusan bagimu untuk bersegera mempersiapkan
diri untuk mengerjakan shalat pada awal waktu sekiranya muadzin belum
mengumandangkan adzan pada tiap-tiap shalat fardhu melainkan engkau sudah dalam
keadaan berwudhu dan engkau telah hadir di masjid.
Jika engkau tidak dapat mengerjakan yang demikian, maka janganlah kurang dari pada mempersiapkan diri ketika mendengar suara adzan. Dan sungguh telah bersabda Nabi Sallallahu Alaihi Wassalam: “Keutamaan awwal waktu dibanding dengan akhir waktu seperti keutamaan akhirat atas dunia”.
Jika engkau tidak dapat mengerjakan yang demikian, maka janganlah kurang dari pada mempersiapkan diri ketika mendengar suara adzan. Dan sungguh telah bersabda Nabi Sallallahu Alaihi Wassalam: “Keutamaan awwal waktu dibanding dengan akhir waktu seperti keutamaan akhirat atas dunia”.
Dan bersabda Nabi SAW, “Awwal waktu adalah keridhaan Allah, dan akhir waktu adalah
ampunan-Allah”.
Dan wajib bagimu untuk selalu menjaga sunnah ratibiyah dimana
syar’i telah mengajarimu (untuk melakukannya) sebelum maktubah dan sesudahnya
dan takutlah engkau bermalas-malasan dengan meninggalkannya. Dan manakala
engkau tertinggal (sehingga tidak sempat melaksanakan), maka hendaklah engkau
bersegera mengqadha.
Dan wajib bagimu untuk bersikap khusyu’ di dalam shalatmu
dan dengan hati yang hadir kepada Tuhan dan bagusnya sikap ketika berdiri dan
tartil dalam bacaan dan menyempurnakan ruku’ dan sujud dan rukun yang lain-lain
dan menjaga sunah-sunahnya dan beretika/ tata krama sebagaimana diterangkan
dalam syari’at dan menjaga diri dari sesuatu yang mengurangi kesempurnaan
shalat.
Maka sesungguhnya engkau apabila dapat melakukan hal yang demikian maka
hakikat shalat akan keluar dari tubuhmu dalam keadaan putih bersinar dan ia
berkata, “Semoga Allah menjagamu sebagaimana engkau menjagaku”. Akan tetapi
apabila tidak, maka ahkikat shalat akan keluar dari tubuhmu dalam keadaan hitam
legam seraya berkata, “semoga Allah menyia-nyiakan kamu sebagaimana engkau
telah menyia-nyiakanku”.
Telah bersabda Sallallahu Alaihi Wassalam, “Tiadalah bagi
seseorang dalam shalatnya melainkan sebatas apa yang ia pikirkan di dalam
shalat”. Dan telah berkata Hasan Al-Bashri rahimahullah, “Setiap shalat yang
tidak disertai hadirnya hati, maka uqubah (siksanya) lebih cepat, dan syaitan
sangat menginginkan jika seseorang sibuk memikirkan dunia ketika di dalam
shalat, hingga terbuka dalam pikirannya ketika berdiri mengerjakan shalat
tentang beberapa kebutuhan hidupnya dan teringat beberapa perkara yang
menyusahkan hatinya tentang urusan dunia, padahal yang demikian ini tidak
pernah terpikirkan ketika sebelum berdiri mengerjakan shalat. Hal yang demikian
inilah yang menyibukkan hati dari mengingat /berdzikir kepada Allah dan hadir
di hadapannya oleh karena itu para ulama mensyari’atkan untuk membaca Qul
a’udzu birabbinnas dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan syaitan yang
di rajam”.
Dan sebaiknya tidak terus-menerus hanya membaca satu surah
tertentu setelah membaca Al-Fatihah kecuali surah-surah yang telah dijelaskan
keistimewaannya oleh syara’ seperti Alif laam miim sajdah, dan ayat hal ataa
alal insaani (dalam shalat subuh hari jum’at) dan jagalah engkau untuk membaca
surah yang ringkas seperti al-kaafiruun, al-ikhlas, dan mu’awwidzatain ketika
engkau menjadi imam. Sebagaimana riwayat bahwasanya sahabat Mu’adz bin Jabal
mengimami suatu kaum dengan bacaan surah yang sangat panjang. Akhirnya salah
seorang dari mereka mengadu kepada Nabi Sallallahu Alaihi Wassalam sehingga
Nabi Sallallahu Alaihi Wassalam menegur sahabat Muadz Radhiyallahu ‘an.
Risalatul Muawanah
Posting Komentar