Rasul SAW adalah Sang Pembawa Tuntunan yang sempurna di dalam kesejahteraan.
Sedemikian hebatnya tuntunan Sang Nabi SAW dan dahsyatnya tuntunan keluhuran
yang beliau sampaikan, beliau menolak untuk mengajar setiap malam. Ketika para
Sahabat meminta Rasul SAW untuk menjadikan majelis beliau setiap malam, beliau
menolak. “Mukhofatan Assaaammmah ‘alaina”, takut para Sahabatnya itu bosan
dengan tuntunan yang beliau sampaikan (demikian diriwayatkan di dalam Shahih
Bukhari).
Sedemikian hebatnya, orang yang paling sempurna akhlaknya, yang dengan
melihat wajahnya tenang hati para Sahabat karena wajah yang paling sejuk dan
paling ramah. Beliau masih tidak mau menyampaikan terlalu sering karena takut
nanti mereka akan bosan. Betapa indahnya tuntunan Nabi Muhamamad SAW.
Dan beliau SAW mengajarkan banyak dari perbuatan – perbuatan yang sempurna di
dalam menata para Sahabat dan kaum muslimin. Diriwayatkan di dalam Shahih
Bukhari, Rasul SAW membagi – bagi hadiah kepada orang – orang yang banyak
berbuat salah dan dosa, maka Sayyidina Sa’ad radiyallahu anhum “ya Rasulullah
a’thirrajul innahu mukmin” (ya Rasulullah beri orang yang ini karena ia orang
yang baik orang beriman orang shalih).
Saat Rasul SAW tidak memberi, maka Sa’ad RA berkata “ya Rasulullah innahu
mukmin” (ini orang yang kau lewati justru orang yang baik), kau salah beri,
yang diberi orang yang banyak menyimpang, justru yang diberi orang yang tidak
banyak berbuat baik.
Maka Rasul SAW bersabda “ya Sa’ad inni athaithurrajul wa rajul ahab ilayya
minhu, khashyathan an yakubbahullahu finnar..!” (Wahai Sa’ad, aku ini memberi
orang itu dan aku lebih mencintai orang lainnya, aku memberi orang ini agar
Allah tidak mencampakkannya di dalam api neraka, agar ia lebih baik lagi dari
perbuatannya).
Oleh sebab itu ketika di dalam Surah ‘Abasa, Ibn Umi Maktum (yang buta)
radiyallahu anhu menyela ucapan Sang Nabi SAW ketika berbicara kepada pembesar
- pembesar quraisy. Rasul SAW sedang menjelaskan Islam dan mengajak mereka
masuk Islam, Ibn Umi Maktum yang sudah masuk Islam menyela ucapan Sang Nabi SAW,
maka Rasul SAW cemberut. Maka turunlah firman Allah “ ‘Abasa watawallaa,
anjaahul a’ma” QS. ‘Abasa : 1-2 (ia (Muhammad) cemberut dan berpaling…) ketika
datang seorang yang buta karena Allah SWT seakan – akan menegur sang Nabi SAW.
Ini bukan perbuatan salah pada diri beliau SAW, perbuatan Rasul SAW benar,
karena tidak sepantasnya seorang muslim menyela ucapan seorang Rasulullah, dan
Rasul SAW tidak mencela Ibn Umi Maktum dengan celaan dan ucapan tetapi Rasul SAW
hanya cemberut saja sedangkan Rasul SAW tahu Ibn Umi Maktum buta (tidak
melihat) maka cemberut beliau SAW tak akan menyinggung perasaannya.
Demikian indahnya budi pekerti Sang Nabi SAW untuk menunjukkan kepada para
Sahabat yang lain bahwa menyela ucapan Rasulullah adalah hal salah, hingga
beliau cemberut tapi beliau juga tidak mau menyakiti perasaan Ibn Umi Maktum
yang buta, maka Rasul tidak mengucap apa – apa dan cemberutnya tidak dilihat
oleh Ibn Umi Maktum.
Lalu bagaimana dengan teguran ayat itu?
Teguran ayat tersebut ditujukan kepada pembesar – pembesar quraisy bahwa
Allah lebih menghargai iman seorang buta yang miskin daripada pembesar –
pembesar quraisy yang semakin sombong dan kufur.
Habib Munzir al Musawwa
Posting Komentar