Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Fungsi Masjid Dan Persebaran Agama Islam di Nusantara (1)

Fungsi Masjid Dan Persebaran Agama Islam di Nusantara (1)

Agama Islam di nusantara itu berkembang tidak melalui pedang atau suatu peperangan. Akan tetapi agama Islam tersebar dengan dengan metode yang lain dari pada yang lain, yaitu dengan cara mendirikan padepokan atau pondok pesantren. 

Pesantren pertama kali di pulau Jawa adalah terletak di Ampel Denta, suatu padepokan di Surabaya yang diberikan oleh Prabu Brawijaya kepada Sunan Ampel (Raden Rahmat). Dengan padepokan ini, Sunan Ampel mengajarkan Islam kepada putra-putri pribumi yang berasal dari bermacam-macam latar belakang. Ada yang dari etnis perampok, seperti Sunan Kalijaga. Ada yang dari paham Kejawen, seperti Sunan Muria. Dan ada yang berasal dari keluarga kerajaan, yaitu Sultan Fatah, Raden Hasan dan Raden Husein. Dan lain-lain dari beberapa penduduk pribumi.

Agama Islam di nusantara itu berkembang tidak melalui pedang atau suatu peperangan. Akan tetapi agama Islam tersebar dengan dengan metode yang lain dari pada yang lain, yaitu dengan cara mendirikan padepokan atau pondok pesantren.

Pesantren pertama kali di pulau Jawa adalah terletak di Ampel Denta, suatu padepokan di Surabaya yang diberikan oleh Prabu Brawijaya kepada Sunan Ampel (Raden Rahmat). Dengan padepokan ini, Sunan Ampel mengajarkan Islam kepada putra-putri pribumi yang berasal dari bermacam-macam latar belakang. Ada yang dari etnis perampok, seperti Sunan Kalijaga. Ada yang dari paham Kejawen, seperti Sunan Muria. Dan ada yang berasal dari keluarga kerajaan, yaitu Sultan Fatah, Raden Hasan dan Raden Husein. Dan lain-lain dari beberapa penduduk pribumi.

Semua santri-santri tadi bersatu menjadi satu belajar dan menuntut ilmu kepada Raden Rahmat yang merupakan keponakan putri campa salah satu selir dari Raja Brawijaya.

Untuk mengembangkan persebaran agama Islam di nusantara, para Wali Songo yang diketuai oleh Sunan Ampel merintis sebuah masjib agung yang terletak di kota Demak, masjid Bintoro. Masjid ini merupakan perpaduan antara budaya Arab dan Jawa, sebab serambinya masjid ini diambil dari serambi yang ada di kerajaan Majapahit. Dari dua perpaduan yang antik ini banyak orang yang mengkeramatkan masjid Bintoro.

Keanehan masjid ini juga terletak pada sakanya. Mulanya oleh arsitekturnya (kanjeng Sunan Kalijaga) sakanya ada tiga (Tiga ini merupakan lambang Iman Islam dan Ihsan), kemudian setelah ditimbang-timbang saka tiga ini kurang pas. Akhirnya kanjeng Sunan Kalijaga menambahkan satu saka lagi yang menjadi empat. Saka terakhir ini tidak seperti yang tiga, tapi, terbuat dari tatal. Dari jumlah empat yang digagas oleh Sunan Kalijaga ini mempunyai sebuah arti bahwa orang Islam yang ingin selamat dunia dan akhirat harus menjalankan empat perkara, yaitu syari'at, tarekat, hakikat dan makrifat.

Masjid merupakan kunci syiarnya agama Islam. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW di awal dekade Hijriyah. Masjid yang pertama beliau bangun adalah masjid Quba. Kemudian di tengah perjalan hijrahnya, beliau membangun masjid lagi, yaitu masjid jum'at. Dan terakhirnya ketika beliau sampai ke Madinah, belaiu berhenti di mana unta yang beliau kendarai akan berhenti. Di situ beliau bertempat tinggal dan membangun masjid Nabawi.

Dari uraian sejarah tadi menunjukan betapa pentingnya sebuah masjid sebagai pusat penyebaran agama Islam. Agama Islam di Sarang, tempat di mana kita menimba ilmu juga tidak bisa lepas dari peran penting masjid seperti fungsinya yang terdahulu. Masjid pertama kali di Sarang bertempat di Belitung yang didirikan oleh orang yang sakti mandraguna yang merupakan leluhur dari ulama-ulama Sarang. Kapan masjid itu berdiri tidak ada orang yang mencatat. Namun di masjid itu banyak sekali terdapat keanehan sebagaimana yang disaksikan oleh Syaikhina Maimoen Zubair. Masjid ini tidak memekai paku. Usuk dan rengnya hanya ditumpukan pada sebuah lubang untuk pengerat.

Keanehan masjid Belitung juga dilambangkan pada sebuah ikan Lele yang berwarna putih yang terletak di kolam yang tidak jauh dari masjid. Dahulu ketika bangunannya tidak memakai paku, lele putih tersebut masih tetap nampak. Namun setelah masjid tersebut sudah direnovasi sebagai mana masjid-masjid yang lain ikan Lele tadi tidak nampak lagi. Subhanallah. Sungguh kejadian ini pernah dialami oleh Syaikhina Maimoen Zubair sendiri.

Leluhur Syaikhina Maimoen Zubair zaman dahulu sering Jum'atan di masjid Belitung. Beliau berasal dari madura, belaiu adalah kyai Usmant bin kyai Ya'qub bin kyai Ma'ruf bin kyai Shamad bin kyai Abdurrafiq bin kyai Abdul Mufid.



Cerita santri dari pengajian KH. Maimoen Zubaer
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger