Hukum ziarah bagi
seorang wanita adalah makruh, dengan catatan saat melaksanakan ziarah itu ia
tidak melanggar ketentuan-ketentuan syari’at. Namun jika ia berziarah, misalnya,
dengan membuka aurat yang diharamkan, atau melanggar ketentuan-ketentuan lain
yang diharamkan, haram atas wanita, baik berziarah maupun mengiringi jenazah.
Dan bagi wanita yang dapat menutup auratnya dan memenuhi
persyaratan safar, disunnahkan menziarahi kubur Rasulullah SAW. Demikian pula
kubur nabi-nabi yang lainnya atau dari kalangan ulama dan shalihin.
Jadi, agama tidak melarang. Hanya saja hukumnya makruh bagi
wanita. Dimakruhkannya wanita untuk berziarah karena prosesi ziarah itu
berpotensi menjadi ajang bagi mereka menumpahkan tangisnya, sedangkan kita sama
mengetahui bahwa perasaan wanita itu lembut, sehingga mudah menangis, bahkan
dikhawatirkan menjadi berkeluh kesah atau kurangnya rasa sabar lantaran
menderita kesukaran.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah melalui seorang wanita
yang sedang menangis di sisi kubur anaknya, beliau bersabda, “Bertaqwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah.” (HR
Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas terlihat, Rasulullah SAW mengingatkan
wanita yang tengah menangis di sisi kubur anaknya itu agar tetap taqwa kepada
Allah SWT dan tetap bersabar. Rasulullah SAW mengingatkan demikian agar tidak
sampai keluar dari lisan wanita itu kalimat-kalimat yang keliru menyikapi
takdir yang ia terima.
Namun demikian, hadits di atas tetap saja mengindikasikan
bahwa ziarah bagi seorang wanita tidaklah dilarang, sebab kalau memang demikian
tentu Rasulullah SAW mencegah wanita itu dari berziarah.
Sebuah hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Ummi Athiyyah
menyebutkan, “Kami kaum wanita dilarang mengiringi (mengantar) jenazah
dan tidak dikerasi larangan itu atas kami.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Tujuan seseorang
berziarah itu bermacam-macam. Ada yang untuk mengingat kematian, yang pasti
akan datang. Ada yang untuk mengambil keberkahan dari orang-orang shalih. Adakalanya
pula untuk menunaikan hak. Menziarahi orangtua-orangtua kita termasuk kategori
tujuan berziarah yang terakhir, yaitu untuk tujuan memenuhi hak mereka sebagai
orangtua.
Berbagai tujuan berziarah itu sebagaimana dinyatakan oleh
Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam Nashaih al-’Ibad:
“Dan ziarah kubur itu adakalanya untuk semata-mata
mengingat mati dan akhirat, maka adalah ia dengan melihat pekuburan-pekuburan
tanpa mengetahui penghuni-penghuni kubur itu, walaupun pekuburan orang-orang
kafir. Atau untuk seumpama berdoa, maka disunnahkan bagi kubur tiap muslim.
Atau untuk mengambil keberkahan, maka disunnahkan bagi kubur orang baik-baik.
Atau untuk menunaikan hak, seperti kubur teman dan orangtua.”
Habib Segaf bin
Hasan Baharun
Posting Komentar