Ketahuilah bahwa jiwa manusia
mencintai kedudukan yang tinggi melebihi orang lain. Dari sinilah timbul sifat
sombong dan hasad, akan tetapi orang-orang yang berakal akan berlomba untuk
mendapatkan kedudukan yang tinggi yang kekal dan langgeng di sisi Allah,
mendapatkan ridlaNya dan membenci kedudukan tinggi yang fana dan bersifat
sementara, tetapi disertai dengan kemurkaan Allah dan kebencianNya, rendah dan
jauh dariNya.
Ambisi untuk mendapatkan kedudukan
tinggi di dunia adalah perbuatan tercela yang mengakibatkan kecongkakan dan
kesombongan di muka bumi. Sedangkan ambisi untuk mendapatkan kedudukan tinggi
di sisi Allah adalah hal yang terpuji. Allah berfirman:
وَفيِ ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ
الْمُتَنَافِسُونَ
"Dan untuk yang demikian itu
hendaknya orang berlomba-lomba" [al-Muthaffifiin: 26]
Untuk mendapatkan kedudukan yang
tinggi di akhirat diperintahkan untuk berlomba-lomba dan berambisi terhadapnya,
dengan jalan berusaha berjalan di atas rel-relnya, tidak boleh merasa puas
dengan rangking terakhir padahal ia mampu meraih rangking teratas.
Adapun kedudukan tinggi di dunia,
maka di akhirat akan berakibat penyesalan dan kerugian serta kehinaan dan
kerendahan yang akan dirasakan oleh orang yang berambisi. Maka yang
disyari’atkan dalam hal ini adalah menghindar dan zuhud terhadapnya.
Muhammad bin Sulaiman, seorang
gebernur Bashrah datang menemui Hammad bin Salamah. Gubernur itu duduk di hadapan
Hammad lalu bertanya: “Wahai Abu Salamah, mengapa setiap kali saya memandangmu,
saya gemetar segan kepadamu ?”
Beliau menjawab: “Karena seorang alim apabila
menghendaki ridla Allah dengan ilmunya, maka segala sesuatu akan takut
kepadanya, apabila ia menginginkan untuk memperbanyak harta dengan ilmu, maka
ia takut kepada segala sesuatu”.
Barangsiapa sibuk membina dirinya
untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dengan jalan mengenal
Allah, takut kepadaNya, cinta kepadaNya, selalu merasa dalam pengawasanNya,
tawakkal, ridla dengan takdirNya, merasa tentram dan rindu kepadaNya, dia akan
sampai kepadaNya dan dia tidak akan perduli dengan kedudukan yang tinggi di
sisi manusia. Meskipun demikian, Allah akan memberikan kedudukan yang tinggi di
mata manusia, dan mereka hormat kepadanya, padahal dia sendiri tidak
menginginkan hal tersebut, bahkan lari menjauhinya dan khawatir kalau
kehormatan dunia ini bisa memutuskan jalannya menuju ridla Allah. Allah
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
"Sesungguhnya orang-orang
beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam
(hati) mereka kasih sayang. [Maryam : 96]
Dan dalam sebuah hadits yang
shahih:
إِذَا أَحَبَّ الهُa الْعَبْدَ
نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ الهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحْبِبْهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ
فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ الهَa يُحِبُّ فُلاَنًا
فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي
اْلأَرْضِ
"Sesungguhnya jika Allah
mencintai seorang hamba, Dia berfirman: “Wahai jibril Aku mencintai si Fulan,
maka cintailah dia!” lalu Jibrilpun mencintainya. Lalu jibril berseru kepada
penduduk langit: Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia!”,
maka penduduk langitpun mencintainya. Kemudian dia di karuniai dengan
diterimanya di muka bumi". [HR. Bukhari no. 3037, 5693,7047 dan Shahih
Muslim no. 2637]
Kesimpulannya mencari kehormatan
akhirat akan mendapatkan kehormatan akhirat plus kehormatan dunia, meskipun ia
tidak menginginkan dan tidak mencarinya. Sedangkan mencari kehormatan dunia
tidak akan bertemu dan tidak akan mungkin berkumpul dengan kehormatan akhirat. Orang yang bahagia adalah orang
yang lebih mengutamakan akhirat yang kekal dibandingkan dengan dunia yang fana.
Disarikan dari kitab:
Syarhun wa bayanun lihaditsi “Maa Dzi’baani Ja’iaani”
Posting Komentar