Harta merupakan
sesuatu yang amat dibutuhkan manusia dalam hidup ini. Karena itu, Allah SWT
memerintahkan kita untuk mencarinya dengan cara-cara yang halal dan
menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Karenanya pertanggungjawaban dalam kaitan
dengan harta tidak hanya dari sisi mencari atau mendapatkannya tapi juga
bagaimana menggunakannya. Penggunaan harta sedapat mungkin dengan melakukan
penghematan.
Meskipun harta sudah
kita cari dengan susah payah yang berarti kita punya hak memiliki sepenuhnya,
dalam penggunaannya tetap harus kita lakukan penghematan meskipun untuk
memenuhi kebutuhan pokok, karena itu, Islam tidak membenarkan penggunaan harta
secara boros, yakni menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar menurut
Allah SWT dan Rasul-Nya, karena pemborosan merupakan kebiasaan syaitan yang
sangat merugikan manusia, harta akan cepat habis sementara kebiasaan berlebihan
menjadi sangat sulit untuk ditinggalkan meskipun dia tidak memiliki harta yang
cukup, karenanya sikap ini harus dijauhi.
Allah SWT berfirman: Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat
ingkar kepada Tuhannya (QS Al-Isra/17:26-27).
Membuang-buang
harta dapat kita pahami dalam bentuk menggunakan harta untuk membeli atau
melakukan sesuatu yang bisa merusak akhlak, baik akhlak diri sendiri, keluarga
maupun masyarakat.
3. Terlalu Banyak
Bertanya
Salah
satu cara untuk mendapatkan ilmu dan memperoleh penjelasan yang luas tentang
suatu persoalan adalah bertanya kepada orang yang menguasai masalah yang hendak
kita tanyakan. Karenanya para sahabat sering bertanya kepada Rasulullah SAW,
bahkan dengan sebab bertanya tidak sedikit ayat yang diturunkan untuk menjawab
pertanyaan mereka.
Namun
ketika masalah yang hendak ditanyakan sudah jelas jawabannya, atau apa yang
ditanya sudah dijawab dengan jelas, tidak perlu lagi hal itu ditanyakan, karena
persoalan yang sudah jelas harus segera diamalkan, bukan ditanya-tanya lagi.
Hal ini hanya akan menyulitkan si penanya sendiri. Tidak sedikit persoalan yang
sudah jelas menjadi kabur karena ditanyakan lagi atau persoalan yang mudah
mengamalkannya menjadi sulit karena ada tambahan penjelasan yang semakin tidak
jelas.
Sejarah
telah mencatat bagaimana umat Nabi Musa as yakni Bani Israil yang banyak tanya
sehingga menyulitkan mereka sendiri untuk melaksanakan perintah Allah SWT.
Ketika
itu mereka diperintah untuk menyembelih sapi betina, perintah yang sangat
jelas, tapi mereka merasa terhina, karena sapi itu selama ini mereka agungkan,
mereka mengatakan: Apakah engkau hendak menjadikan kami buah ejekan?”.
Karenanya Nabi Musa menyatakan: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi
salah seorang dari orang-orang yang jahil”.
Mereka
akhirnya banyak bertanya, mulai dari sapi betina yang bagaimana, lalu
dijelaskan sapi betina yang tidak tua tapi juga tidak muda. Lalu mereka
bertanya lagi apa warnanya. Dijelaskan lagi bahwa warnanya kuning, kuning tua
dan menyenangkan orang yang memandangnya.
Mereka
masih bertanya lagi tentang hakikat sapi itu. Lalu dijelaskan bahwa sapi betina
itu yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak cacat dan tidak ada belangnya.
Setelah
mendapat penjelasan itu, mereka semakin sulit untuk melaksanakan perintah,
karena tidak gampang menjadi sapi seperti yang digambarkan itu. Meskipun
akhirnya dilaksanakan juga, tapi kesulitan melaksanakan perintah amat mereka
rasakan disebabkan terlalu banyak bertanya apa yang sebenarnya sudah jelas.
Kisah tentang ini bisa kita baca pada surat Al Baqarah/2:67-71).
Setelah
memahami apa saja yang tidak disukai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, maka setiap
kita berusaha untuk menjauhinya.
Ust.
Drs. H. Ahmad Yani
Posting Komentar