Di dalam surat Yunus ayat 99 dan
100, Allah berfirman: Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman
semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya. Dan tidak ada
seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan
kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
Memang banyak sekali
ungkapan-ungkapan di dalam Alquran yang disandarkan pada akal kita. Sehingga
kedudukan akal ini sangat penting di dalam Alquran. Sehingga Imam Abu Hassan Al
Bawadi berkata, setiap keutamaan, pasti ada basisnya. Setiap adab, pasti ada
sumbernya. Dan basis dari keutamaan serta sumber dari adab itu adalah akal yang
oleh Allah dijadikan pangkal dan pilar agama.
Oleh karenanya, Allah menetapkan
beban kewajiban yang dikaitkan dengan kesempurnaan akal. Misalnya, amal ibadah
yang tidak diperhitungkan pada saat kita belum akhil baligh. Artinya ada massa
yang ketika itu, manusia akalnya belum sempurna. Begitu akhil baligh, manusia
sudah mulai mempertanggung jawabkan segala tindakannya sehingga bisa dinilai
dan dicatat kebaikan dan keburukannya.
Kewajiban-kewajiban agama ini tidak
akan berlaku pada orang-orang yang tidak berakal atau hilang akalnya. Jadi,
beban kewajiban itu dikaitkan dengan kesempurnaan akal.
Kemudian, kita melihat bahwa Allah
mempererat hubungan antar makhluknya, meskipun keinginan dan kepentingannya
berbeda, karena mereka menggunakan akal. Bila tidak, tentunya yang kuat akan
menggilas yang lemah. Namun, pada kenyataannya ada toleransi sehingga bisa
dipersatukan. Hal ini disebabkan lantaran ada akal.
Hukum dunia ini juga diatur oleh
hukum-hukum akal. Di dalam Biologi, Fisika, dan Ilmu Kebumian. Semuanya bisa
dijelaskan secara ilmiah. Demikian tingginya kedudukan akal. Sehingga bila akal
diibaratkan sebagai sebuah barang, kita bisa melihat akan sangat berbeda dengan
barang-barang bersifat nilai ekonomi yang kita kenal.
Menurut hukum Ekonomi, bila barang
tersedia dalam jumlah yang banyak, akan berharga murah. Hal ini berbeda dengan
akal yang bila tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya akan sangat mahal.
Ada beda pendapat di antara ulama
mengenai letak akal. Sebagian ulama, seperti imam Abu Hanifah dan imam Ahmad bin
Hamdan, menyatakan bahwa akal itu ada di otak. Sebagian ulama lainnya, seperti
imam Syafi’i, imam Malik, dan beberapa ulama lainnya, menyatakan bahwa akal itu
ada di hati. Dia memberikan sinar kepada otak.
Ulama yang berpendapat bahwa akal
adanya di hati, mengambil dasar beberapa ayat-ayat Alquran, beberapa di
antaranya adalah:
Surat Al-Hajj ayat 46: Lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami.
Surat Qaaf ayat 37: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati.
Surat Yassin ayat 70: Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.
Jadi, kita tidak melihat bahwa akal
itu semata-mata ada dalam otak. Sehingga belum tentu bila otaknya rusak,
akalnya hilang. Kadang-kadang kita tidak pernah tahu bila hatinya masih jalan.
Misalnya saja orang yang terkena penyakit stroke. Kemudian ada kerusakan di
dalam syaraf-syaraf otaknya sehingga secara kasat mata, ada memorinya yang
berkurang. Tetapi mata hatinya belum tentu hilang.
Ust. Edwan Kardena
Posting Komentar