Utang puasa Ramadhan sebanyak apapun itu wajib
diqadha. Pasalnya, puasa Ramadhan itu sendiri hukumnya wajib. Selagi puasa wajib itu belum ditunaikan, maka kewajiban itu masih menjadi
tanggungannya. Hal ini dijelaskan oleh Imam Al-Haramain sebagai berikut:
والأمر استدعاء الفعل بالقول ممن هو دونه على سبيل الوجوب… وإذا
فعل يخرج المأمور عن العهدة
Artinya, “Perintah (Allah) adalah tuntutan melalui ucapan untuk melakukan
sesuatu terhadap pihak yang lebih rendah serta bersifat wajib… Bila perintah
itu sudah dikerjakan, maka pihak yang diperintah keluar dari beban perintah
tersebut,” (Lihat Imam Al-Haramain, Al-Waraqat, [Surabaya, Maktabah
Ahmad bin Sa’ad Nabhan wa Awladuh: tanpa catatan tahun], halaman 9-10).
Lalu bagaimana kalau lupa berapa hari puasa Ramadhan ditinggalkan?
Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menyarankan agar orang yang lupa jumlah utang
puasanya memperbanyak puasa sunah dengan niat mengqadha utang puasa Ramadhan.
Syekh Ibnu Hajar melalui fatwanya menarik persoalan puasa ini dari masalah
wudhu sebagai keterangan berikut:
وَيُؤْخَذُ مِنْ مَسْأَلَةِ الْوُضُوْءِ هَذِهِ أَنَّهُ لَوْ شَكَّ
أَنَّ عَلَيْهِ قَضَاءً مَثَلاً فَنَوَاهُ إِنْ كَانَ وَإِلاَّ فَتَطَوَّعَ
صَحَّتْ نِيَّتُهُ أَيْضًا وَحَصَلَ لَهُ الْقَضَاءُ بِتَقْدِيْرِ وُجُوْدِهِ بَلْ
وَإِنْ بَانَ أَنَّهُ عَلَيْهِ وَإِلاَّ حَصَلَ لَهُ التَّطَوُّعُ كَمَا يَحْصُلُ
فِيْ مَسْأَلَةِ الْوُضُوْءِ إِلَى أَنْ قَالَ: وَبِهَذَا يُعْلَمُ أَنَّ
اْلأَفْضَلَ لِمُرِيْدِ التَّطَوُّعِ بِالصَّوْمِ أَنْ يَنْوِيَ الْوَاجِبَ إِنْ
كَانَ عَلَيْهِ وَإِلاَّ فَالتَّطَوُّعَ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ إِنْ
كَانَ.
Artinya, “Dari masalah wudhu ini (kasus orang yang yakin sudah hadats dan ragu
sudah bersuci atau belum, lalu ia wudhu dengan niat menghilangkan hadats bila
memang hadats, dan bila tidak maka niat memperbarui wudhu, maka sah wudhunya)
bisa dipahami bahwa jika seseorang ragu punya kewajiban mengqadha puasa
misalnya, lalu ia niat mengqadhanya bila memang punya kewajiban qadha puasa,
dan bila tidak maka niat puasa sunah, maka niatnya itu juga sah, dan qadha
puasanya berhasil dengan mengira-ngirakan memang wajib mengqadha. Bahkan bila
memang jelas wajib mengqadha.
Bila tidak (ada kewajiban qadha), maka ia
mendapat pahala puasa sunah seperti halnya dalam masalah wudhu... Dengan
demikian diketahui, bahwa orang yang ingin berpuasa sunah sebaiknya berniat
mengqadha puasa wajib bila memang ada kewajiban mengqadha. Bila tidak (ada
kewajiban), maka puasanya bernilai puasa sunah. Hal ini dilakukan agar
menghasilkan qadha bila memang punya kewajiban qadha,” (Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa
Al-Fiqhiyatul Kubra, (Beirut, Darul Fikr: 1984 M/1493 H), jilid II, halaman
90).
Dari keterangan Syekh Ibnu Hajar ini, kita dapat menarik simpulan bahwa orang
yang memiliki utang puasa lalu ingin memperbaiki diri di hadapan Allah
sebaiknya memperbanyak puasa sunah dengan niat qadha puasa Ramadhan.
Hasil Bahtsul Masail PCINU Belanda

Posting Komentar