Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Rok Mini Vs Jilbab (Tanggapan Atas Kasus Perkosaan di Angkutan Umum)

Rok Mini Vs Jilbab (Tanggapan Atas Kasus Perkosaan di Angkutan Umum)

Wahai anak gadis, engkau makhluk mulia yang diciptakan oleh Yang Maha Mulia, karenanya janganlah kau rendahkan kemuliaanmu dengan mencampakkan ketaatanmu padaNya.

Nak, kenakan pakaian ketaatanmu, tutupi auratmu, jangan pernah kamu obral pahamu dengan rok mini, jangan pernah kau kenakan pakaian yang memperlihatkan auratmu dari jenis celana panjang, baju ketat, baju transparan, celana pendek ataupun hot pants, kecuali itu untuk suamimu yang berhak.

Kenakan jilbabmu, tutupi perhiasanmu di depan semua orang yang bukan muhrim, meski jika semua lelaki telah kehilangan selera terhadap perempuan, jangan pernah kau pakai rok mini, meski jika negara ini telah menjamin tidak ada lagi pemerkosa berkeliaran di jalanan mencari kesempatan dan mangsa yang lemah, jangan pernah pakai rok mini, apalagi bikini.

Wahai bidadari buah hati darah dagingku, kapanpun, di manapun, selama masih termaktub perintah dalam Al Kitab Al karim, jangan pernah khianati ketaatan pada PemilikMu..

Seruak rasa sedih tersebut hadir dari hati salah seorang ibu dari seorang gadis metropolitan yang akan berangkat bekerja di pagi hari. Melihat kenyataan di negeri ini yang juga baru saja kita lihat dan marak berseliweran di media massa. Kasus pemerkosaan di tempat umum dan transportasi publik karena terpancingnya nafsu birahi yang diantaranya karena umpan pakaian yang tidak semestinya. Bahkan ada pernyataan yang cukup mengejutkan dari public figure, “pengguna rok mini, layak diperkosa”, yang juga ditanggapi oleh salah satu artis papan atas yang menyatakan bahwa “Rok mini adalah hak asasi perempuan, maka saya akan tetap mengenakannya”. Kira-kira seperti itulah, Na’udzubillah.

Seorang muslimah memiliki adab sendiri dalam etika berpakaian yang telah diatur oleh Al Quran. Menutup aurat di depan non muhrim adalah wajib. Bagi seorang laki-laki maka mengendalikan pandangan adalah kewajiban.

Allah SWT Yang Maha Bijaksana telah memberikan aturan sedemikian rupa tentang bagaimana seorang wanita Islam memerankan tak hanya kewanitaannya, tapi juga status kemuslimahannya dalam kehidupan. Ada ketaatan-ketaatan yang seharusnya dijalani semata bukan karena mengikuti arus lingkungan yang membentuk pribadinya menjadi wanita taat, tapi ruh ketaatan yang pada hakikatnya harus mengerti mengapa dan untuk apa kita melakukannya begitu. Sadar saja tidak cukup tanpa diiringi kepahaman, pun sebaliknya kefahaman juga butuh kesadaran dalam muara keikhlasan melakukan atau meninggalkan ketetapan aturan.

Di zaman yang dengan begitu mudah informasi dan pengetahuan apapun diakses, tentunya kita semua telah mengetahuinya bagaimana Islam mengatur cara seorang muslimah berpakaian. Batasan-batasan syar'i pakaian seperti apa yang dimaksud pakaian takwa pun telah "disepakati" bersama. Tidak tipis dan transparan dalam artian tanpa dobelan ketika memakai, tidak membentuk lekuk tubuh dalam konteks pakaian sempit/mempet dan tetap fungsi utamanya adalah sebagai pakaian takwa, bukan hiasan tubuh hingga atas nama hiasan itu seseorang menjadi begitu antusias update mode pakaian. Dan masih ada beberapa persyaratan lagi.

Syarat, menjadi tolak ukur benar tentang ketepatan syar'i tidaknya seorang muslimah mengenakan pakaian. Sehingga dalam hal ini, memenuhi semua syarat menjadi suatu kemutlakan. Pun tak perlu berdebat tentang muslimah yang pakainnya syar'i tapi hatinya masih kotor, sehingga argumen pembenaran ini muncul, "yang penting jilbabi dulu hatinya." Karena jelas ketetapan perintah itu, bahwa semua bagian fisik wajib ditutupi kecuali muka dan telapak tangan. Ini perintah yang sangat jelas, tentang bagaimana seorang muslimah memperlakukan fisiknya. Sementara hati adalah konteks lain yang tentunya juga harus diperhatikan.


Namun, masalah baru pun menemukan ruangnya untuk hadir, ketika menutup aurat bagi seorang muslimah hanya difahami sebatas perintah yang harus ditaati. Ketika hanya sebatas mampu menjawab tanya "mengapa harus menutup aurat?" dengan jawaban "karena sudah selayaknya seorang wanita Islam melakukannya begitu, dalilnya jelas dan menjadi kewajiban yang kalau dilanggar berarti dosa".

Mari kita telisik lebih dalam. Tidak ada yang salah dengan alasan memenuhi kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah, karena memang demikian adanya. Namun, ketika itu hanya difahami sebagai sebuah kewajiban tanpa adanya upaya mengkaji dan mengetahui lebih dalam mengapa Allah SWT yang Maha Penyayang menginginkannya begitu, secara tidak disadari, barangkali seorang muslimah hanya menghargai jilbab sekedar penutup kepala. Padahal, ada nilai lain mampu menjadi karekter kuat alasan jilbab menjadi sesuatu yang patut di pertahankan sesuai syari'at. Sehingga diujungnya, sebuah kesimpulan hadir dari kepahaman dan kesadaran diri, bahwa menjadi muslimah adalah anugerah yang tak hanya harus disyukur tapi juga dijaga oleh diri sendiri.

Jilbab, bukan hanya sekedar penutup kepala dan tubuh saja. Tapi adalah juga suatu kehormatan dan harga diri yang tak ternilai dari seorang muslimah. Ya, kehormatan dan harga diri, yang dalam hubungan sosial menjadi hal yang sensitif . Sehingga jika demikian seorang muslimah memberi nilai dan arti pada jilbabnya, maka tak ada lagi "tawar menawar" syarat menutup aurat dengan berderet alasan logis namun dangkal dan menjerumuskan.

Bukankah Allah SWT telah begitu luar biasa memberikan penjagaan terhadap muslimah agar tidak mudah diganggu dengan perintah diwajibkannya menutup aurat? Dan sungguh, betapa Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

"Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab 33; 59)



Beberapa diambil dari tulisan Rifatul Farida plus ilustrasi singkat dari Admin
Adv 1
Share this article :

+ comments + 2 comments

Anonim
9 Maret 2013 pukul 06.17

Tp kenapa yg jd korban sopir angkot justru yg berpakaian biasa bahkan cenderung tertutup, korban terakhir yg lompat dari angkot justru berjilbab.

30 April 2013 pukul 17.53

Ya begitulah hawa nafsu

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger