Pada dasarnya mayoritas umat Islam di Nusantara
menyelenggarakan jamaah shalat Jum’at dengan mengumdangkan adzan dua kali
menjelang khutbah. Tetapi ada juga suatu kelompok yang mencukupkan adzan satu
kali, yaitu ketika khatib sudah duduk di atas mimbar. Sementara umat Islam yang
mengumandangkan adzan dua kali, biasanya adzan yang pertama dilakukan ketika
sudah masuk waktu dzuhur, dan adzan yang kedua ketika khatib sudah duduk di
atas mimbar. Permasalahannya sekarang adalah, mengapa bisa terjadi perbedaan
tersebut?
Semuanya bersumber dari riwayat dalam kitab-kitab hadits
bahwa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khalifah Abu Bakar
dan Khalifah Umar bin Khathab –radhiyallahu ‘anhuma-, adzan menjelang shalat
Jum’at hanya dilakukan sekali saja. Tetapi pada masa Khalifah Utsman bin Affan
radhiyallahu ‘anhu, penduduk Kota Madinah semakin banyak, dan tentu saja
kota-kota yang lain juga demikian. Nah untuk mengantisipasi keterlambatan umat
Islam menghadiri shalat Jum’at, beliau memerintahkan para mua’dzdzin untuk
mengumandangkan adzan dua kali.
Ijtihad ini beliau lakukan karena melihat
masyarakat Muslim sudah mulai banyak dan tempat tinggalnya berjauhan. Sehingga
dibutuhkan satu adzan lagi untuk memberi tahu bahwa shalat Jum'at hendak
dilaksanakan. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya sebagai berikut:
ﻋَﻦِ ﺍﻟﺴَّﺎﺋِﺐِ ﺑْﻦِ ﻳَﺰِﻳْﺪَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﻛَﺎﻥَ
ﺍﻟﻨِّﺪَﺍﺀُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺃَﻭَّﻟَﻪُ ﺍِﺫَﺍ ﺟَﻠَﺲَ ﺍﻻِﻣَﺎﻡُ ﻋَﻠﻰ ﺍﻟْﻤِﻨْﺒَﺮِ ﻋَﻠﻰَ
ﻋَﻬْﺪِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺃَﺑِﻲْ ﺑَﻜْﺮٍ ﻭَﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ
ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥُ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﻛَﺜُﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺯَﺍﺩَ
ﺍﻟﻨِّﺪَﺍﺀَ ﺍﻟﺜَّﺎﻟِﺚَ ﻋَﻠﻰ ﺍﻟﺰَّﻭْﺭَﺍﺀِ ﻭَﻫِﻲَ ﺩَﺍﺭٌ ﻓِﻰ ﺳُﻮْﻕِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳْﻨَﺔِ .
ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺍﻟْﺒُﺨَﺎﺭِﻱُّ
“Sa’ib bin Yazid berkata: “Pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan Jum’at pada mulanya dilakukan
setelah imam duduk di atas mimbar. Kemudian pada masa Utsman, dan masyarakat
semakin banyak, maka menambah adzan ketiga di atas zaura’, yaitu nama rumah di
pasar Madinah,” (HR. Bukhari).
Hadits shahih menjelaskan, bahwa pada masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khalifah Abu Bakar dan Umar, adzan Jum’at
dikumandangkan setelah khathib duduk di atas mimbar. Akan tetapi, pada masa
Khalifah Utsman, ketika masyarakat semakin banyak dan tempat tinggal mereka
berjauhan, beliau menambah adzan yang ketiga, yaitu adzan setelah masuknya
waktu zhuhur di atas Zaura’, di pasar kota Madinah. Sedangkan adzan selanjutnya
adalah adzan ketika khathib sudah duduk di atas mimbar, dan iqamah ketika
khathib selesai membaca khutbah dan menjelang shalat Jum’at. Berdasarkan hadits
tersebut, para ulama menganjurkan adzan shalat Jum’at dilakukan dua kali.
Al-Imam Zainuddin al-Malibari, berkata dalam kitab Fathul Mu'in, sebagai
berikut:
ﻭَﻳُﺴَﻦُّ ﺃَﺫَﺍﻧَﺎﻥِ ﻟِﺼُﺒْﺢٍ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﻔَﺠْﺮِ ﻭَﺁﺧَﺮُ
ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻓَﺈِﻥ ﺍﻗَﺘَﺼَﺮَ ﻓَﺎﻷَﻭْﻟَﻰ ﺑَﻌْﺪَﻩُ، ﻭَﺃَﺫَﺍﻧَﺎﻥِ ﻟِﻠْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ
ﺑَﻌْﺪَ ﺻُﻌُﻮْﺩِ ﺍﻟﺨَﻄِﻴْﺐِ ﺍﻟﻤِﻨْﺒَﺮَ ﻭَ ﺍْﻷَﺧَﺮُ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻗَﺒْﻠَﻪُ .
"Disunnahkan adzan dua kali untuk shalat Shubuh, yakni
sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang
utama dilakukan setelah fajar. Dan sunnah dua adzan untuk shalat Jum'at. Salah
satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain sebelumnya". (Fath
al-Mu'in: 15)
Meskipun adzan tambahan Khalifah Utsman tersebut tidak
pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan
tetapi para sahabat yang hidup pada masa tersebut tidak ada yang
mengingkarinya. Sebagian ulama, dalam membenarkan ijtihad Khalifah Utsman
tersebut, menganalogikannya dengan adzan shubuh, yang dilaksanakan dua kali
sejak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dijelaskan
oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih
al-Bukhari (juz 3 hal. 45).
Ust. Idrus Ramli
Posting Komentar