Sabda Nabi SAW, "Hati-hati kalian
dari sifat hasud, sungguh hasud itu dapat `memakan` (pahala) kebaikan seperti
api yang melahap kayu bakar."
Sifat hasud adalah keinginan buruk terhadap orang lain yang sedang mendapat
kenikmatan, agar kenikmatan orang lain itu menjadi luntur, hancur atau hilang,
dan dapat beralih kepada dirinya.
Sifat hasud sering kali mendorong pemiliknya untuk berbuat apa saja, bahkan
menghalalkan segala cara, demi kehancuran orang yang dihasudi.
Sering terdengar ada seorang yang hasud kepada tetangganya, entah itu di
perkampungan, pertokohan, perkantoran maupun di pasar dan sebagainya, yang mana
si hasud ini dalam melancarkan aksinya sampai menggunakan bantuan dukun atau
ilmu sihir.
Hal itu dilakukan demi terpenuhi ambisinya dalam menjatuhkan `lawan` yang
dihasudi. Biasanya, cara yang sering digunakan dalam memulai aksinya, adalah
menjadikan sang `lawan` sebagai bahan pergunjingan, misalnya dengan cara mencari-cari
kesalahannya, bahkan terkadang mengada-ada serta memberi bumbu penyedap
omongan.
Jika cara itu dirasa belum cukup, maka mulailah melancarkan serangan fisik
sedikit demi sedikit, hingga melakukan hal-hal yang dapat membahayakan
keselamatan jiwa `lawannya`, namun umumnya, dilakukan secara sembunyi-sembunyi hingga susah dilacak sumbernya. Jika cara licik ini masih dianggap kurang memadai, maka si hasud tidak
segan-segan menggunakan ilmu sihir atau meminta bantuan dukun. Biasanya, si pelaku berusaha menampakkan kebaikan kepada orang lain termasuk
kepada `lawannya`, dengan tujuan agar kelakuannya tidak terdeteksi.
Sifat hasud seringkali bergandengan dengan sifat dengki. Sedangkan dengki
adalah perilaku permusuhan terhadap orang lain, baik yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dengan tanpa alasan yang dibenarkan
oleh syariat.
Jadi orang yang memiliki sifat dengki dan hasud ini, termasuk orang yang
berakhlaq buruk. Menurut Nabi SAW keburukan sifat dengki dan hasud, dapat mengurangi perolehan
pahala dari kebaikan yang pernah dilakukan sebelumnya.
Dalam kata mutiara juga diungkapkan Alhasuud la yasuud, orang yang bersifat
hasud itu tidak layak memimpin. Karena sifat buruk hasud tersebut akan menjadi
penyebab perpecahan dan kehancuran dalam tubuh anggotanya.
Betapa nistanya sifat hasud ini. Karena itu alangkah keliru jika ada seorang
muslim yang sengaja `memelihara` dan `melestarikan` sifat hasud pada dirinya. Ada cara bagi seorang muslim yang ingin belajar mengendalikan diri tatkala
dirinya akan diterpa penyakit hasud. Yaitu mengamalkan ajaran Nabi SAW yang
bernama Ghibthah.
Sedangkan maksud ghibthah adalah seperti berikut: Seseorang yang melihat pihak
lain mendapat kenikmatan, misalnya mendapat pekerjaan yang mapan, lantas orang
tersebut mengatakan dalam dirinya : Saya ingin seperti dia, bisa sukses dalam
pekerjaannya, dan semoga dia tetap berjaya bahkan mendapatkan tambahan rejeki
lebih, dan mudah-mudahan saya bisa mendapatkan pula rejeki seperti yang dia
dapatkan.
Pemilik sifat ghibthah tidak menginginkan orang lain yang dighibthahi menjadi
hancur, bahkan sebaliknya bisa saja menjadika mitra kerja dalam menggapai
kesuksesan bersama, terlebih jika dinilai dapat saling mengisi dan melengkapi
serta menguntungkan.
Dari Pembaca di Jekulo Kudus
Posting Komentar