Kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW selalu menarik perhatian terutama bagi saintis. Berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan digali untuk menyingkap misteri disekitar perjalanan Rasulullah SAW pada waktu malam hari dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsa, perjalanan beliau yang dinamai Isra’. Demikian pula perjalanan Beliau dari Masjidil Aqsa dengan naik tangga ke langit pertama, kedua dan seterusnya, sampai langit ke tujuh kemudian ke Shidratul Muntaha perjalanan Beliau yang dinamai Mi’raj. Ada dua hal yang bisa dipermasalahkan.
Pertama apakah perjalanan Isra’ dan Mi’raj yang Beliau jalani dengan badan dan ruh atau dengan ruh Beliau saja ?
Kedua, dimana letak tujuh lapis langit yang Beliau arungi ? Apakah itu di sistem tata surya kita dengan planet – planet Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto ? atau diluar sistem tata surya kita, atau di galaksi kabut susu, atau di galaksi yang lain, misalnya di galaksi Andromeda. Ataukah sama sekali di luar alam semesta yang kita hayati ini ?
Sebagian besar umat Islam berpendapat, bahwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah SAW dilaksanakan dengan ruh dan badan. Alasan mereka ialah, bahwa Rasulullah SAW menceritakan kisah itu tidak menyebut – nyebut, bahwa Beliau melakukan perjalanan itu hanya dengan ruh. Dan seandainya itu melakukan perjalanan itu dengan ruh saja, niscaya orang – orang kafir tidak mempersoalkan jarak yang demikian jauh dapat dilakukan kurang dari satu malam. Sebagian umat berpendapat, bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan Isra’ dan Mi’raj dengan ruh Beliau, sedang badan Beliau tetap di Mekkah. Mereka berpendapat orang dapat mengeluarkan ruh dari badannya.
Memang ada dikemukakan kasus – kasus seperti itu. meskipun cerita – cerita tentang orang yang dapat mengeluarkan badan ruhaninya atau badan halusnya dari badan jasmaninya tercatat beberapa macam, tetapi kebenaran cerita – cerita itu masih belum sampai pada penelitian ilmiah yang dapat dipercaya dalam dunia sains.
Antara lain suatu kisah tentang orang yang mengalami operasi. Ketika dibius, dia merasa ringan dan terbang ke atas. Dia melihat badan jasmaninya mengalami operasi. Ruh yang sudah keluar dari jasmani kasar melayang keluar rumah sakit sampai pada kompleks pertokoan. Di situ dia melihat seorang kawan sedang berhenti berjalan di muka toko sepatu dan melihat – lihat di etalase. Ruh itu kemudian terbang kembali memasuki jasmani kasarnya. Ketika di cek, kawan yang dilihat berdiri di muka toko sepatu itu cocok dengan pengamatannya, yakni hari, dan waktunya. Ini dianggap suatu bukti bahwa badan halus mampu keluar dari badan kasarnya. Wallahu’alam bish shawab.
Masalah yang kedua menyangkut tempat Rasulullah SAW melakukan Mi’raj ke langit pertama, kedua, ketiga, sampai langit ke tujuh, bahkan kemudian naik sampai ke Shidratul Muntaha. Perkembangan ilmu astronomi sudah sampai kepada wujudnya galaksi – galaksi selain galaksi kabut susu tempat system tata surya kita.
Interpretasi mengenai tempat Mi’raj Nabi Muhammad SAW mengalami kebingungan. Bila dikatakan Nabi Muhammad SAW hanya mengarungi planet Pluto, yakni planet yang posisinya paling jauh dari matahari, itu terlampau dekat bagi perjalanan Mi’raj, sebab jagad raya kita terdiri dari galaksi – galaksi yang banyak sekali. Lalu mana itu Tujuh Lapis Langit yang di arungi oleh Rasulullah SAW bersama – sama malaikat Jibril AS?
Kini perkembangan astronomi lebih maju lagi. Dengan teori grup matematika yang beroperasi didalam ruang yang berdimensi sebelas, empat diantaranya dimensi ruang waktu yang kita alami, ditemukan bahwa terdapat kemungkinan adanya shadow world atau alam bayangan itu tidak mesti sama dengan apa yang ada di alam kita ini. Bahkan kita dapat menghubunginya lewat medan gravitasi. Teori ini masih berkembang yang memerlukan pengkajian secara eksperimental.
Setiap orang muslim yang mempercayai Allah dan Rasulnya pasti mempercayai kisah Isra’ dan Mi’raj yang bersumber dari Al qur’an dan Sunah. Adapun Interpretasi tentang kisah tersebut bervariasi, dan setiap muslim berhak memilih macam variasinya yang dimantapinya. Orang yang mantap imannya akan berpendapat bahwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah SAW dijalani dengan ruh dan badan.
Artikel ini tidak bermaksud untuk membuat pembaca menjadi bingung, tak tahu mana yang paling benar dari berbagai macam variasi interpretasi. Bahkan hendaknya setiap muslim selaku ulul albab, yakni yang dianugerahi oleh Allah SWT intelegensi akal fikiran ikut memikirkan interpretasi – interpretasi tersebut, mengadakan koreksi, merevisi, dan bila mampu melakukan inovasi. Kebenaran mutlak ada pada sisi Tuhan dan tidak berubah, juga tidak terpengaruh oleh adanya berbagai macam interpretasi yang mungkin berubah – ubah menurut perkembangan pemikiran manusia.
‘Ala kulli hal, kita meyakini kisah Isra’ dan Mi’raj sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Surat Al Isra’ ayat 1 dan dituturkan oleh Rasulullah SAW yang terkumpul dalam hadits-hadits shahih. Adapun tampat Beliau menjalani Mi’raj, ilmu pengetahuan sampai kini belum menemukan keterangan yang qath’I atau pasti. Allahlah yang paling mengetahui. Adapun dengan ruh saja atau dengan badan dan ruh, jumhul ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW menjalani perjalanan Isra’ dan Mi’raj dengan badan dan ruh, dan itu yang harus kita percayai.
Diambil dari berbagai sumber
Pertama apakah perjalanan Isra’ dan Mi’raj yang Beliau jalani dengan badan dan ruh atau dengan ruh Beliau saja ?
Kedua, dimana letak tujuh lapis langit yang Beliau arungi ? Apakah itu di sistem tata surya kita dengan planet – planet Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto ? atau diluar sistem tata surya kita, atau di galaksi kabut susu, atau di galaksi yang lain, misalnya di galaksi Andromeda. Ataukah sama sekali di luar alam semesta yang kita hayati ini ?
Sebagian besar umat Islam berpendapat, bahwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah SAW dilaksanakan dengan ruh dan badan. Alasan mereka ialah, bahwa Rasulullah SAW menceritakan kisah itu tidak menyebut – nyebut, bahwa Beliau melakukan perjalanan itu hanya dengan ruh. Dan seandainya itu melakukan perjalanan itu dengan ruh saja, niscaya orang – orang kafir tidak mempersoalkan jarak yang demikian jauh dapat dilakukan kurang dari satu malam. Sebagian umat berpendapat, bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan Isra’ dan Mi’raj dengan ruh Beliau, sedang badan Beliau tetap di Mekkah. Mereka berpendapat orang dapat mengeluarkan ruh dari badannya.
Memang ada dikemukakan kasus – kasus seperti itu. meskipun cerita – cerita tentang orang yang dapat mengeluarkan badan ruhaninya atau badan halusnya dari badan jasmaninya tercatat beberapa macam, tetapi kebenaran cerita – cerita itu masih belum sampai pada penelitian ilmiah yang dapat dipercaya dalam dunia sains.
Antara lain suatu kisah tentang orang yang mengalami operasi. Ketika dibius, dia merasa ringan dan terbang ke atas. Dia melihat badan jasmaninya mengalami operasi. Ruh yang sudah keluar dari jasmani kasar melayang keluar rumah sakit sampai pada kompleks pertokoan. Di situ dia melihat seorang kawan sedang berhenti berjalan di muka toko sepatu dan melihat – lihat di etalase. Ruh itu kemudian terbang kembali memasuki jasmani kasarnya. Ketika di cek, kawan yang dilihat berdiri di muka toko sepatu itu cocok dengan pengamatannya, yakni hari, dan waktunya. Ini dianggap suatu bukti bahwa badan halus mampu keluar dari badan kasarnya. Wallahu’alam bish shawab.
Masalah yang kedua menyangkut tempat Rasulullah SAW melakukan Mi’raj ke langit pertama, kedua, ketiga, sampai langit ke tujuh, bahkan kemudian naik sampai ke Shidratul Muntaha. Perkembangan ilmu astronomi sudah sampai kepada wujudnya galaksi – galaksi selain galaksi kabut susu tempat system tata surya kita.
Interpretasi mengenai tempat Mi’raj Nabi Muhammad SAW mengalami kebingungan. Bila dikatakan Nabi Muhammad SAW hanya mengarungi planet Pluto, yakni planet yang posisinya paling jauh dari matahari, itu terlampau dekat bagi perjalanan Mi’raj, sebab jagad raya kita terdiri dari galaksi – galaksi yang banyak sekali. Lalu mana itu Tujuh Lapis Langit yang di arungi oleh Rasulullah SAW bersama – sama malaikat Jibril AS?
Kini perkembangan astronomi lebih maju lagi. Dengan teori grup matematika yang beroperasi didalam ruang yang berdimensi sebelas, empat diantaranya dimensi ruang waktu yang kita alami, ditemukan bahwa terdapat kemungkinan adanya shadow world atau alam bayangan itu tidak mesti sama dengan apa yang ada di alam kita ini. Bahkan kita dapat menghubunginya lewat medan gravitasi. Teori ini masih berkembang yang memerlukan pengkajian secara eksperimental.
Setiap orang muslim yang mempercayai Allah dan Rasulnya pasti mempercayai kisah Isra’ dan Mi’raj yang bersumber dari Al qur’an dan Sunah. Adapun Interpretasi tentang kisah tersebut bervariasi, dan setiap muslim berhak memilih macam variasinya yang dimantapinya. Orang yang mantap imannya akan berpendapat bahwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah SAW dijalani dengan ruh dan badan.
Artikel ini tidak bermaksud untuk membuat pembaca menjadi bingung, tak tahu mana yang paling benar dari berbagai macam variasi interpretasi. Bahkan hendaknya setiap muslim selaku ulul albab, yakni yang dianugerahi oleh Allah SWT intelegensi akal fikiran ikut memikirkan interpretasi – interpretasi tersebut, mengadakan koreksi, merevisi, dan bila mampu melakukan inovasi. Kebenaran mutlak ada pada sisi Tuhan dan tidak berubah, juga tidak terpengaruh oleh adanya berbagai macam interpretasi yang mungkin berubah – ubah menurut perkembangan pemikiran manusia.
‘Ala kulli hal, kita meyakini kisah Isra’ dan Mi’raj sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Surat Al Isra’ ayat 1 dan dituturkan oleh Rasulullah SAW yang terkumpul dalam hadits-hadits shahih. Adapun tampat Beliau menjalani Mi’raj, ilmu pengetahuan sampai kini belum menemukan keterangan yang qath’I atau pasti. Allahlah yang paling mengetahui. Adapun dengan ruh saja atau dengan badan dan ruh, jumhul ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW menjalani perjalanan Isra’ dan Mi’raj dengan badan dan ruh, dan itu yang harus kita percayai.
Diambil dari berbagai sumber
Posting Komentar