Dalam sehari
semalam, seorang mukalaf wajib mengerjakan salat sebanyak lima kali. Dari
kelima salat itu, salat subuh mempunyai ciri khas yang dapat membedakannya dari
salat-salat yang lain. Selain karena hanya dua rakaat, salat subuh mempunyai qunût
yang dapat membuatnya lebih istimewa dari yang lain.
Secara etimologi, qunût berakar dari kata qanata
yang berarti merendahkan diri pada Allah. Bisa juga berarti berdoa, baik berdoa dengan kebaikan atau
keburukan. Sedangkan secara terminologi, qunût berarti sebuah zikir
tertentu yang dibaca pada waktu tertentu pula.
Ulama berbeda pendapat tentang bentuk redaksi qunût.
Ada yang mengatakan bahwa redaksi qunût itu hanya tertentu dengan bacaan
yang ma’tsûr (diriwayatkan) dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam,
dan ada yang mengatakan sebaliknya. Sedangkan manyoritas ulama fikih
berpendapat bahwa qunût tidak tertentu dengan yang ma’tsûr dari
Nabi Sallallâhu ‘alaihi wasallam, qunût juga bisa dengan membaca
redaksi lain yang mengandung doa seperti qunût-nya Sayidina Umar Radhiyallâhu
‘anhu.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَنَتَ فِي الْفَجْرِ
Bahwasanya Rasulullah
Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam berqunut di dalam shalat fajar (shubuh). [HR.
Ahmad dalam musnadnya no. 17913, dari Waki' dari Syu'bah dan Sufyan dari Umar
dan ibnu Murroh dari Abdur Rohman bin Abi Laila dari ibnu 'Azib]
سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ هَلْ قَنَتَ عُمَرُ قَالَ
نَعَمْ
Anas bin Malik ditanya, “Apakah
Umar berqunut?” Berkata Anas, “Ya” [HR. Ahmad dalam musnadnya no. 12237 dan
12708, dari Mahbub bin al-Hasan dari Hilal bin Abi Zaynab dari Khalid al-Hadzdza-I
dari Muhammad bin Sirin]
و حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ
قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ قَالَ قُلْتُ
لِأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
صَلَاةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا
Dan telah menceritakan kepadaku ‘Amru
An Naqid dan Zuhair bin Harb, keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Ismail dari Ayyub dari Muhammad
katanya; aku bertanya kepada Anas; “Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berqunut dalam shalat shubuh?” Anas menjawab; “Benar, sesaat setelah
ruku’.” [HR. Muslim no. 1086]
مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْنُتُ
فِى الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Terus-menerus Rasululloh
Shollallohu ‘Alayhi wa Sallam berqunut di dalam shalat fajar (shubuh) hingga
berpisah dengan dunia (wafat). [HR. Ahmad no. 12196, HR. Ad-Daruquthniy no.
1711 dari Abu Bakar An-Naysaburiy dari Abul Az-har dari 'Abdur Rozzaq dari Abu
Ja'far Ar-Roziy dari ar-Robi' bin Anas dari Anas bin Malik]Hadits di atas juga dishahihkan oleh Imam an-Nawawi dalam Majmu’ Syarh Muhadzdzab (III:504).
حديث صحيح رواه جماعة من الحفاظ وصححوه وممن نص علي صحته
الحافظ أبو عبد الله محمد بن علي البلخى والحاكم أبو عبد الله في مواضع من كتبه
والبيهقي ورواه الدار قطني من طرق بأسانيد صحيحة
Beliau berkata, “Hadits tersebut shahih dan diriwayatkan oleh sejumlah hafizh (penghafal hadits yang hafal lebih dari 100 ribu hadits) dan mereka menshahihkannya. Di antara yang menshahihkannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhiy, Al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa judul kitabnya dan Imam Bayhaqiy. Hadits itu diriwayatkan juga oleh ad-Daruquthniy dari berbagai jalan (sanad) dengan isnad-isnad yang shahih.”
Ada yang mengatakan bahwa hadits ini dha’if karena ada Abu Ja’far ar-Roziy. Ketahuilah bahwa Abu Ja’far itu dha’if dalam meriwayatkan dari Mughiroh saja, sebagaimana dikatakan oleh para imam ahli hadits yang menganggap bahwa Abu Ja’far itu tsiqah (dapat dipercaya). Mereka yang mentsiqohkannya diantaranya adalah Yahya bin Ma’in dan Ali bin al-Madiniy. Al-Hafizh ibnu Hajar dalam Taqriibut Tahdziib mengatakan bahwa Abu Ja’far itu dapat dipercaya (ثقة), jujur (صدوق). Hafalannya buruk hanya khusus dalam meriwayatkan dari Mughiroh saja. Hadits ini tidak diriwayatkan Abu Ja’far dari Mughiroh. Tetapi dari ar-Rabi’ bin Anas dari Anas bin Malik, sehingga haditsnya shahih.
Ust. Abd. Hamid
Posting Komentar