Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Mengubah Status Wakaf: Musholla Menjadi Masjid (Bag. 1)

Mengubah Status Wakaf: Musholla Menjadi Masjid (Bag. 1)

Musholla yang telah diwakafkan tidak dapat menjadi masjid kalau tidak diniatkan. Referensi Mughni al-Muhtaaj II/382:

( ولا يصح ) الوقف ( إلا بلفظ ) من ناطق يشعر بالمراد..
تنبيه يستثنى من اشتراط اللفظ ما إذا بنى مسجدا في موات ونوى جعله مسجدا فإنه يصير مسجدا ولم يحتج إلى لفظ كما قاله في الكفاية تبعا للماوردي لأن الفعل مع النية مغنيان هنا عن القول ووجهه السبكي بأن الموات لم يدخل في ملك من أحياه مسجدا وإنما احتيج للفظ لإخراج ما كان ملكه عنه وصار للبناء حكم المسجد تبعا
قال الإسنوي وقياس ذلك إجراؤه في غير المسجد أيضا من المدارس والربط وغيرها وكلام الرافعي في إحياء الموات يدل له

 
“Wakaf itu tidak sah kecuali disertai ucapan (dari yang mewakafkan) yang memberikan pengertian pewakafan yang dimaksud... Dikecualikan dari syarat pengucapan bila seorang membangun masjid dilahan bebas, dan ia berniat menjadikannya masjid maka bangunan tersebut menjadi masjid dan tidak memerlukan ucapan pewakafan, hal ini sebagaimana ungkapan Ibn Rif’ah dalam kitab al-Kifaayah dengan mengikuti al-Mawardi “sebab aktifitas membangun disertai niat menjadikannya masjid sudah mencukupi pewakafan dari pebgucapan wakaf, as-Subky memperkuatnya bahwa lahan bebas tersebut tidak menjadi milik seseorang yang membukanya sebagai masjid. Diperlukannya pengucapan pewakafan tersebut untuk mengecualikan lahan dari kepemilikan seseorang dan untuk bangunannya diperlakukan hukum masjid karena mengikuti lahannya”. 

Al-Asnawy berpendapat “Dan hukum qiyas kasus tersebut adalah pemberlakuannya pada selain masjid yaitu sekolah-sekolah, pesantren-pesantren dan selainnya”.

Pendapat ar-Rafi’i dalam bab Ihyaa’ al-Mawaat juga menunjukkan demikian.
 

( قوله ووقفته للصلاة الخ ) أي وإذا قال الواقف وقفت هذا المكان للصلاة فهو صريح في مطلق الوقفية ( قوله وكناية في خصوص المسجدية فلا بد من نيتها ) فإن نوى المسجدية صار مسجدا وإلا صار وقفا على الصلاة فقط وإن لم يكن مسجدا كالمدرسة
 
(Ungkapan Syekh zainuddin al-Malibari “Saya mewakafkannya untuk shalat”) yakni si pewakaf berkata “saya mewakafkan tempat ini untuk shalat” maka ucapan tersebut termasuk sharih (jelas) dalam kemutlakan wakaf. (Ungkapan beliau “Dan kinayah dalam kekhususannya sebagai masjid, maka harus ada niat untuk menjadikannya masjid”). Jika ia berniat menjadikannya masjid maka tempat tersebut menjadi masjid, jika tidak maka hanya menjadi wakaf untuk shalat saja dan tidak menjadi masjid seperti sekolahan. (I’aanah at-Thoolibiin III/160).

Permasalahan mengubah bentuk dan fungsi barang waqaf dalam mazhab syafi'i sangatlah ketat, dalam arti mazhab syafi'i sangat hati-hati dalam memberikan keabsahan perubahan bentuk dan fungsi barang wakaf.
 

Beberapa pendapat di antaranya Imam al-Nawawi dalam kitab raudlah Kitab al-waqf bab al-tsani fasal masail mantsurah:
 
Tidak boleh mengubah fungsi (barang) waqaf. Maka tidak diperbolehkan (waqaf) rumah menjadi (waqaf) kebun ataupun tempat pemandian, dan sebaliknya. Kecuali jika orang yang waqaf memasrahkan apa yang dipandang maslahah bagi kepentingan wakaf. Dalam fatwa imam al-Qaffal menyatakan: boleh menjadikan (waqaf) tempat cukur (salon rambut) sebagai toko roti. Barangkali pengertiannya adalah merubah bentuk bukan fungsi.

لا يجوز تغيير الوقف عن هيئته ، فلا تجعل الدار بستانا ، ولا حماما ، ولا بالعكس ، إلا إذا جعل الواقف إلى الناظر ما يرى فيه 

مصلحة للوقف ، وفي فتاوى القفال : أنه يجوز أن يجعل حانوت القصارين للخبازين ، فكأنه احتمل تغيير النوع دون الجنس
 
Imam Muhammad bin Syihabuddin al-Ramly dalam Nihayatul muhtaj Kitab al-waqf fasal fi ahkam al-waqf al-ma'nawiyyah mengatakan:
 
Pengelola waqaf boleh merubah (menyelaraskan) bentuk, tetapi tidak boleh membagi-bagi meskipun sekat-sekat, dan tidak boleh merubah fungsi seperti menjadikan kebun sebagai rumah atau sebaliknya selama waqif tidak mensyaratkan satu tindakan untuk kemaslahatan, (jika waqif mensyaratkan satu tindakan tertentu) maka boleh merubah fungsi dengan mempertimbangkan maslahah. Imam al-subky berkata: permasalahan yang saya lihat adalah mengubah benda waqaf menjadi yang lain, tetapi dengan tiga syarat : perubahan itu sedikit yang tidak merubah musamma (esensi dari nama suatu benda), dan tidak menghilangkan sekecil apapun dari bendanya, bahkan boleh memindahkan ke arah yang lain, dan (syaratnya) itu kemaslahatan wakaf.

ولأهل الوقف المهايأة لا قسمته ولو إفرازا ولا تغييره كجعل البستان دارا وعكسه ما لم يشرط الواقف العمل بالمصلحة فيجوز تغييره بحسبها ، قال السبكي : والذي أراه تغييره في غيره ولكن بثلاثة شروط : أن يكون يسيرا لا يغير مسماه ، وأن لا يزيل شيئا من عينه بل ينقله من جانب إلى آخر ، وأن يكون مصلحة وقف .

 
Dari dua redaksi di atas (raudlah dan nihayah) tampak bahwa diawali dengan tidak bolehnya merubah (fungsi) benda wakaf, melainkan dengan syarat kemaslahatan yang diberikan waqif. Hanya saja, kemudian diikuti dengan pendapat bahwa yang dimaksudkan itu bukan fungsinya melainkan bentuknya.
 
Dititik ini, kesimpulannya mengubah fungsi itu tidak boleh seperti mengubah rumah (fungsi tempat tinggal) menjadi kebun (fungsi tempat bercocok-tanam), akan tetapi jika merubah bentuk tanpa merubah fungsi itu boleh dengan adanya persyaratan dari waqif, seperti merubah bentuk tempat potong rambut menjadi toko roti dimana fungsinya sama-sama sebagai tempat usaha.



http://www.facebook.com/groups/piss.ktb/permalink/362216103801204/ oleh Ust. Masaji Antoro dan Ust. Al Fatawi
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger