Salah satu isu pokok yang menjadi wacana (discourse) yang menarik adalah
bagaimana kaitan negara dan Islam; dan bagaimana konsep Islam tentang Negara?
secara teoritis ada beberapa pengertian negara.
Pertama, teori ketuhanan, yang menjelaskan negara terbentuk atas kehendak
Tuhan. Hal ini berpijak pada diutusnya Nabi Adam ke bumi oleh Allah untuk
memulai hidup bersosial. Anak cucunya yang kini telah mencapai miliaran
jumlahnya hidup berkelompok dengan menempati area tertentu yang kemudian
dinamakan negara.
Kedua, teori perjanjian, yang menyatakan bahwa negara terbentuk karena
antarkelompok manusia yang tadinya hidup sendiri-sendiri melakukan perjanjian
untuk mengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan
bersama. Teori ini mengarah pada tatanan kehidupan bersosial. Tinjauannya
terletak pada sistem adanya perjanjian atau hasil kesepakatan bersama suatu
kelompok yang mempunyai visi dan misi yang sama.
Ketiga, melalui teori kekuasaan. Teori ini berpijak pada kekuasaan yang
tercipta dan yang paling kuat. Keempat, teori kedaulatan, yang menjelaskan
bahwa setalah asal ausul negara menjadi jelas maka orang-orang tertentu
didaulat menjadi penguasa. (Ilmu Negara, Umum dan Indonesia).
Lalu bagaimanakah fiqh memandang pendirikan sebuah negara?
Ulama Sunni,
Syi’ah, mayoritas Muktazilah dan Murji’ah sepakat bahwa mendirikan negara
hukumnya wajib. Dalil yang digunakan adalah Hadits imarah.
«إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم»
Kalau hanya bertiga saja butuh pemimpin, maka mafhum muwafaqah fahwal khitab
tentu menyatakan bahwa perkumpulan umat Islam lebih membutuhkan pemimpin.
Tujuan kolektif umat Islam tidak akan tercapai tanpa adanya kepemimpinan imarah
(kepemimpinan). Dan kepemimpinan (pemerintahan) inilah yang kemudian menjadi
embrio hadirnya sebuah negara, disamping rakyat dan wilayah. (Mughnil Muhtaj,
IV, 129; al-Fiqhu al-Islamiy wa adillatuhu, VIII, 414)
Negara yang bagaimana yang harus didirikan umat Islam? Negara Islam, negara
monarkhi, republic atau negara madinah? Negara manakah yang dapat disebut sebagai
negara yang betul-betul prototype Islam; Arab Saudi, Iran ataukah Pakistan?
Atau, mungkin kita bisa bertanya, bisakah negara yang hanya mengimplementasikan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam dikatakan sebagai negara
Islam, walaupun bentuknya tidak Islam?
Jika dilihat dari sisi historisnya, istilah negara Islam (dawlah Islamiyah)
lebih merupakan suatu fenomena modern, hasil perjumpaan antara dunia Islam dan
kolonialisme Barat. Deklarasi formal mengenai negara Islam tidak pernah ada selama
periode Islam salaf dan abad pertengahan. Istilah negara Islam, sebagaimana
diperkenalkan Pakistan dan Iran, tidak memiliki dasar pijakan dalam sejarah
politik umat Islam.
Dalam wacana tarikh dan fiqh (siyasah), perbincangan
politik umat Islam hanya mengenal Dawlah Abbasiyah dan Dawlah Umawiyyah. Pada
periode Turki Usmani, istilah dawlah malah digunakan untuk merujuk pada makna
giliran. Hal ini menunjukkan bahwa umat manusia ditentukan oleh roda nasib yang
memiliki masa kebangkitan dan kejatuhan. Dalam hal ini, masa kebangkitan
merujuk pada keberhasilan memperoleh kekuasaan dan wewenang. Gagasan mengontrol
kekuasaan atau wewenang inilah yang kemudian dikenal dengan istilah dawlah.
(al-Islâm wa Ushûul Hukmi, 92; Tempo, 29 Desember 1984, 17)
DR. Abdul Jalil, M.E.I (Mudarris Ma’had Qudsiyyah Kudus)
Disampaikan pada Lokakarya Pemantapan Nilai-Nilai Pancasila bagi Santri se Kabupaten Kudus di Pesantren Darul Falah, 23 Oktober 2012
Disampaikan pada Lokakarya Pemantapan Nilai-Nilai Pancasila bagi Santri se Kabupaten Kudus di Pesantren Darul Falah, 23 Oktober 2012
Posting Komentar