Perbedaan antara karamah dan istidraj adalah bahwa pemilik
karamah tidak begitu senang dengan karamah yang dimilikinya, bahkan karamah itu
membuatnya semakin takut kepada Allah, kewaspadaannya terhadap siksa Allah
semakin kuat, karena ia takut kalau-kalau hal tersebut merupakan istidraj.
Sedangkan pemilik istidraj sangat senang dengan hal-hal luar biasa yang ada
pada dirinya dan mengira bahwa karamah itu ada pada dirinya karena ia berhak
memilikinya. Karena itu ia memandang rendah orang lain, membanggakan diri
sendiri, dan merasa aman dari tipu daya dan siksaan Allah, dan tidak takut
kepada siksa Allah. Jika sikap seperti ini muncul pada diri seorang pemilik
karamah, berarti yang dimilikinya bukanlah karamah tetapi istidraj.
Orang-orang yang berpegang pada kebenaran (Al-Muhaqqiqun)
mengatakan bahwa ada kesepakatan bahwa keterputusan dari hadirat Allah sebagian
besar terjadi dalam kondisi memiliki karamah. Tidak diragukan lagi, golongan
Al-Muhaqqiqun takut kepada karamah, seperti rasa takut mereka kepada berbagai
macam cobaan. Rasa senang kepada karamah dapat memutuskan jalan kepada Allah.
Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa hujjah:
Hujjah pertama: Ketertipuan ini terjadi, ketika seseorang
yakin bahwa dirinya berhak memperoleh karamah dan sekiranya ia bukanlah orang
yang berhak mendapatkannya maka tidak akan muncul rasa bangga itu bahkan rasa
bangganya itu muncul hanya karena karamah wali.
Keutamaan karamahnya lebih besar daripada kebahagiaan karena
karamah itu sendiri. Kebahagiaan dengan adanya karamah itu melebihi kebahagiaan
pada dirinya sendiri. Jelas bahwa kebahagiaan karena adanya karamah tidak akan
muncul kecuali dengan adanya keyakinan bahwa dirinyalah pemilik karamah itu dan
yang berhak mendapatkannya. Ini adalah kebodohan yang nyata karena para malaikat
saja berkata, Tidak ada yang kami ketahui kecuali dari apa yang Engkau ajarkan
kepada kami (QS Al-Baqarah [2]: 32). Dan Allah berfirman, Dan mereka tidak
menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya (QS Al-An'am [6]: 91).
Ada dalil meyakinkan yang menyatakan bahwa makhluk tidak berhak mendakwakan
kebenaran, maka bagaimana mungkin ada orang mengaku berhak mempunyai karamah.
Hujjah kedua: Karamah adalah sesuatu yang senantiasa
tergantung pada Allah SWT.
Rasa senang karena memiliki karamah adalah senang kepada
sesuatu yang bukan haknya. Rasa senang kepada sesuatu yang bukan haknya
merupakan penghalang kebenaran, dan orang yang terhalang dari kebenaran
bagaimana mungkin layak untuk senang dan bergembira?
Hujjah ketiga: Orang yang yakin bahwa dirinya berhak
memiliki karamah karena merasa amal perbuatannya memiliki pengaruh besar dalam
dirinya dan merasa bahwa perbuatannya bernilai atau berpengaruh pada dirinya
adalah orang yang bodoh.
Kalau saja ia mengenal Tuhan, ia pasti menyadari semua ketaatan
makhluk di sisi Allah itu hanya sedikit, semua rasa syukur mereka atas anugerah
dan nikmat-Nya itu juga sangat sedikit, dan semua pengetahuan dan ilmu mereka
dibandingkan dengan keagungan Allah hanyalah kebingungan dan kebodohan saja.
Hujjah keempat: Pemilik karamah merasa bahwa karamah yang
dimilikinya justru untuk memperlihatkan kerendahan hati dan ketundukan di
hadapan Allah.
Jika ia merasa bangga, tinggi hati, dan sombong disebabkan
karamah yang dimilikinya, maka batallah segala sesuatu yang menyebabkannya
menerima karamah. Sikap seperti inilah yang membuat pemilik karamah tertolak.
Oleh karena itu, setiap kali Rasulullah SAW menceritakan tentang manaqib
(keistimewaan) dan keutamaan dirinya, beliau selalu mengakhirinya dengan
kalimat, "Tiada kebanggaan," maksudnya "Aku tidak bangga dengan
karamah yang kumiliki ini, yang aku banggakan adalah Zat yang memberi
karamah."
Hujjah kelima: Kemunculan hal-hal luar biasa pada iblis dan
bal'am begitu menakjubkan
Namun, kemudian Allah berfirman kepada iblis, Ia termasuk
golongan kafir, kepada bal'am, Ia seperti anjing, dan kepada ulama Bani Israil,
Perumpamaan orang-orang yang memegang Taurat, tetapi tidak mengamalkannya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal (QS Al-Jumu'ah [62]:
5), juga firman-Nya kepada Bani Israil, Orang-orang yang telah diberi Al-Kitab
tidak berselisih, kecuali setelah datang ilmu kepada mereka, di antara mereka
kemudian ada yang membangkang (QS Ali 'Imran [3]: 19). Jadi jelaslah bahwa
kegelapan dan kesesatan yang menimpa mereka disebabkan karena rasa bangga
dengan ilmu dan kezuhudan yang diberikan kepada mereka.
Al Habib Umar Bin Sholeh Al Hamid
Posting Komentar