Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Haji, Sedekah, dan Kemabruran

Haji, Sedekah, dan Kemabruran

Ada sebuah kisah yang sering kita dengar tentang seseorang yang punya niat pergi haji tetapi mengurungkan niatnya lalu memberikan biaya untuk berhaji itu kepada tetangganya seorang janda miskin dengan beberapa anak yang memerlukan uang untuk menyambung kehidupan mereka. Dalam kisah itu diterangkan bahwa orang tersebut termasuk didalam sedikit orang yang hajinya mabrur pada tahun itu.

Kisah itu mengandung pesan moral bahwa bersedekah lebih utama dari pada berhaji. Karena itu saat di Indonesia banyak orang yang membutuhkan pertolongan, lebih baik bersedekah dari pada berhaji. Lebih jauh lagi, kita tidak wajib berhaji, lebih baik dana untuk berhaji disedekahkan untuk membantu orang miskin. Benarkah pendapat itu?

Kalau pendapat di atas dipakai untuk pribadi, silahkan dan tidak ada yang bisa melarang. Kalau hal itu betul- betul diyakini seseorang dan dijalankannya dengan ikhlas, Insya Allah ibadahnya itu akan diterima. Tetapi kalau itu olehnya dipaksakan kepada orang sekelilingnya apalagi masyarakat luas, tentu akan ada reaksi negatif yang menentangnya.

Pernyataan bahwa kewajiban berhaji gugur atau kalah dibanding kewajiban sosial mungkin bisa diterapkan di suatu daerah tertentu yang mengalami keadaan yang amat darurat. Misalkan di Aceh pasca bencana Tsunami. Mungkin juga di Maluku selama dan pasca konflik Muslimin dan umat Kristiani. Di kedua tempat itu, sebagian yang cukup besar dari penduduk mengalami kekurangan dalam banyak hal.

Tetapi saya yakin di kedua tempat itu pada saat terjadinya bencana itu, tidak ada yang memberi fatwa terbuka bahwa kewajiban haji gugur oleh kewajiban membantu orang yang kekurangan. Mungkin secara pribadi banyak yang berkeyakinan begitu dan menjalankan    keyakinannya. Saat itu di Ambon saya pernah menyampaikan pendapat diatas didepan beberapa kawan.

Kalau untuk mereka yang berhaji kedua atau ketiga dan seterusnya, saya pikir pendapat di atas bisa diterapkan. Kewajiban berhaji hanya sekali, setelah itu tidak menjadi kewajiban lagi. Sedangkan bersedekah membantu fakir miskin dan orang lain yang kekurangan adalah kewajiban. Walaupun begitu, masih banyak orang yang lebih mengutamakan berhaji kedua atau kesekian kalinya dibanding membantu orang yang kekurangan.

Pergi haji yang kedua dan kesekian kalinya dengan perjalanan biasa melalui Kementerian Agama juga mempunyai catatan negatif lain. Karena kita akan mengambil hak orang yang belum pernah berhaji. Perlu diketahui bahwa kalau kita mendaftar di Kementerian Agama pada tahun ini, kita baru akan mendapat giliran pada 2017. Dan di tahun-tahun mendatang, jarak antara saat mendaftar dengan keberangkatan akan makin panjang.

Keinginan kita semua tentu menjadi haji mabrur, haji yang diterima amal berhaji kita oleh Allah SWT. Bagaimana cara kita mengetahui bahwa haji kita itu mabrur? Sulit untuk mengetahui hal itu.

Hadis Nabi menyebutkan tiga ciri orang yang mendapatkan haji mabrur : yaitu menebarkan kedamaian (ifsa al salam), meningkatkan ibadah, dan meningkatkan kedermawanan. 

Sebagai pegangan praktis, kalau setelah haji perilaku kita kepada orang lain itu tetap buruk, saya ragu kalau haji kita mabrur. Mestinya, yang sholatnya tidak teratur menjadi rajin dan teratur,  yang pemarah menjadi lebih sabar, yang kasar dalam berbicara menjadi ramah, yang medit menjadi dermawan, yang sombong menjadi rendah hati.

Apa yang kita lakukan dalam berhaji adalah simbolik: thawaf, sa'I, berihram dan lainnya. Tetapi tujuannya adalah menjadi seorang haji mabrur yang tandanya adalah menjadi muslim yang baik. Sama dengan sholat. Ruku', sujud, dan bacaan itu hanya simbol. Tujuannya adalah supaya kita tidak melakukan perbuatan keji dan mungkar. Yang kita lakukan dalam berpuasa juga simbol. Substansinya adalah menjadi orang yang bertaqwa.

Karena itu kita harus berusaha memahami sepenuhnya makna yang terkandung didalam simbol-simbol berhaji itu. Yang paling penting adalah meluruskan dan memantapkan niat kita berhaji hanya semata-mata karena mencari ridho Allah.


KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah)
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger