Kanjeng Sunan Kedu lahir di Parakan
Kabupaten Temanggung (daerah sentra tembakau) yang merupakan Putra dari Sunan Abdullah
Taqwim. Ketika masih kecil beliau bernama Abdul Hakim. Pada saat beranjak
dewasa, beliau belajar ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama. Setelah kembali
dari Mekah, beliau diberi gelar Sunan Kedu / Syeih Abdul Basyir (setingkat
wali). Beliau mempunyai lima saudara dan di Desa Gribig ada dua saudara.
Untuk menjalankan kehidupannya Beliau
sangat gigih dalam menjalankan syariat Islam dan pemerintahan. Untuk itu Beliau
dipercaya sebagai Tumenggung / sejajar dengan Wedono oleh Kerajaan Demak dan
Beliau datang ke Gribig sekitar tahun 1576 M.
Kedatangan Sunan Kedu ke Kudus
sendiri karena beliau mempunyai unek-unek yang kurang enak untuk dipendam
sendiri. Sehingga beliau ingin disampaikan kepada Sunan Kudus. Beliau ke Kudus
tidak menggunakan kendaraan seperti biasa tetapi dengan mengendarai tampah.
Saat sampai ke Kudus, Sunan Kedu belum tahu tempat tinggal Sunan Kudus. Beliau
mengelilingi kota Kudus sembari mencari tempat Sunan Kudus. Kedatangan Sunan
Kedu dengan mengendarai tampah, membuat orang-orang Kudus heran sehingga
terjadi keributan. Keributan itu sampai ke telinga Sunan Kudus. Karena khawatir
orang-orang akan meniru kesaktiannya bukan agamanya, akhirnya Sunan Kudus
menunjuk tampah itu kemudian Sunan Kedu pun jatuh ke jember yang artinya daerah
daerah yang becek. Sehingga tempat dimana Sunan Kedu saat jatuh ke jember
dinamakan Desa Jember.
Saat jatuh, beliau berpikir dimana
mencari air. Lalu beliau merambat ke selatan yang sekarang tempat itu dinamakan
Desa Prambatan. Kemudian beliau menuju ke timur menuju Desa Damaran, terus
berjalan ke timur lagi menuju Desa Mbetekan. Kemudian menuju ke arah utara,
disini beliau menemukan telaga kecil, lalu beliau menyucikan diri. Sekarang
tempat itu dinamakan Desa Sucen. Sehingga pada akhirnya beliau bertemu dengan
Sunan Kudus di tempat itu (Desa Sucen). Setelah bertemu dengan Sunan Kudus (Syaikh
Jafar Sodiq) , beliau menceritakan unek-unek yang memang menjadi tujuan
pertamanya.
Beliau nyantri di Mbah Sunan Kudus
dan menjadi muridnya. Beliau ditempatkan di Desa Gribig untuk menjalankan syiar
Islam di Kudus dan sekitarnya, khususnya di Desa Gribig. Sunan Kedu menjalankan
syiar Islam dengan cara bertani. Beliau wafat sekitar tahun 1612 M. Jadi,
keberadaan Kanjeng Sunan Kedu di Desa Gribig sekitar 36 tahun. Peninggalan Sunan Kedu masih dapat
kita lihat sampai sekarang yaitu:
Masjid At-Tagwa
Sunan Kedu mendirikan masjid At-Taqwa
sekitar tahun 1599 M pada hari Jum’at Pahing dan didirikan sekitar 3 Minggu.
Pendirian masjid ini dibantu para santri Mbah Sunan Kudus. Bagian yang masih
asli yaitu empat soko (penyangga) yang sampai sekarang belum dirubah. Di
belakang masjid terdapat makam. Makam tersebut adalah makam Mbah Hadi Wijoyo
(Putra Sunan Kedu) dan dua kerabatnya.
Watu Kenong
Batu alam atau yang lebih dikenal
dengan watu kenong yang berada di belakang masjid digunakan Sunan Kedu untuk
berdo’a secara khusus. Watu kenong berada di belakang Masjid At-Taqwa. pada
zaman dahulu banyak orang yang nyepi di batu kenong peninggalan Sunan Kedu
tersebut untuk mensucikan hati, namun hanya duduk di samping batu tersebut
tidak ada yang berani duduk di batu kenong apalagi melempar batu kenong
tersebut, jika hal tersebut dilakukan batu tersebut mental dari orang yang
mencoba menduduki atau melempar. Sehingga sekarang sudah tidak ada yang berani
menepi di batu tersebut.
Mbelik Sumber Joyo ( Mbelik Pundung )
Mbelik Sumber Joyo (Mbelik Pundung)
adalah sumber mata air kehidupan yang letaknya tidak jauh dari masjid. Mbelik
Pundung ini digunakan tempat wudhu Sunan Kedu. Mbelik Pundung terletak di
sebelah timur masjid. Dahulu kala di mbelik (pundung) adalah satu-satunya
akses untuk membawa air, yang digunakan untuk mandi, untuk minum, membersihkan
penyakit. Dulu apabila ada warga yang gatal-gatal dan mandi di mbelik tersebut
penyakit tersebut dapat hilang, begitu juga dengan penyakit-penyakit yang lain
hanya dengan minum airnya bisa sembuh. Dulu mbelik asli tanpa ada`batu batanya
tapi sekarang sudah dikelilingi batu bata.
Sumur Bertempat di sebelah kanan
masjid
Sumur tersebut sekarang sudah ditutup.
Kabarnya airnya tidak bening melainkan berwarna putih.
Untuk menghormati jasa-jasa Sunan
Kedu sekaligus napak tilas kehidupan beliau dan memperkenalkan jasa-jasa beliau ke generasi penerus, setiap tanggal 13 Syuro masyarakat
dan pihak Dinas Pariwisata Kudus mengadakan acara buka luwur di komplek makam
Sunan Kedu yang juga diisi dengan kegitan pengajian dan dzikir bersama.
Ditulis oleh: Retsa Insantia (PGSD UMK
2012)
Posting Komentar