Tragedi penyerangan dan penembakan brutal yang membabi buta terjadi pada Saudara kita ummat muslim saat sedang mendirikan sholat Jumat di Masjid Rawda, Sinai, Mesir. hal ini menjadi topik perbincangan hangat sekaligus kabar yang mengejutkan karena korban tewas sedikitnya mencapai 305 jiwa ummat muslim.
Di Indonesia sendiri, peristiwa ini tidak terlalu diviralkan. Tidak sehebat gaung pada saat para pengungsi Muslim Rohingnya disakiti ataupun peperangan di Palestina, bahkan cenderung tidak ada aksi solidaritas sama sekali. Namun, perlu kita perhatikan bahwa yang menjadi sasaran dari pembunuhan maasal ini adalah masyarakat sufi, yang sering dituduh penyembah kuburan, pelaku kesyirikan, dibid'ah-bid'ah kan, dikafir-kafirkan, dan tuduhan-tuduhan jahat lainnya oleh sebagian ummat muslim yang lain. Pelaku dari serangan teror ini belum diketahui hingga tulisan ini dimuat, tetapi beberapa bukti telah mengarah kepada suatu kelompok ekstrimis tertentu.
Dengan pengantar tersebut, kami ingin membagikan kepada para sahabat ceramah dari Abuya Maliki Al Hasani tentang Ekstrim Dalam Pemikiran Beragama dan Pengaruhnya Pada Kemunculan Tindakan Anarkis dan Terorisme. Ceramah beliau ini tidak ada hubungannya dengan kejadian tersebut, tetapi apa yang kami berikan di sini semoga dapat memberi pemahaman bagi para pembaca. karena isi ceramah beliau cukup panjang, maka kami membaginya menjadi 8 bagian.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saya menyambut gembira terhadap undangan yang mulia ini. Saya merasa sangat
senang dengan munculnya ide yang agung ini. Betapapun itu terlambat, tetapi
urgen dan harus dilaksanakan andai saja hal ini dilaksanakan sebelum percikan
api membesar dan sebelum bahaya menggurita.
Saya ingin mengingatkan kembali bahwa seruan dan ajakan untuk berkumpul dan
berdialog menyamakan persepsi dan pemahaman telah kami lontarkan sejak dua
puluh tahun lalu dalam buku saya “Mafaahim Yajibu an Tushohhah”. Saya juga
telah memberikan peringatan akan masalah–masalah yang muncul dan dampak negatif
yang mesti terjadi sebagai akibat dari sikap ekstrem (ghuluw/tathorruf) yang
dibiarkan dan tidak dipedulikan dalam buku saya “at Tahdziir Minal Mujaazafah
bit Takfiir” yang telah dicetak sepuluh tahun lalu. Sungguh langkah yang mulia
ini datang tepat pada waktunya.
Kenyataan memang telah membuktikan pada tempatnya dan datang dari pihak yang
memang berkompeten. Sungguh langkah ini dinanti oleh seluruh penduduk dunia
sebab semua menggantungkan harapan dan prasangka baik mereka pada kerajaan
(mamlakah), para penguasa, politikus, dan ulamanya.
Mereka juga menganggap semuanya sebagai suatu standar (miizan), komentar dan
fatwanya sebagai hikmah hasanah, akal yang sempurna serta pendapat yang paling
tepat. Sungguh realitas ini adalah bagian dari nikmat Allah.Saya sendiri yakin
bahwa langkah–langkah bijak yang dilakukan dengan serius oleh pemerintah ini
akan memberikan penjelasan yang memuaskan sebelum keluarnya penjelasan yang
dinantikan dari Anda sekalian.
Dan satu hal yang mesti disepakati, ditetapkan, dan disiarkan —sebelum dialog
dan diskusi ini berjalan lebih lanjut– adalah penjelasan global bahwa tindakan
teror dan pengafiran yang terjadi di negeri ini dengan mengatasnamakan agama
harus dihentikan. Klaim sepihak dan ulah brutal, penghinaan terhadap para imam
kaum muslimin, pelecehan atas al Qur’an dan as Sunnah, mengapling surga dan neraka
untuk orang-orang yang mereka kehendaki dengan seenaknya, dan semboyan mati
syahid bagi siapa saja yang ikut dan menjadi simpatisan mereka harus segera
diberantas. Sungguh telah banyak kaum yang lemah dan yang miskin yang lenyap
menjadi korban masalah ini.
Padahal, sebenarnya mereka adalah orang–orang yang penanya tidak memiliki ruang
gerak, tak ada suara bergelombang dari mereka yang bisa didengarkan dan sama
sekali tak ada hasil pemikiran mereka yang layak disebarluaskan dalam media
informasi model apapun. Mereka telah termakan kezholiman.
Mereka pergi begitu cepat dan hilang dalam sekejap, justru saat lawan–lawan
mereka bisa duduk dan berdiri dan bisa bebas melakukan gerakan. Benarlah jika
ada orang yang berkata, “Udara telah kosong untukmu maka cetaklah putih atau
kuning (sesuai seleramu)”. Dalam situasi pintu tertutup, ruang gerak dibatasi,
dan pusat komando dihentikan seolah terdapat sebuah peraturan dan keputusan
pemerintah yang tidak bisa diganti atau diganggu gugat. Mengomentari kondisi
seperti ini sangat layak bila dikatakan,
“Kondisi ini seperti nash Allah Azza wajalla, keputusan Rasulullah Shollallahu
Alaihi Wasallam yang tidak bisa dilawan dengan pendapat, masukan, perdebatan,
atau protes apapun.” Sungguh Allah telah memberikan pertolongan-Nya kepada para
pemegang kebijakan (instansi pemerintahan), utamanya yang mulia, Khodimul
Haromain, yang memprakarsai dan memberikan perhatian istimewa pada Muktamar
Pemikiran dan Dialog Ilmiah yang tenang (dan menyenangkan) ini.
Sungguh, (sekali lagi ini) adalah usaha mulia yang mendapatkan taufik dari-Nya
dalam mengantisipasi bahaya besar dan memberikan manfaat yang besar pula.
Langkah dan usaha semacam ini pasti membawa manfaat berupa terhindarkannya
pertumpahan darah, kehormatan yang terjaga, aib dan cela yang terlindungi, dan
lubang- lubang mengangah yang tertutupi.
Formalitas seperti ini juga menjadi pertanda jelas akan kemuliaan yang
dikirimkan oleh Allah ke negeri kita yang berupa para penguasa yang sejak
semula memiliki komitmen kuat untuk menyebarluaskan agama, ilmu dan kekayaan
ilmiah, dan membangun peradaban manusia yang modern dengan aroma rasa sosial
yang kuat dengan dasar–dasar yang kokoh dan metode yang jelas.
Kemuliaan yang dikirimkan Allah tersebut telah berlangsung sejak masa almarhum
Raja Abdul Aziz yang telah mengikis fanatisme, mempersatukan dan menghilangkan
perbedaan–perbedaan, dan merobohkan sekat–sekat latar belakang. Usaha tersebut
sama sekali tidak menyisakan tempat bagi para penyeru keburukan maupun
agen–agen asing untuk bisa masuk dan menjadi benalu dalam tatanan masyarakat
Saudi yang kokoh dan bersatu yang sangat loyal dengan kepemimpinan beliau yang
penuh dengan cinta dan kredibelitas.
Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi
Almaliki Alhasani
Posting Komentar