Katakanlah: Sesungguhnya aku ini
manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
Inilah
potret generasi kita, dimana ummat semakin terjangkit penyakit Al-Wahn, yaitu
cinta dunia dan takut mati.
Kemaksiatan,
pada saat sekarang ini sudah menjadi pemandangan yang lazim di mana-mana.
Lantas apakah kita akan berdiam diri melihat umat yang semakin hari semakin
jauh dari tuntunan Allah dan Rasulnya?
Saat ini Umat Islam diuji, sejauh mana
mereka peduli kepada sesama manusia, terlebih kepada sesama Muslim, maka sejauh
itu pula pertolongan Allah SWT akan datang kepadanya. Jika sebaliknya, maka
umat Islam justru akan merasakan berbagai musibah dan bencana.
''Hendaklah
kamu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika tidak, maka Allah
SWT akan menguasakan atasmu orang-orang paling jahat di antara kamu, kemudian
orang-orang yang baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan (doa
mereka).'' (HR Abu Dzar).
Inilah
hakikat makna yang sesungguhnya dari pertalian persaudaraan sesama Muslim.
Yakni, adanya rasa sedih bila melihat saudaranya belum mau menaati perintah
Allah SWT, ada kerisauan yang mendalam akan kemurkaan Allah SWT kepada mereka.
''Tidaklah
seseorang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan ia berada dalam suatu kaum,
namun kaum itu tidak mencegahnya walaupun mereka mampu, melainkan Allah SWT
akan menimpakan bencana yang pedih ke atas kaum itu sebelum mereka mati.'' (HR
Abu Daud dan Ibnu Majah).
Maka
sudah jelas bagi kita, inilah sumber berbagai musibah, bencana, dan malapetaka
yang berturut-turut datang silih berganti di negeri ini. Yaitu, kelalaian kita
yang terus-menerus justru berkubang dalam sikap egois, membangun
ketidakpedulian kepada saudara-saudara kita yang masih berani menentang
perintah Allah SWT. Perhatikan perumpamaan Rasulullah SAW berikut :
مَثَلُ القَائِمِ في حُدُودِ اللهِ وَالوَاقعِ فِيهَا ،
كَمَثَلِ قَومٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصابَ بَعْضُهم أعْلاهَا ،
وبعضُهم أَسْفلَهَا ، فكان الذي في أَسفلها إذا استَقَوْا من الماء مَرُّوا على
مَنْ فَوقَهمْ ، فقالوا : لو أنا خَرَقْنا في نَصِيبِنَا خَرقا ولَمْ نُؤذِ مَنْ
فَوقَنا ؟ فإن تَرَكُوهُمْ وما أَرَادوا هَلَكوا وهلكوا جَميعا ، وإنْ أخذُوا على
أيديِهِمْ نَجَوْا ونَجَوْا جَميعا
“Perumpamaan orang yang teguh dalam
menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya adalah
seperti sekolompok orang yang sedang membagi tempat di dalam sebuah kapal, ada
yang mendapatkan tempat di atas, dan ada yang memperoleh tempat di bawah.
Sedang yang di bawah jika mereka membutuhkan air minum, maka mereka harus naik
ke atas, maka mereka akan mengatakan: “Lebih baik kami melobangi tempat di bagian
kami ini, supaya tidak mengganggu kawan-kawan kami di atas. Rasulullah
shallallahu’alaihi wa alihi wasallam berkata, Maka jika mereka yang di atas
membiarkan mereka, pasti binasalah semua orang yang ada di dalam perahu
tersebut, namun apabila mereka mencegahnya semuanya akan selamat”
Kita
memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberi kekuatan untuk membedakan
antara yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar, kemudian kita
bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk kemungkaran
dan kebatilan.
Habib Rifqi Idrus Al Hamid
Posting Komentar