جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ الله،
أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيْحٌ
شَحِيْحٌ، تَخْشَى الْفَقْـرَ
وَتَأْمُلُ الْغِنَى، وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَ،
قُلْتَ: لِفُلَانٍ كذا، وَلِفُلَانٍ كذا، وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ.
“Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi, dia berkata, ‘Ya Rasu-lullah,
sedekah apakah yang paling besar pahalanya?’ Rasulullah menjawab, ‘Kamu
bersedekah dalam keadaan sehat, mencintai harta, takut miskin, dan berharap
kaya, jangan menunda-nunda sehingga ketika nyawa sampai di kerongkongan kamu
berkata, ‘Untuk fulan ini, untuk fulan ini,’ padahal ia telah menjadi miliknya’.”
(Muttafaq alaihi. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 680 dan Mukhtashar Shahih
Muslim, no. 538).
Agar penyesalan seperti ini tidak terjadi pada kita, maka yang mesti kita
lakukan adalah memanfaatkan detik-detik umur dengan mengisinya dengan kebaikan,
karena itulah satu-satunya bekal bagi kita di perjalanan panjang, di mana
awalnya adalah kematian. Di sinilah letak pentingnya seorang Muslim selalu
mengingat kema-tian. Ya, dengan mengingat kematian, lebih-lebih
memperbanyak-nya, mendorong seorang Muslim untuk berbekal, karena dia
me-nyadari dirinya akan mati.
Karena hikmah inilah, maka Rasulullah mengajak kita mem-perbanyak mengingat
kematian. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah Sallallahu ‘Alahi
Wasallam bersabda :
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ.
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yakni kematian.” (HR.
at-Tirmidzi, no. 2308 dan Ibnu Majah, no. 4258, dishahih-kan oleh Syu’aib
al-Arna`uth dalam Tahqiq Riyadh ash-Shalihin, hadits no. 579).
Memperbanyak mengingat mati berarti memperbanyak amal kebaikan. Orang yang
tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat dirinya akan
mati. Imam ad-Daqqaq berkata, “Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia
dikaruniai tiga perkara: Menyegerakan taubat, hati yang qana’ah, dan semangat
beribadah.” (At-Tadzkirah, al-Qurthubi 1/23).
Lalu faktor-faktor apa sajakah yang membantu seorang
Muslim agar dia tidak melupakan kematian?
Pertama : Ziarah kubur
Ia merupakan faktor penting yang mengingatkan seseorang akan mati, penziarah
akan menyadari bahwa dirinya akan menyu-sul dalam waktu yang tidak jauh,
nasibnya akan sama dengan orang-orang yang diziarahinya. Keadaan ini membuatnya
bersiap diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, berkata :
زَارَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى، وَأَبْكَى مَنْ
حَوْلَهُ، فَقَالَ صلى الله عليه وسلم : اِسْتَأْذَنْتُ رَبِّيْ فِي أَنْ
أَسْتَغْفِرَ لَهَا، فَلَمْ يَأْذَنْ لِيْ، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُوْرَ
قَبْرَهَا، فَأَذِنَ لِيْ، فَزُوْرُوا الْقُبُوْرَ، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ
الْمَوْتَ.
“Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam berziarah ke kuburan ibunya. Beliau
menangis se-hingga membuat orang-orang yang bersamanya menangis pula. Beliau
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Aku meminta izin kepada Rabbku untuk
memohon ampun buat ibuku tetapi Dia tidak mengizinkanku. Dan aku meminta izin
untuk berziarah ke kuburnya dan Dia mengizinkanku. Maka berziarah kuburlah,
karena ia mengingatkan mati.” (HR. Muslim. Mukhtashar Shahih Muslim, no. 495).
Imam al-Qurthubi dalam at-Tadzkirah, 1/28 berkata, “Para ula-ma
berkata, ‘Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati dari-pada ziarah
kubur, lebih-lebih jika hati tersebut membatu.”
Kedua : Melihat sakaratul maut dan merenungkannya
Sakaratul maut adalah saat-saat yang berat bagi seorang Muk-min, karena
inilah momen yang menentukan baginya, apakah dia meraih husnul khatimah atau
sebaliknya su`ul khatimah. Marilah kita menyimak gambaran sakaratul maut yang
dipaparkan oleh al-Qur`an. Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ ز. وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ . وَظَنَّ أَنَّهُ
الْفِرَاقُ . وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ . إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ
الْمَسَاقُ
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sam-pai ke
kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya), ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’
Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan
bertautnya betis (kiri) dan betis (kanan), kepada Rabbmulah pada hari itu kamu
dihalau.” (Al-Qiyamah: 26-30).
Setelah itu renungkanlah sakaratul maut yang dialami oleh Rasulullah seperti
yang dijelaskan dalam dua hadits berikut, Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, ia berkata :
…فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ،
يَقُوْلُ: لَا إله إِلَّا الله، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ. ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ،
فَجَعَلَ يَقُوْلُ: اللهم فِي الرَّفِيْقِ الْأَعْلَى. حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ
يَدُهُ.
“… lalu Rasulullah memasukkan tangannya ke dalam air dan me-ngusap wajahnya.
Beliau bersabda, ‘La ilaha illallah, sesungguhnya maut itu mempunyai sekarat.’
Kemudian beliau menegakkan tangan-nya dan bersabda, ‘Ya Allah di ar-Rafiqil
a’la.’ Sampai Rasulullah wafat dan tangannya terkulai.” (HR. al-Bukhari.
Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1626).
Dari Anas Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata :
لَمَّا ثَقُـلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ،
فَـقَـالَتْ فَاطِمَةُ رضي الله عنها: وَاكَرْبَ أَبَاهُ، فَقَالَ لَهَا: لَيْسَ
عَلَى أَبِيْكَ كَرْبٌ بَعْدَ الْيَوْمِ.
“Ketika sakit Rasulullah semakin berat, beliau pingsan. Fatimah berkata,
‘Betapa berat bebanmu wahai ayahku.’ Rasulullah menjawab, ‘Setelah hari ini
ayahmu tidak akan memikul beban berat itu’.” (HR. al-Bukhari. Mukhtashar Shahih
al-Bukhari, no. 1628).
Sekarang marilah kita lihat potret sakaratul maut orang-orang zhalim seperti
yang dipaparkan oleh al-Qur`an di dalam Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
وَلَوْتَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلاَئِكَةُ
بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim
berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata), ‘Keluarkanlah nyawamu”. (Al-An’am: 93).
Jika manusia mengetahui dahsyatnya sakaratul maut, dia pas-ti akan berlari
menghindar darinya, akan tetapi ke manakah tempat berlari?
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu
selalu lari daripadanya.” (Qaf: 19).
Gambaran sakaratul maut seperti ini, belum cukupkah untuk dapat membangunkan
kita dari kelalaian panjang, agar kita menga-dakan persiapan untuk
menghadapinya? Semoga gambaran di atas sudah cukup membangunkan kita.
Lalu apa setelah itu? Alam kubur dengan kesempitan dan kegelapannya, lebih
dari itu adalah fitnahnya yang tidak ringan, ia mendekati atau menyamai fitnah
Dajjal lalu kubur itu menjadi kubangan neraka atau taman surga.
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
مَا مِنْ شَيْءٍ لَمْ أَكُنْ أُرِيْتُهُ إِلَّا رَأَيْتُهُ فِي مَقَامِيْ،
حَتَّى الْجَنَّةَ وَالنَّارَ، فَأُوْحِيَ إِلَيَّ: أَنَّكُمْ تُفْتَنُوْنَ فِي
قُبُوْرِكُمْ -مِثْلٌ أَوْ قَرِيْبٌ لَا أَدْرِيْ أَيُّ ذلك قَالَتْ أَسْمَاءُ-
مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، يُقَالُ مَا عِلْمُكَ بهذا الرَّجُلِ؟
فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ أَوِ الْمُوْقِنُ -لَا أَدْرِي بِأَيِّهِمَا قَالَتْ
أَسْمَاءُ– فَيَقُوْلُ: هُوَ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله، جَاءَنَا بِالْبَيِّنَاتِ
وَالْهُدَى، فَأَجَبْنَا وَاتَّبَعْنَا، هُوَ مُحَمَّدٌ، ثَلَاثًا، فَيَقُوْلُ:
نَمْ صَالِحًا، قَدْ عَلِمْنَا إِنْ كُنْتَ لَمُوْقِنًا بِهِ. وَأَمَّا
الْمُنَافِقُ أَوِ الْمُرْتَابُ -لَا أَدْرِي أَيُّ ذلك قَالَتْ أَسْمَاءُ–
فَيَقُوْلُ: لَا أَدْرِي، سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُوْلُوْنَ شَيْئًا فَـقُـلْتُهُ.
“Tidak ada sesuatu yang belum diperlihatkan kepadaku kecuali aku melihatnya
di tempatku (sekarang ini) bahkan surga dan neraka. Diwahyukan kepadaku bahwa
kalian akan diuji di kubur kalian -seperti atau mirip, aku tidak tahu mana yang
diucapkan Asma`- fitnah al-Masih Dajjal. Dikatakan, ‘Apa yang kamu ketahui
tentang laki-laki ini?’ Maka orang Mukmin atau orang yang yakin, -aku tidak
tahu mana yang dikatakan Asma`-, dia menjawab, ‘Dia adalah Muhammad Rasulullah,
dia datang kepada kami dengan (membawa) penjelasan dan petunjuk. Lalu kami
menjawab ajakannya dan mengi-kutinya, dia Muhammad.’ Sebanyak tiga kali. Maka
dikatakan ke-padanya, ‘Tidurlah dengan baik, kami tahu kamu meyakininya.’
Adapun orang munafik atau orang yang bimbang, -aku tidak tahu mana yang dikatakan
Asma`-, maka dia menjawab, ‘Aku tidak tahu, aku mendengar orang-orang
mengatakan sesuatu, maka aku menirukannya”. (HR. al-Bukhari dari Asma` binti
Abu Bakar. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 75).
Dikutip dari buku : kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun
Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar Z
Posting Komentar