Melihat orang-orang mati menyadarkan kita akan kematian. Sekarang si ini dan
si itu, lalu siapa tahu besok adalah giliran kita? Orang yang berbahagia adalah
orang yang mengambil pelajaran dari orang lain.
Imam al-Qurthubi di at-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah
(1/61-63) menyebutkan beberapa peristiwa kematian yang mengandung banyak
pelajaran. Ada seorang calo di ambang ajal, dikatakan kepadanya, “Ucapkanlah la
ilaha illallah.” Dia menjawab, “3 ½ , 4 ½ ,” dan dia pun mati dengan ucapannya
itu. Ada seorang pemabok, ketika ajal menjemput dikatakan kepadanya, “Hai fulan
ucapkanlah la ilaha illallah.” Dia menjawab, “Ayo minum. Beri aku minum.” Dan
dia mati dalam kondisi itu. Begitulah orang-orang dengan ambisi dan keinginan
dunia semata, itulah yang mereka ingat, sampai-sampai pada saat ajal menjemput,
mereka masih disibukkan dengan urusan dunia mereka.
Sudah terlalu sering kita mendenar berita, bahkan hampir se-tiap hari,
tentang kematian yang tiba-tiba; pesawat terbang jatuh, kapal laut terhempas
ombak, gempa tiba-tiba mengguncang bumi dan meruntuhkan bangunan, lalu longsor
dan sebagainya, yang semuanya dengan begitu mudah mengambil hidup orang-orang
yang mungkin tak pernah mengiranya akan terjadi. “Adakah mereka mengetahui dan
menyadari bahwa hidup mereka akan berakhir dengan cara tersebut?” Itulah
kematian. Ada-kah kita mengambil pelajaran? Semoga.
Keempat : Memahami hakikat kehidupan dunia dan hakikat
kehidupan Akhirat
Dengan pemahaman yang benar terhadap dunia, seseorang bisa mengambil sikap
yang benar pula terhadapnya, dia tidak akan tertipu dan terlena olehnya,
sebaliknya dia juga tidak mencampak-kannya mentah-mentah seolah-olah ia adalah
musuh besar yang tidak ada kebaikannya sama sekali.
Untuk memahami hakikat dunia kita perlu melihatnya melalui Firman Allah dan
sabda Rasulullah yang shahih; padanya terdapat keterangan yang lebih dari
cukup. Dari ayat-ayat dan hadits-hadits tentang dunia, maka khatib bisa
simpulkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, ibarat bayangan sebuah
pohon, kebahagiaan dan kesengsaraannya tidak abadi, remeh tidak berarti apa pun
di hadapan Allah, ia indah dan menarik.
Oleh karena itu banyak orang tertipu
olehnya, akan tetapi apa pun keadaannya yang penting bagi seorang Muslim
kehidupan dunia adalah kehidupan beramal, maka dia pun mengambil darinya
sekedar untuk bisa menopangnya ber-amal demi alam Akhirat dan tidak terbersit
di dalam benaknya untuk hidup lama. Inilah petunjuk Rasulullah kepada Abdullah
bin Umar. Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, ia berkata :
أَخَذَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبِيْ فَقَالَ: كُنْ فِي
الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ
يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ
فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ
لِمَوْتِكَ.
“Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menepuk pundakku seraya bersabda,
‘Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang lewat.’ Ibnu Umar
berkata, ‘Apabila kamu mendapatkan waktu sore, maka jangan menunggu pagi.
Apabila kamu mendapatkan waktu pagi, maka jangan menung-gu sore, manfaatkan
sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu’.” (HR. al-Bukhari,
Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1998).
Sebaliknya kekeliruan pandang terhadap dunia membuatnya lengah dan lalai
dari kematian, dia menumpuk dan berlomba dalam perkara dunia, dia memiliki
harapan panjang tetapi ternyata garis ajal lebih pendek daripada harapannya.
Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ . حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”.
(At-Takatsur: 1-2).
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata :
خَطَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم خُطُوْطًا، فَقَالَ: هذا الْأَمَلُ وَ هذا
أَجَلُهُ، فَبَيْنَمَا هُوَ كذلك إِذْ جَاءَهُ الْخَطُّ الْأَقْرَبُ.
“Nabi membuat beberapa garis, beliau bersabda, ‘Ini adalah harapan (hidup)
dan ini adalah ajalnya. Ketika dia dalam kondisi tersebut tiba-tiba garis
pendek mendatanginya”. (HR. al-Bukhari, no. 6418). Yang dimaksud dengan garis pendek adalah ajal.
Setelah kita mengetahui bagaimana kehidupan dunia dan bagaimana menyikapinya
lalu bagaimana kehidupan akhirat? Kehidupan akhirat adalah kehidupan yang
sesungguhnya, Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
وَإِنَّ الدَّارَ اْلأَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ
“Dan sesungguhnya Akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan.” (Al-Ankabut:
64).
Simaklah perbandingan akhirat dengan dunia seperti yang dijelaskan oleh
Rasulullah di mana beliau bersabda :
وَالله، مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ
إِصْبَعَهُ هذه -وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَابَةِ- فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ
بِمَ يَرْجِعُ.
“Demi Allah, dunia dibandingkan dengan akhirat tidak lain seperti salah
seorang darimu mencelupkan jarinya ini dan Yahya memberi isyarat dengan
telunjuknya ke laut. Lihatlah air yang menempel di jarinya.” (HR. Muslim dari
al-Mustaurid bin Syaddad, Mukhtashar Shahih Muslim no. 2082).
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
اللهم إِنَّ الْعَيْشَ عَيْشُ الْآخِرَةِ.
“Ya Allah, sesungguhnya kehidupan adalah kehidupan akhirat.” (HR. al-Bukhari
dari Anas, Mukhtashar Shahih al-Bukhari no. 1167).
Dikutip dari buku : kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun
Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar Z
Posting Komentar