Sejarah mencatat, bahwa
beberapa tahun setelah Muhammad SAW dilantik sebagai Nabi dan Rasul Allah,
sampai dengan diterimanya perintah sholat sa’at beliau (Isra’ dan) Mi’raj ke
hadapan Allah SWT, tidak ada perintah tentang kewajiban amaliah lahiriah yang
beliau terima dari Allah SWT untuk disampaikan kepada orang-orang yang beriman.
Selama masa itu inti dari dakwah yang diserukan Muhammad SAW adalah; “Laa
ilaha illallaah”; yakni menyeru dan mengajak orang untuk beriman dan
hanya menyembah kepada Allah; satu-satunya Tuhan dan Pemilik alam semesta ini.
Dan dalam masa-masa yang cukup
panjang ini, Muhammad SAW benar-benar diuji Allah; sebab yang hanya ada
beberapa gelintir manusia yang benar-benar beriman dan meyakini apa yang beliau
sampaikan. Selebihnya beranggapan, bahwa Muhammad SAW adalah orang yang sakit;
gila; meracau tak tentu arah. Masa orang disuruh percaya kepada sesuatu yang
tak nampak; yang tak pernah dilihat dan yang didengar suaranya. Tentang hal ini
Al-Quran menjelaskan:
“Mereka berkata: "Hai orang
yang diturunkan Al-Quran kepadanya, Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang
gila. Mengapa kamu tidak mendatangkan Malaikat kepada kami, jika kamu termasuk
orang-orang yang benar?" (QS. Al-Hijr: 6-7)
Dan keadaan ini benar-benar memuncak
tatkala menyampaikan peristiwa Isra’ Mi’raj yang beliau alami; bahkan ada
orang-orang yang tadinya sudah beriman kembali menjadi murtad, lantaran
beranggapan bahwa Muhammad SAW selama ini memang gila dan makin menjadi-jadi
gilanya dengan cerita yang tak masuk akal itu; Yakni cerita tentang perjalanan
malam hari yang dilakoni Muhammad SAW dari Makkah ke Baitul Maqdis, lalu naik
ke langit yang tinggi untuk berjumpa dengan Tuhan-nya dan kembali lagi ke
Makkah sebelum waktu subuh, yang hanya terjadi dalam bilangan beberapa jam
saja.
Walau demikian, banyak sahabat yang
tetap konsisten dengan keyakinan yang mereka miliki sejak menjadi umat Muhammad
SAW; Bahkan Tauhid yang mereka miliki semakin kuat dan mantap dengan perilaku
yang mereka tampakkan dalam kehidupan mereka dimasa-masa berikutnya. Dan
salah satunya adalah Abdullah bin Abu Quhafah yang lebih popular
dengan nama Abu Bakar r.a.
Tatkala disampaikan kepadanya bahwa
Muhammad SAW sudah menjadi gila dan tengah sibuk di masjid menceritakan perihal
Isra’ dan Mi’rajnya kepada orang ramai; Abu Bakar berujar: “Kalian
dusta, Muhammad tidak gila. Dan kalau itupun yang dikatakannya, maka tentulah
ia mengatakan yang sebenarnya. Sebab ketika dia mengatakan kepadaku, bahwa
nyaris setiap saat ia menerima berita dari Tuhan; dari langit ke bumi; baik
siang maupun malam; aku sudah mempercayainya. Maka tentulah hal semacam itu
(Isra’ Mi’raj) tak lagi perlu aku herankan.”
Lalu Abu Bakar bersegera menjumpai
sahabatnya; Muhammad SAW; yang saat itu tengah memberikan gambaran tentang
keadaan Baitul Maqdis. Dan lantaran Abu Bakar sudah pernah berkunjung dan
melihat sendiri Baitul Maqdis, iapun berkata kepada Muhammad SAW: “Rasulullah,
saya percaya pada apa yang engkau ceritakan dan yang telah engkau alami.” Dan
sejak itulah Rasulullah SAW menyebut dan memanggil Abu Bakar dengan julukan “Ash-Shiddiq”
sehingga sampai pada masa kita sekarang ini.
Bukan itu saja, sejak awalpun Abu
Bakar sudah yakin seyakin-yakinnya pada agama Tauhid yang didakwahkan Muhammad
SAW kepadanya. Abu Bakar menerima ajakan sahabatnya, Muhammad SAW, untuk masuk
Islam dan mengikrarkan Laa ilaha ilallah wa Muhammadur-rosullah tanpa
ragu dan adanya pertimbangan apapun; walau hanya sedikit. Dan hal ini secara
tegas dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan sabda beliau:
“Tak seorangpun yang pernah kuajak
memeluk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu berhati-hati dan ragu;
kecuali Abu Bakar bin Abu Quhafah. Ia sedikitpun tidak menunggu-nunggu dan ragu
ketika kusampaikan (Islam) kepadanya.”
(HR. Ahmad; At-Tirmidzi r.a)
Sementara kita saat ini yang sudah
mengaku Islam dan beriman, adakalanya masih ragu menerima sesuatu kenyataan
yang sudah pasti ada dan terjadinya, yang menjadi bagian dari Qudrat dan
Irodat-nya Allah SWT.
KH. Bachtiar Ahmad
Posting Komentar