“Barangsiapa
yang bersedekah (walau) sebesar kurma dari usaha yang baik, dan Allah tidak
menerima kecuali yang baik, dan Sungguh Allah SWT menerimanya dg sambutan
hangat, lalu melipat gandakannya untuk orang itu seperti kalian mengasuh bayi yang
disusuinya, hingga sebesar gunung” (Shahih Bukhari)
Pisau kalau sudah berkarat tentunya harus diasah kembali ,
terlebih lagi keadaan jiwa kita jika kita tidak bisa menajamkan sendiri maka
harus ditajamkan oleh pemiliknya, oleh sebab itu tajamkan terus, maksudnya apa
? yaitu selalu benahi dosa-dosa kita dengan istighfar, dan dari banyaknya dosa
yang telah kita perbuat maka perbanyaklah berbuat amal pahala. Sebagaimana
firman Allah subhana wata'ala :
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ( هود : 114
" Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu
menghapus kesalahan (dosa-dosa) ". ( QS. Hud : 114 )
Maka
siapa diantara kalian bershadaqah walaupun kecil sebesar korma, maksudnya bukan
bershadaqah korma, tapi yang dimaksud adalah nilainya sebesar sebutir korma (
bukan sebesar korma, karena kalau kalau yang dishadaqahkan sebesar korma jika
itu berlian maka besar nilainya ). Nilainya sebesar sebutir korma, berapa nilai
sebutir korma ? mungkin tidak mencapai seratus rupiah, atau mungkin seratus
rupiah.
Dan dari perbuatan atau pekerjaan yang baik, maksudnya dari usaha yang
baik dan halal, sedangkan Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik, jadi
semakin baik perbuatan yang kita tunjukkan ke hadirat Rabbul 'Alamin maka
semakin baik pula balasannya. Hadirin hadirat, maksudnya adalah ketika kita
ingin beramal diantaranya adalah shadaqah, kalau shadaqah itu dari pekerjaan
atau usaha yang paling kita jaga jangan sampai ada hal shubhatnya, jangan
sampai ada hal yang haram, kecuali hanya hal-hal yang mulia, maka Allah ta'ala
pun lebih dari itu memuliakannya, semakin kita berusaha menyempurnakan amal
kita baik itu shadaqah atau lainnya maka Allah akan melimpahkan lebih dari apa
yang kita perjuangkan, dan Allah menerimanya dengan tangan kanannya, tentunya
bukan tangan kanan Allah ta'ala, tapi yang dimaksud adalah bahwa Allah
menyambutnya dengan sambutan yang hangat yaitu sambutan yang mulia, walaupun
bershadaqah dengan senilai sebutir korma tapi dari perbuatan yang baik, maka
Allah menyambutnya dengan hangat , kemudian Allah ta'ala melipatgandakannya dan
mengasuhnya, seakan-akan bayi yang disusui ibunya.
Al Imam Ibn Hajar di dalam
Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari, mensyarahkan makna hadits ini adalah
bahwa Allah ta'ala membesarkannya, menumbuhkannya dari sesuatu yang kecil
seakan menanamnya sampai menjadi besar sampai sebesar gunung, dari hal yang
kecil saja tapi dari usaha yang baik .
Hadits ini memberikan makna kepada kita
bahwa semua perbuatan yang kita berusaha memperindahnya hasilnya berjuta kali
lipat, seberapa besarnya korma dan seberapa besarnya gunung?! Maka Allah akan
membesarkannya sebesar gunung. Satu hal lagi, inilah keindahan Allah yang
mengasuh mulai dari sebesar korma saja sampai sebesar gunung. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengucapakan kalimat " يُرَبِّيْهَا "
( Allah yang mengasuhnya ), jika kita dalami makna kalimat ini maka
mengalir air mata kita, maksudnya amal kecil yaitu shadaqah kita itu diasuh
oleh Allah tidak dibuang begitu saja, karena muncul dari jiwa yang baik, jiwa
yang suci ingin beramal karena Allah maka Allah membesarkannya dan
melipatgandakan balasannya menjadi sebesar gunung, terlebih lagi jika
bershadaqah dengan shadaqah yang banyak maka bagaimana hangatnya sambutan Sang
Rabbul 'Alamin.
Oleh karena itu kita mendengar agungnya budi pekerti Khalifah
Abu Bakr As Shiddiq radiyallahu 'anhu, diriwayatkan dalam salah satu atsar
bahwa ada dua orang kakak beradik, yang satu kaya raya dan yang satu lagi tidak
kaya tapi dermawan . Maka si kakak yang kaya raya ini berkata : "
aku mau pergi haji, aku titip hartaku ada ladang gandum yang luas ini tolong
dikeluarkan zakatnya, kebetulan saat aku berangkat nanti masuk waktu haul untuk
membayar zakat, maka keluarkanlah zakatnya ".
Zakatnya
tentunya jelas 2,5 %, dan tempat hasil panen gandum telah disiapkan, sebuah
gudang besar kalau sudah panen gudang ini penuh . Maka kakaknya berangkat haji,
setelah pulang perasaannya senang karena ibadah hajinya sudah selesai dan zakat
untuk hasil gandumnya sudah diamanahkan kepada adiknya, maka tentunya sudah
dikeluarkan zakatnya, maka ia ingin melihat hasil panen di gudangnya seberapa
banyak, setelah dilihat ternyata gudangnya kosong, maka ia berkata kepada
adiknya " mana hasil panennya?, apa kita belum panen bukannya sudah
waktunya panen " ?, maka si adik menjawab : " betul, kita sudah panen
kakak ", si kakak bertanya : " lalu, sudah dikeluarkan zakatnya
" ? si adik menjawab " sudah ". Lalu mana sisanya, dicuri orang
kah ?, maka si adik berkata : " sudah dizakatkan semuanya ", sang
kakak berkata : " kamu ini mengikuti mazhab siapa, zakat dikeluarkan 100%
??!!, si adik menjawab : " mazhab Abu Bakr As Shiddiq Ra ".
Sayyidina
Abu Bakr As Shiddiq serahkan semua hartanya untuk Rasul shallallahu 'alaihi
wasallam, dan meninggalkan keluarganya untuk keridahaan Allah dan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Kita belum sampai kesana (ketingkat itu)
tentunya, namun kalau seandainya kita belum mampu mencapai hal itu, paling
tidak kita memahami bahwa ada jiwa-jiwa luhur yang berbuat seperti ini.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar