Dikisahkan suatu ketika ada seorang
ulama besar yang mengadakan perjalanan keliling dengan menumpang sebuah perahu
besar dan ternyata banyak penumpang lainnya naik yang mengenali ulama tersebut.
Dalam perjalanan para penumpang tersebut datang kepada sang ulama dan salah
seorang di antaranya bertanya:
“Wahai tuan Syaikh, tolong beri kepada kami resep yang jitu, agar keimanan dan ketakwaan kami bertambah kepada Allah SWT.”
Sang ulama lalu menjawab pertanyaan itu dengan pesan yang singkat:
“Sebagaimana yang telah diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW, hendaklah kalian banyak-banyak mengingat mati.”
Lantaran jawaban sang ulama mereka anggap sebagai sesuatu yang “klise” dan biasa-biasa saja, maka dengan agak kesal mereka lalu meninggalkan sang ulama tanpa sepatah katapun.
Dalam keadaan demikian dengan kehendak Allah, dengan tiba-tiba datanglah badai yang dahsyat, yang mengombang-ambingkan perahu tumpangan ulama tersebut.
Seluruh penumpang dan anak buah kapal berteriak-teriak ketakutan seraya berdo’a menghiba-hiba memohon pertolongan Tuhan; Allah SWT. Sementara sang ulama tetap tenang-tenang menghadapi situasi yang demikian itu.
Beberapa saat kemudian suasana kembali menjadi tenang, beberapa penumpang kemudian datang kepada sang ulama dan bertanya:
“Wahai syaikh, apakah tuan tidak menyadari, bahwa ketika badai datang tadi tak ada yang mampu menghindarkan kita dari sang maut ?”
Dengan tenangnya sang ulama menjawab:
“Tentu saja saya tahu hal itu. Akan tetapi lantaran tidak hanya di laut dalam keadaan yang kita alami tadi, bahkan di darat dalam keadaan tenang pun saya selalu merenung ingat pada sang maut yang kapan saja siap menjemput kita dan janji Allah untu itu pasti akan terjadi kapanpun dikehendaki-Nya, maka aku tak lagi merasa gentar. Dan itulah rahasianya mengapa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk banyak-banyak mengingat mati.”
Lalu sang ulama membaca firman Allah SWT:
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (qs.Al-Israa’: 67)
Mendengar penuturan sang ulama, para penumpang tersebut terdiam seribu bahasa. Sama halnya dengan keadaan kita; bahwa banyak di antara kita yang hanya ingat pada maut dan kematian ketika berada dalam keadaan kritis. Lalu bagaimana takwa bisa bertambah ?
“Wahai tuan Syaikh, tolong beri kepada kami resep yang jitu, agar keimanan dan ketakwaan kami bertambah kepada Allah SWT.”
Sang ulama lalu menjawab pertanyaan itu dengan pesan yang singkat:
“Sebagaimana yang telah diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW, hendaklah kalian banyak-banyak mengingat mati.”
Lantaran jawaban sang ulama mereka anggap sebagai sesuatu yang “klise” dan biasa-biasa saja, maka dengan agak kesal mereka lalu meninggalkan sang ulama tanpa sepatah katapun.
Dalam keadaan demikian dengan kehendak Allah, dengan tiba-tiba datanglah badai yang dahsyat, yang mengombang-ambingkan perahu tumpangan ulama tersebut.
Seluruh penumpang dan anak buah kapal berteriak-teriak ketakutan seraya berdo’a menghiba-hiba memohon pertolongan Tuhan; Allah SWT. Sementara sang ulama tetap tenang-tenang menghadapi situasi yang demikian itu.
Beberapa saat kemudian suasana kembali menjadi tenang, beberapa penumpang kemudian datang kepada sang ulama dan bertanya:
“Wahai syaikh, apakah tuan tidak menyadari, bahwa ketika badai datang tadi tak ada yang mampu menghindarkan kita dari sang maut ?”
Dengan tenangnya sang ulama menjawab:
“Tentu saja saya tahu hal itu. Akan tetapi lantaran tidak hanya di laut dalam keadaan yang kita alami tadi, bahkan di darat dalam keadaan tenang pun saya selalu merenung ingat pada sang maut yang kapan saja siap menjemput kita dan janji Allah untu itu pasti akan terjadi kapanpun dikehendaki-Nya, maka aku tak lagi merasa gentar. Dan itulah rahasianya mengapa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk banyak-banyak mengingat mati.”
Lalu sang ulama membaca firman Allah SWT:
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (qs.Al-Israa’: 67)
Mendengar penuturan sang ulama, para penumpang tersebut terdiam seribu bahasa. Sama halnya dengan keadaan kita; bahwa banyak di antara kita yang hanya ingat pada maut dan kematian ketika berada dalam keadaan kritis. Lalu bagaimana takwa bisa bertambah ?
KH. Bachtiar Ahmad (Dinukil dari Risalah Sufiyyah)
Posting Komentar