Pancaran sinar Tawadhu’ yang mengguncang hati dari para pecinta sang Nabi
Saw, samudera kesempurnaan akhlak.
Nabi Saw bersabda
“ Barangsiapa yang merasa rendah hati maka Allah akan mengangkat derajatnya dan
barangsiapa yang merasa sombong, maka Allah akan merendahkannya “.
Ali bin Abi Tholib Ra berkata “ Barangsiapa yang ingin melihat ahli neraka, maka lihatlah
kepada seseorang yang duduk sedangkan di hadapannya ada kaum yang berdiri “.
Suatu kaum berjalan di belakang Hasan
Al-Bashri Rh maka beliau malarang mereka dan berkata “ Ini tidak
sepatutnya ada di hati seorang mukmin “.
Ibnu Wahab Rh berkata “ Suatu hari
aku duduk di dekat Abdul Aziz Ar-Rawwad lalu lututku menyentuh lututnya, maka
aku alihkan lagi lututku dari lututnya, kemudian ia malah menarik bajuku dan
mendekatkanku kembali padanya dan berkata “ kenapa anda berbuat padaku seperti
perbuatan orang yang sombong, sesungguhnya aku tidak melihatmu lebih buruk dari
aku “.
Umar bin Abdul Aziz Ra suatu hari kedatangan tamu, sedangkan beliau sedang menulis dan
tiba-tiba lampu obornya hampir padam. Si tamu berkata “ Biarkan aku yang
berdiri dan memperbaikinya “. Beliau berkata “ Bukan termasuk sifat dermawan
jika ia meminta bantuan kepada tamunya “. Si tamu itu berkata lagi “ Biar aku
bangunkan pelayan ?”. Beliau menjawab “ Dia baru saja tidur “. Kemudian beliau
berdiri, mengambil lampu obor itu dan mengisinya dengan minyak “. Si tamu
berkata padanya “ Engkau melakukan semua ini sendiri wahai Amirul mukminin (pak
perisiden)? Beliau menjawab “ Aku berjalan dan aku Umar, aku kembali dan aku
tetap Umar, tidak ada yang kurang dariku sedikitpun dan sebaik-baik manusia di
sisi Allah adalah yang merasa rendah hati “.
Syekh Umar Al-Muhdor bin Abdurrahman as-Segaf
: " Andai aku tahu kalau satu sujudku
diterima oleh-Nya, niscaya kujamu seluruh penduduk Tarim, bahkan ternak-ternak
mereka sekalian.”
Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus Al-Adny berkata “ Mencium tanganku seperti menampar wajahku dan mencium
kakiku seperti mencongkel mataku “. Beliau juga berkata “ Aduhai andai saja aku tidak
dikenal seoranpun dan aku tidak mengenal seorangpun. Andai saja aku tidak
lahirkan “. Padahal beliau adalah seorang wali besar yang bertabur karamah.
Sahl At-Tusturi
sering berjalan di atas air tanpa sedikitpun kakinya menjadi basah. Seseorang
berkata kepada Sahl: “ Orang-orang berkata bahwa engkau dapat berjalan di atas
air “. Beliau menjawab “ Tanyakanlah kepada muadzdzin di masjid ini, ia
adalah seorang yang dapat dipercayai”. Kemudian orang itu mengisahkan : “
Telah kutanyakan kepada si muadzdzin dan ia menjawab “ Aku tak pernah
menyaksikan hal itu. Tetapi beberapa hari yang lalu ketika hendak bersuci Sahl
tergelincir ke dalam sumur dan seandainya aku tidak ada di tempat itu niscaya
aia telah binasa “. Ketika Abu Ali bin Daqqaq mendengar kisah ini, ia pun
barkata “ Sahl mempunyai berbagai karamah tetapi ia ingin menyembunyikan hal
itu “
Pada suatu hari pelayan wanita Rabi’ah Al-Adawiyyah
hendak memasak sup bawang karena telah beberapa lamanya mereka tidak memasak
makanan. Ternyata mereka tidak mempunyai bawang. Si pelayan berkata kepada
Rabi’ah “ Aku hendak meminta bawang kepada tetangga sebelah “. Tetapi Rabi’ah
mencegah “ Telah 40 tahun aku berjanji kepada Allah tidak akan meminta sesuatu
pun selain kepada-Nya. Lupakanlah bawang itu “. Segera setelah Rabi’ah berkata
demikian, seekor burung meluncur dari angkasa, membawa bawang yang telah
terkupas di paruhnya, lalu menjatuhkannya ke dalam belangga. Menyaksikan
peristiwa itu Rabi’ah berkata “ Aku takut jika semua ini semacam tipu muslihat
(istidraj) “. Rabi’ah tidak mau menyentuh sup bawang tersebut. Hanya roti
sajalah yang dimakannya.
Orang-orang bertanya kepada Malik bin Dinar
“ Tidakkah engkau keluar bersama kami untuk minta hujan ? “ ia menjawab “ Aku
takut akan turun hujan batu karena aku. Kalian sedang menanti hujan air
sedangkan aku merasa khawatir turun hujan batu sebab keluarnya aku
bersama kalian “.
Muhammad bin Wasi’ Rh berkata “ Kami telah tenggelam dalam dosa. Seandainya seseorang di
antara kalian dapat mencium bau dosa niscaya ia tidak akan mampu duduk
bersamaku “.
Utbah Al-Ghulam Rh
suatu hari pernah melewati suatu tempat lalu ia bergemetar keras hingga
keringatnya bercucuran. Teman-temannya bertanya kepadanya “ Kenapa engkau
seperti itu ? Beliau menjawab “ Ini adalah tempat aku pernah bermaksyiat dulu
sewaktu aku masih kecil “.
Malik bin Dinar Rh
berangkat haji dari Bushro ke Makkah dengan berjalan kaki. Ketika ditanya “
Kenapa engkau tidak menaiki kendaraan ? Beliau menjawab “ Apakah seorang budak
yang bersalah dan melarikan diri tidak merasa puas dengan berjalan kaki menuju
tuannya untuk meminta maaf ? Demi Allah seandainya aku menuju Makkah dengan
melewati bara api, pasti akan aku lakukan dan hal itu belum seberapa “.
Yusuf bin Asbath Rh berkata “ Puncak tawadhu’ adalah engkau keluar dari rumah dan
engkau tidak melihat / berprasangka kepada orang lain kecuali orang itu lebih
baik darimu “
Ust. Ibnu Abdillah
Al-Katibiy
Posting Komentar