Tentu semua hal yang ada di atas, ada dalilnya. Sebagian
menggunakan dalil hadits, dan sebagian menggunakan dalil qiyas yang biasa
digunakan oleh para ulama fuqaha. Di antara hadits-hadits yang digunakan adalah
sebagai berikut:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ، ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : « ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺫَّﻥَ ﺍﻟْﻤُﺆَﺫِّﻥُ ﺃَﺩْﺑَﺮَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻭَﻟَﻪُ
ﺣُﺼَﺎﺹٌ »
Abu Hurairah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Apabila muadzin mengumandangkan adzan, maka syetan akan lari
sambil mengeluarkan kentut.” (HR Muslim [17]).
Dalam hadits di atas, dijelaskan bahwa adzan dapat mengusir
syetan. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan adzan di telinga orang yang
sedang ayan, emosi, ketika peperangan berkecamuk dan lain-lainnya untuk
mengusir syetan dari orang atau tempat tersebut.
ﻋَﻦ ﺟَﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳﻠﻢ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢ ﺑﺎﻟﺪُّﻟﺠﺔ ﻓﺈِﻥ ﺍﻷَﺭْﺽ ﺗُﻄْﻮَﻯ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻓﺈِﺫﺍ ﺗَﻐَﻮَّﻟَﺖْ ﻟَﻜُﻢُ
ﺍﻟْﻐِﻴْﻼَﻥُ ﻓَﻨَﺎﺩُﻭْﺍ ﺑِﺎﻷَﺫَﺍﻥِ
Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Berjalanlah kalian pada waktu akhir malam, karena bumi itu
akan dilipat pada waktu malam. Apabila jin-jin yang jahat mengganggu, maka
kumandangkanlah adzan.”(HR Ahmad juz 3 hlm 305-382, Abu Ya’la [2219], al-Nasa’i
dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah [955], dan Ibnu al-Sunni dalam ‘Amal al-Yaum
wa al-Lailah [524]. Al-Haitsami berkata dalam al-Majma’ [5256]: “Para perawi
hadits Abu Ya’la adalah para perawi hadits shahih.”).
Hadits di atas memberikan penjelasan bahwa adzan dapat
menolak gangguan jin yang jahat.
Dalam hadits yang lain diriwayatkan:
ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤُﺴَﻴْﻦِ ﺑْﻦِ ﻋَﻠِﻲٍّ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠﻰَّ
ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﻣَﻦْ ﺳَﺎﺀَ ﺧُﻠُﻘُﻪُ ﻣِﻦْ ﺇِﻧْﺴَﺎﻥٍ ﺃَﻭْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓَﺄَﺫِّﻧُﻮْﺍ
ﻓِﻲْ ﺃُﺫُﻧَﻴْﻪِ
Husain bin Ali berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Barangsiapa yang buruk pekertinya, baik manusia maupun hewan,
maka bacakanlah adzan pada kedua telinganya.” (HR al-Dailami dalam al-Firdaus
[5752] dengan sanad yang lemah. Dalam sanadnya terdapat beberap perawi lemah
dan tidak diketahui.).
Hadits di atas memberikan pesan anjuran adzan di telinga
orang atau hewan yang buruk pekertinya. Hadits tersebut dha’if, tetapi dapat
diterima dalam konteks seperti di atas.
Dalam hadits lain diriwayatkan:
( ﺑَﺎﺏُ ﺍْﻷَﺫَﺍﻥِ ﻓِﻲْ ﺃُﺫُﻥِ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟُﻮْﺩِ ) - ﺭَﻭَﻳْﻨَﺎ ﻓِﻲْ
ﺳُﻨَﻦِ ﺃَﺑِﻲْ ﺩَﺍﻭﺩَ ﻭَﺍﻟﺘِّﺮْﻣِﺬِﻱِّ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻤَﺎ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﺭَﺍﻓِﻊٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ
ﻋَﻨْﻪُ ﻣَﻮْﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ( ﺻَﻠﻰَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ) ﻗَﺎﻝَ :
" ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ( ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ) ﺃَﺫَّﻥَ ﻓِﻲْ ﺃُﺫُﻥِ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ
ﺑْﻦِ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺣِﻴْﻦَ ﻭَﻟَﺪَﺗْﻪُ ﻓَﺎﻃِﻤَﺔُ ﺑِﺎﻟﺼَّﻼَﺓِ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ
" ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺘِّﺮْﻣِﺬِﻱُّ : ﺣَﺪِﻳْﺚٌ ﺣَﺴَﻦٌ ﺻَﺤِﻴْﺢٌ .
Bab adzan di telinga bayi yang dilahirkan. Kami telah
meriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud, al-Tirmidzi dan lainnya, dari Abu Rafi’
radhiyallahu ‘anhu, maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata:
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca adzan di telinga
Hasan bin Ali ketika dilahirkan oleh Fathimah dengan adzan shalat.”
Radhiyallahu ‘anhum. Al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”
ﻭَﻗَﺪْ ﺭَﻭَﻳْﻨَﺎ ﻓِﻲْ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﺑْﻦِ ﺍﻟﺴُّﻨِّﻲِّ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤُﺴَﻴْﻦِ
ﺑْﻦِ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ( ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ) " : ﻣَﻦْ ﻭُﻟِﺪَ ﻟَﻪُ ﻣَﻮْﻟُﻮْﺩٌ ﻓَﺄَﺫَّﻥَ ﻓِﻲْ ﺃُﺫُﻧِﻪِ ﺍﻟْﻴُﻤْﻨَﻰ
، ﻭَﺃَﻗَﺎﻡَ ﻓِﻲْ ﺃُﺫُﻧِﻪِ ﺍﻟْﻴُﺴْﺮَﻯ ﻟَﻢْ ﺗَﻀُﺮَّﻩُ ﺃُﻡُّ ﺍﻟﺼِّﺒْﻴَﺎﻥِ "
Kami telah meriwayatkan dalama kitab Ibnu al-Sunni dari
Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang melahirkan bayi, lalu membacakan adzan di
telinganya yang kanan dan iqamah di telinganya yang kiri, maka anak tersebut
tidak akan diganggu oleh jin.” (Al-Imam al-Nawawi, al-Adzkar al-Nawawiyyah hlm
463).
Kedua hadits di atas memberikan pesan anjuran membacakan
adzan dan iqamah di telinga bayi yang dilahirkan, agar tidak diganggu oleh jin
dan syetan.
Dalam hadits lain diriwayatkan:
ﻋَﻦْ ﺳَﻌْﺪٍ ﺍﻟْﻘَﺮَﻅِ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ - ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - ﻛَﺎﻥَ ﺃَﻱَّ ﺳَﺎﻋَﺔٍ ﺃَﺗَﻰ ﻗُﺒَﺎﺀً ﺃَﺫَّﻥَ ﺑِﻼَﻝٌ ﺑِﺎْﻷَﺫَﺍﻥِ ﻷَﻥْ ﻳَﻌْﻠَﻢَ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ - ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَ، ﻓَﻴَﺠْﺘَﻤِﻌُﻮﻥَ
ﺇِﻟَﻴْﻪِ، ﻓَﺄَﺗَﻰ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻣَﻌَﻪُ ﺑِﻼَﻝٌ، ﻓَﻨَﻈَﺮَ ﺯُﻧُﻮﺝٌ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺇِﻟَﻰ
ﺑَﻌْﺾٍ، ﻓَﺮَﻗِﻲَ ﺳَﻌْﺪٌ ﻓِﻲ ﻋِﺬْﻕٍ ﻓَﺄَﺫَّﻥَ ﺑِﺎْﻷَﺫَﺍﻥِ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ
- ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ " :- ﻣَﺎ ﺣَﻤَﻠَﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥْ ﺗُﺆَﺫِّﻥَ ﻳَﺎ
ﺳَﻌْﺪُ؟ " ﻗَﺎﻝَ : ﺑِﺄَﺑِﻲ ﻭَﺃُﻣِّﻲ ﺭَﺃَﻳْﺘُﻚَ ﻓِﻲ ﻗِﻠَّﺔٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ، ﻭَﻟَﻢْ
ﺃَﺭَ ﺑِﻼَﻻً ﻣَﻌَﻚَ، ﻭَﺭَﺃَﻳْﺖُ ﻫَﺆُﻻَﺀِ ﺍﻟﺰُّﻧُﻮﺝَ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ
ﻭَﻳَﻨْﻈُﺮُﻭﻥَ ﺇِﻟَﻴْﻚَ، ﻓَﺨَﺸِﻴﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻓَﺄَﺫَّﻧْﺖُ . ﻗَﺎﻝَ "
: ﺃَﺻَﺒْﺖَ ﻳَﺎ ﺳَﻌْﺪُ، ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﺗَﺮَ ﺑِﻼَﻻً ﻣَﻌِﻲ ﻓَﺄَﺫِّﻥْ " ﻓَﺄَﺫَّﻥَ ﺳَﻌْﺪٌ
ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻓِﻲ ﺣَﻴَﺎﺓِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ - ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - »
. ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺍﻟﻄَّﺒَﺮَﺍﻧِﻲُّ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮِ، ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻬﻴﺜﻤﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺠﻤﻊ : ﻭَﻓِﻴﻪِ ﻋَﺒْﺪُ
ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺑْﻦُ ﺳَﻌْﺪِ ﺑْﻦِ ﻋَﻤَّﺎﺭٍ ﻭَﻫُﻮَ ﺿَﻌِﻴﻒٌ .
Dari Sa’ad al-Qarazh, sesungguhnya kapan saja Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Masjid Quba’, sahabat Bilal pasti
mengumandangkan adzan agar orang-orang tahu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah datang sehingga mereka berkumpul kepadanya. Pada suatu
hari beliau datang tanpa bersama Bilal, lalu orang-orang negro saling
berpandangan. Maka Sa’ad menaiki pohon anggur, dan mengumandangkan adzan. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Apa yang
mendorongmu untuk adzan wahai Sa’ad?” Ia menjawab: “Ayah dan ibuku sebagai
tebusanmu, aku melihat engkau dalam kelompok orang yang sedikit, aku tidak
melihat Bilal bersamamu, aku melihat mereka orang-orang negro saling
berpandangan dan melihatmu, aku khawatir terjadi sesuatu kepadamu dari mereka,
maka aku adzan.” Beliau bersabda: “Kamu benar wahai Sa’ad. Jika kamu tidak
melihat Bilal bersamaku, maka adzanlah.” Maka Sa’ad adzan tiga kali pada masa
hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR al-Thabarani dalam
al-Mu’jam al-Kabir, [5452]. Al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [1898]:
“Dalam sanadnya terdapat Abdurrahman bin Sa’ad bin Ammar, perawi yang dha’if.”
Hadits tersebut memberikan pesan anjuran adzan untuk
mengumpulkan orang, dan ketika dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. Hadits tersebut dha’if, tetapi digunakan oleh para ulama dalam
konteks seperti di atas.
Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama menetapkan
kesunnahan adzan di luar shalat, dalam beberapa kasus yang disebutkan oleh para
ulama Syafi’iyyah dalam kitab-kitab fiqih yang mu’tabar. Tentu saja hubungan
dalil-dalil di atas dengan kasus-kasus tersebut ada yang bersifat tekstual dan
ada yang bersifat kontekstual dengan metodologi qiyas atau analogi.
Para Imam Madzhab yang empat, selain telah meninggalkan
fatwa-fatwa hukum sebagai hasil ijtihad mereka, juga telah meninggalkan metode
dan kaedah-kaedah dalam pengambilan hukum-hukum yang tidak terdapat nashnya.
Tidak mungkin, seorang imam madzhab akan mengeluarkan fatwa dalam semua
persoalan hukum, apalagi persoalan-persoalan yang belum terjadi pada masa-masa
mereka. Oleh karena itu, murid-murid beliau dari kalangan fuqaha Syafi’iyyah
juga mengeluarkan fatwa-fatwa sesuai dengan metode dan kaedah-kaedah yang telah
ditetapkan oleh imam madzhab. Fatwa-fatwa ulama Syafi’iyyah berarti madzhab
Syafi’i. Wallahu a’lam.
Ust. Muhammad Idrus Ramli
Posting Komentar