Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Kyai Dan Penceramah Selibritis (2)

Kyai Dan Penceramah Selibritis (2)

Seorang penceramah zaman now, seringkali tidak memikirkan apakah kebenaran yang disampaikan itu bisa memacing kegaduhan atau tidak, menyebabkan keretakan sosial atau tidak. Bagi mereka kebenaran agama (tentunya yang sesuai dengan pikiran mereka) harus disampaikan. Kalo perlu dengan caci maki dan hujatan agar audience yakin atas kebenaran yang disampaikan. Semakin bisa menghakimi org lain dan semakin bisa bikin kegaduhan, memancing kontroversi maka akan semakin dianggap pemberani dan hebat.

Inilah yang menyebabkan seorang penceramah zaman now sering merasa tidak perlu bersusah payah memahami konteks sosial masyarakat. Tidak perlu mengerti perasaan dan kesulitan ummat yang mengharuskan mereka bergelut dengan realitas secara intens.

Kebutaan atas realitas dan nihilnya rasa emphati membuat mereka kehilangan kearifan sehingga mudah tergelincir masuk dalam dunia selibritis. Hanyut dalam gegap gempita tepukan massa. Selain itu sikap seperti ini mudah dimanfaatkan oleh kepentingan politik yang lbh mengedepankan syahwat kekuasaan dan ambisi-ambisi yang bersifat profan dan sempit. Inilah yang membedakan sosok kyai dengan penceramah dan selibritis zaman now.

Kyai mendidik dan menyampaikan ajaran agama dengan menyentuh rasa batin melalui pendidikan dan pembudayaan serta laku hidup yang nyata. Sedangkan penceramah menyampaikan ajaran agama dengan menyentuh dan membakar emosi, mengabaikan rasa. Kyai mengajarkan kebenaran dengan pendekatan kemaslahatan dalam perspektif baik buruk. Sedangkan penceramah sering menggunakan perspektif benar salah dengan cara-cara agitatif, sehingga sering memancing konflik dan kegaduhan.

Misalnya, ketika kyai Djalil mendoakan pelacur bukan berarti beliau tidak mengerti hukumnya zina. Demikian juga ketika kyai chudori membela kelompok gamelan sehingga lebih mendahulukan membeli gamelan daripada bangun mesjid. Ini bukan berarti beliau menganggap membangun mesjid tidak  penting. Sebagai seorang ulama beliau-beliau sangat faham terhadap syariat dan hukum Islam. Tetapi sebagai kyai yang kuyup dengan kenyataan hidup merka juga sangat memahami cara dan metode mendidik masyarakat agar bisa menerapkan syariat secara tepat dan akurat dan menjalankannya secara suka rela. Ini bisa terjadi karena sebagaimana dinyatakan Gus Mus: "kyai itu yandzurunal ummah bi ainin rahmah" ( melihat umat dengan kacamata kasih sayang). Dengan kaca mata ini kyai bisa menerima para pelacur dan para pendosa lainnya secara terbuka. Dan mereka-mereka itu merasa nyaman dan tentram ketika menghadap kyai.

Berbeda dengan kecenderungan penceramah zaman now yang hanya melihat persoalan dari sisi benar salah, sesat dan tidak sesat sesuai pemahaman mereka sendiri. Sehingga mudah marah-marah, menyesatkan dan menghakimi dengan intimidasi moral sebagaimana yang terlihat di berbagai media akhir-akhir ini. Bisa dikatakan penceramah yang seperti ini cenderung "yandzurunal ummah bi 'ainin ghodzob" (memandang ummat dengan kacamata marah/benci). Akibatnya ummat yang merasa berdosa bukannya jadi sadar tapi malah jadi takut dan menjauh.

Karena hidupnya yang selalu berada di tengah-tengah ummat maka tidak jarang kehidupan kyai luput dari perhatian dan liputan media. Tidak seperti penceramah yang setiap saat diliput media sehingga popularitasnnya bisa menyamai para selibritis. Bahkan lagi plesir diliput dan diunggah di medsos, dilarang ceramah karena dianggap provokatif, teriak-teriak  di medsos  hingga memancing kegaduhan, seolah Islam terancam. Padahal banyak kyai yang hidupnya diancam dan diintimadasi mereka tetap berdakwah dengan ikhlas dan tenang, Tidak gaduh dan bikin fitnah kesana kemari.

Alangkah baiknya jika para kyai ini bisa tampil di media agar kearifan mereka bisa menjadi teladan. Dan akan lbh baik jika penceramah bisa menjalani laku hidup seperti kyai sehingga memiliki akhlak dan kearifan seperti para kyai. Jika hal ini belum bisa terwujud maka diperlukan kepekaan batin dan kejernihan hati agar tidak mudah terpukau oleh para penceramah yang sudah jadi selibriti, hanya menyampaikan kebenaran tetapi mengabaikan kemaslahatan karena penuh hujatan dan caci maki.

Semoga kita mampu membedakan mana kyai dan mana penceramah yang sudah jadi selibriti.



Muhasabah Kebangsaan oleh Al-Zastrouw
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger