Ketika kita berpuasa Ramadhan,
kejujuran mewarnai kehidupan kita sehingga kita tidak berani makandan minum
meskipun tidak ada orang yang mengetahuinya. Hal ini karena kita yakin Allah SWT
yang memerintahkan kita berpuasa selalu mengawasi diri kita dan kita tidak mau
membohongi Allah SWT dan tidak mau membohongi diri sendirikarena hal itu memang
tidak mungkin, inilah kejujuran yang sesungguhnya. Karenaitu, setelah berpuasa
sebulan Ramadhan semestinya kita mampu menjadiorang-orang yang selalu berlaku
jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalamberinteraksi dengan orang, jujur
dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran lainnya.
Dalam kehidupan
masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat
diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang tidak cepat selesai bahkan tidak
selesai-selesai karena tidak ada kejujuran, orang yang bersalah sulit untuk
dinyatakan bersalah karena belum bisa dibuktikan kesalahannya dan mencari
pembuktian memerlukan waktu yang panjang, padahal kalau yang bersalah itu
mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa
selesai.
Sementara orang yang secara jujur mengaku tidak bersalah tidak perlu
lagi untuk diselidiki apakah dia melakukan kesalahan atau tidak. Tapi karena
kejujuran itu tidak ada, yang terjadi kemudian adalah saling curiga mencurigai
bahkan tuduh menuduh yang membuat persoalan semakin rumit. Ibadah puasa telah
mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam,
bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka tarbiyyah (pendidikan) dari ibadah Ramadhan kita menemukan
kegagalan, meskipun secara hukum ibadah puasanya tetap sah.
Keempat adalah memiliki
semangat berjamaah.
Kebersamaan kita dalam proses pengendalian diri membuat
syaitan merasa kesulitan dalam menggoda manusia sehingga syaitan menjadi
terbelenggu pada bulan Ramadhan. Hal ini diperkuat lagi dengan semangat yang
tinggi bagi kita dalam menunaikan shalat yang lima waktu secara berjamaah sehingga
di bulan Ramadhan inilah mungkin shalat berjamaah yang paling banyak kita
laksanakan, bahkan melaksanakannya juga di masjid atau mushalla.
Disamping itu, ibadah
Ramadhan yang membuat kita dapat merasakan lapar dan haus, telah memberikan
pelajaran kepada kita untuk memiliki solidaritas social kepada mereka yang
menderita dan mengalami berbagai macam kesulitan, itupun sudah kita tunjukkan
dengan zakat yang kita tunaikan. Karena itu, semangat berjamaah kita sesudah
Ramadhan ini semestinya menjadi sangat baik, apalagi kita menyadari bahwa kita
tidak mungkin bisa hidup sendirian, sehebat apapun kekuatan dan potensi diri
yang kita miliki, kita tetap sangat memerlukan pihak lain. Itu pula
sebabnya, dalam konteks perjuangan Allah SWT mencintai hamba-hamba-Nya yang
berjuang secara berjamaah, yang saling kuat menguatkan sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di
jalan-Nya dalam satu barisan
yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (QS Ash Shaf [61]:4)
Nilai ibadah Ramadhan kelima adalah melakukan pengendalian diri.
Puasa Ramadhan adalah pengendalian
diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam
mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu
mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang
kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya, banyak orang telah
dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat
menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang mengatakan:
“saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”, padahal makan itu pokok
dan merokok itu tidak perlu. “
Kemampuan kita
mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya
merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak, kehidupan ini akan
berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi
haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan
tidak. Yang jelas, selama manusia menginginkan sesuatu, hal itu akan
dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini
yang terjadi, apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan
masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal,
Allah SWT berfirman (yang artinya):
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia,
mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga
(tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS Al A’raf
[7]:179).
Dengan demikian, harus
kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilan
ibadah Ramadhan justru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan yang kita
kerjakan dengan baik, tapi yang juga sangat penting adalah bagaimana
menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal hingga
Ramadhan tahun yang akan datang.
Buletin Madinatul Ilmi

Posting Komentar