Menurut para ahli spiritual dan pengobatan sejak zaman Nabi
sampai saat ini menyatakan bahwa dzikir merupakan satu kesatuan yang mengandung
kekuatan yang mmapu memberikan keyakinan dalam semangat hidup dan memulihkan
kesehatan seseorang. Keyakinan ini sangat diperlukan oleh siapapun terlebih
lagi untuk orang yang menderita sakit, terutama penyakit yang dideritanya
tergolong sulit untuk disembuhkan. Bisa jadi menurut ilmu kedokteran suatu
penyakit yang sangat parah tidak dapat disembuhkan, tiada hal yang mustahil
didunia ini apabila Allah menghendaki sesuatu. Selain berobat ke ahli medis,
pengobatan juga diperlukan dengan cara berdzikir, sebab disamping permohonan
kepada Allah dzikir juga berdampak positif terhadap tubuh dan psikologis
penderita.
Banyak orang menyadari bahwa keadaan kondisi sakit selain
dipengaruhi oleh tubuh fisik juga dipengaruhi oleh aspek lain, seperti keadaan
mental, pikiran dan perasaan (psikologis) seseorang yang tidak seimbang,
sehingga menimbulkan berbagai rasa sakit. Oleh karena itu, suatu mekanisme tubuh
dapat menyembuhkan dirinya sendiri, sebab setiap kerja alamiah tubuh manusia
merupakan suatu keadaan yang terjadi dengan sendirinya. Dan berdasarkan hasil
penelitian para ahli kesehatan, kebiasaan beribadah seperti, shalat,
bersedekah, puasa dan ibadah lainnya yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan ajaran Rasulullah SAW
dapat menjadi media penyembuhan.
Proses konsentrasi dalam tasawuf dilakukan pada sumber
kehidupan dan sumber magnetis yang terletak di bawah tulang dada, dan
selanjutnya diperluas ke otak. Bila tingkat konsentrasi yang benar dicapai dan
dipertahankan maka kekuatan-kekuatan Fir’aun
akan tenggelam dan perjalanan ke negeri yang dijanjikan bisa tercapai. Seperti
dituturkan Profesor Agha dalam bukunya The Mystery Of Humanity, “himpunan seluruh tenaga dan
dipusatkan pada sumber kehidupan di jantung mu agar temuan-temuan mu tidak bisa
musnah sehingga kamu akan hidup dalam keseimbangan dan ketentraman, dan
mengenal keabadian”( Lyon
Wilcox, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf, Terj. IG Hani Murti Bagoesoko, Serambi Ilmu
Semesta, Jakarta, 2003, hlm. 73).
Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa organ yang paling
berperan di dalam manusia dalam mengaktifkan sifat-sifat ketuhanan adalah organ
jantung, sebagaimana sabda Nabi,“Ketahuilah
sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, bila ia baik maka
sehatlah seluruh tubuh itu, dan jika rusak maka akan sakitlah seluruh tubuh
itu. Sesungguhnya itu adalah jantung”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Untuk lebih jelasnya, apabial diperhatikan gambar tubuh
(anatomi) manusia yang terdiri atas rongga dada dan rongga perut, dibagian
dalam tubuh itu akan terlihat organ-organ, diantaranya: rongga dada yang
terdiri atas batang tenggorokan, paru-paru dan jantung, serta rongga perut yang
terdiri atas lambung, hati, kandung empedu, pancreas, usus dua belas jari, usus
halus, usus tebal, umbay cacing, rectum, anus dan buah ginjal.
Dari pengamatan atas gambaran tubuh tersebut, jelaslah bahwa
segumpal daging (sebesar gengaman tangan) yang dimaksud dalam hadis Rasulullah
itu adalah jantung atau al-qalbu dan posisinya berada disebelah kiri dalam
rongga dada kita. Sedangkan hati atau al-kabidu letaknya di dalam rongga perut
(Rahman Sani, Hikmah Dzikir dan Do’a:,
Tinjauan Ilmu Kesehatan, al-Mawardi Prima, Jakarta, 2002, hlm. 26).
Menurut para sufi, jantung tidak hanya sebuah pompa
fisiologis untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh tetapi jantung juga
memberikan dua fungsi vital dan saling terkait, yaitu:
1. Jantung sebagai tempat penyimpanan sifat-sifat ketuhanan
hal ini terdapat dalam pengalaman dari Asma’ul
Husna.
2. Jantung sebagai tempat pembentukan nafs yang masuk ke
dalam tubuh bersamaan dengan setiap nafas. Nafaslah yang mengaktifkan seluruh
fungsi dari fisiologis tubuh.
Jadi, jantung merupakan organ yang sangat penting sekali
dimana ia adalah tempat pertemuan ketiga komponen yang membangun tubuh yaitu
tubuh fisik, tubuh pikiran, dan tubuh roh/jiwa. Jantung atau al-Qalbu ini
terkadang disebut juga sebagai hati nurani manusia yang merupakan alat control
terhadap tingkah laku manusia, apabila melakukan suatu yang bertentangan dengan
dengan dirinya dengan agama. Apabila kita perhatikan orang-orang yang terkena
kekalutan mental (mental disorder) karena mereka jauh dari norma-norma
religius.
Hal ini dapat dikaitkan dengan teori kepribadian Sigmund
Freud, apabila seorang tidak berdzikir atau tidak ingat kepada Allah, maka
gerak hidupnya akan selalu dalam pengaruh ID (Das Es), maka orang tersebut akan
menjadi psikopat, yakni suatu keadaan di mana seorang dalam keadaan tidak
memperhatikan norma-norma dalam segala tindakannya, karena Ego (Das Ich)
manusia akan senantiasa mengikuti pengaruh alam bawah sadar (ID) dengan
demikian pengaruh super Ego (alam moral) tidak berfungsi.
Jika dilihat dari kaca mata psikologis dzakirin (orang yang
berdzikir) merupakan orang yang jauh dari ambivalen (kegoncangan jiwa) akibat
penderitaan. Dengan senan tiasa berdzikir super ego akan selalu berfungsi
sebagai alat control bagi perilaku manusia dengan baik. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa sesungguhnya mengatasi problem-problem psikologis yang dihadapi
oleh mansia dapat diatasi dengan dzikir. Sebab dzikir mampu dijadikan alat
penyeimbang (equilibriumi) bagi rohani manusia (Afif Anshori, Dzikir Demi
Kedamaian Jiwa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 81).
Ust. Hakam Ahmed ElChudrie (PISS KTB)

Posting Komentar