Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun
makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor. Baginda hanya diam dan bersabar ketika kain rida'nya ditarik
dengan kasar oleh seorang Arab Baduwi hingga berbekas merah di lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat
yang dikencing si Baduwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut
perbuatan itu.
Mengenang pribadi yang amat halus ini, timbul
persoalan dalam diri kita. Adakah lagi bayangan pribadi baginda Rasulullah SAW
hari ini?
Apakah rahasia yang menjadikan jiwa dan akhlak baginda
begitu indah? Apakah yang menjadi rahasia kehalusan akhlaknya hingga sangat
memikat dan menjadikan mereka begitu tinggi kecintaan padanya.
Apakah kunci kehebatan peribadi baginda yang bukan saja
sangat bahagia kehidupannya walaupun di dalam kesusahan dan penderitaan, bahkan
mampu pula membahagiakan orang lain tatkala di dalam derita.
Kecintaannya yang tinggi terhadap Allah SWT dan
rasa kehambaan yang sudah menyatu dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali
rasa ketuanan. Seolah-olah anugerah kemuliaan dari Allah
SWT tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan
umum maupun dalam kesendirian.
Seorang tabib yang dikirim oleh penguasa Mesir, Muqauqis,
sebagai tanda persahabatan, selama dua tahun di Madinah sama sekali menganggur.
Menandakan betapa kesehatan penduduk Madinah betul-betul
berada pada tingkatan yang tinggi. Sampai tabib itu bosan dan bertanya kepada
Nabi, "Apakah masyarakat Madinah takut kepada tabib?"
Nabi menjawab, "Tidak. Terhadap musuh saja tidak
takut, apalagi kepada tabib".
"Tapi mengapa selama dua tahun tinggal di
Madinah, tidak ada seorang pun yang pernah berobat kepada saya?"
"Karena penduduk Madinah tidak ada yang
sakit," jawab Nabi.
Tabib itu kurang percaya, "Masak tidak ada seorang
pun yang mengidap penyakit?".
"Silakan periksa ke segenap penjuru Madinah untuk
membuktikan ucapanku,"ujar Nabi.
Maka tabib Mesir itu pun melakukan perjalanan
kelililng Madinah guna mencari tahu apakah benar ucapan Nabi tersebut. Ternyata
memang di seluruh Madinah ia tidak menjumpai orang yang sakit-sakitan.
Akhirnya, ia berubah menjadi kagum dan bertanya kepada Nabi, "Bagaimana
resepnya sampai orang-orang Madinah sehat-sehat semuanya ?"
Penjabaran peringatan itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW
dengan sabdanya, "Tidak ada sesuatu yang
dipenuhkan oleh putra putri Adam lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi
putra Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus
dipenuhkan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya,
dan sepertiga sisanya untuk pernafasannya (Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi).
Ketika pintu Syurga telah terbuka seluas-luasnya untuk
baginda, baginda masih lagi berdiri di waktu-waktu sepi malam hari,
terus-menerus beribadah hingga pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah
bengkak-bengkak. Fisiklnya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang
tinggi. ketika ditanya oleh Sayidatina 'Aisyah, "Ya Rasulullah, bukankah
engkau telah dijamin masuk Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini
?"
Jawab baginda dengan lunak, "Ya 'Aisyah,
bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi
hamba-Nya yang bersyukur.
Ahmad Suwarno
Posting Komentar