Melihat situasi kekinian yang kian
tidak menentu, utamanya soal akhlak dan keimanan nampaknya petuah dari orangtua
kita zaman dulu yang dinyanyikan Emha Ainun Najib dan Opick dalam lyrix “Tombo Ati” adalah “Wong kang sholeh kumpulono”
(berkumpul dengan orang-orang yang sholeh, red).
Petuah ini mengajarkan kepada kita semua, bahwa untuk menjadi baik, kita
harus berkumpul dengan orang-orang yang baik pula (sholeh). Karena akibat
kebaikannya itu, secara tidak langsung akan mengajarkan sifat terpuji lainnya
kepada kita.
Dengan kata lain, kalau kita ingin hati kita sehat (terbebas dari penyakit dan
dosa) maka hindarilah bergaul dengan orang-orang yang suka bermaksiat kepada
Allah Subhanahu Wata’ala.
Pepatah Arab menyatakan, “anli
mar'i la tas'al, was’al an qoriinihi fainna qoriina bil muqorini yaqtadi.” (Jika ingin tahu seseorang, jangan Tanya dirinya, tetapi
tanyalah temannya dan keadaan temannya).
Terjemahan bebasnya adalah, setiap
teman meniru temannya. Bila kita berada pada suatu kaum maka bertemanlah dengan
orang yang terbaik dari mereka. Dan janganlah berteman dengan orang yang
rendah(hina), niscaya kita akan hina bersama orang yang hina.
Lebih dari itu Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)
telah menegaskan dalam sabdanya bahwa:
الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang
tergantung agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memerhatikan siapakah
teman dekatnya.” (HR. Ahmad).
Abud Darda’ berkata, di antara bentuk kecerdasan seseorang adalah selektif
dalam memilih teman berjalan, teman bersama, dan teman duduknya. Sebab teman
itu boleh dikatakan adalah teman akrab. Teman yang dalam perjalanan hidup nanti
akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir, watak, perilaku, dan kebiasaan.
Jika teman kita baik, insya Allah kita akan terkondisikan ikut baik dan
sebaliknya.
Beberapa kasus terbaru yang terjadi
di negeri ini cukup menjadi bukti bahwa teman yang buruk perangainya akan
menjerumuskan teman dekatnya pada kebinasaan. Bayangkan saja, di usia produktif
disaat seorang pemuda harusnya menata diri untuk berprestasi di masa depan,
harus mendekam dalam bui. Lihat saja pengemudi penabrak sembilan pejalan kaki,
ia tak sendirian, ia bersama teman-temannya.
Pertanyaannya kemudian apakah haram berteman dengan orang yang jahat?
Sejauh ada kemampuan untuk menghadapi mereka dan bisa memastikan tidak ikut
kejahatannya tidak masalah. Karena setiap umat Islam diperintahkan
berdakwah terhadap mereka. Tetapi jika tidak punya kemampuan, sebaiknya perkuat
dulu diri sendiri, baru orang lain. Sebab kalau kalah, maka kita yang akan
terwarnai (terjerumus). Masalahnya, apakah kita yakin memiliki kemampuan
pertahanan itu?
Selagi masih di dunia mari kita tingkatkan keselektifan kita dalam bergaul,
utamanya pergaulan putra-putri kita. Jangan sampai mereka salah memilih teman
lalu terjerumus dalam pergaulan yang negatif. Sebab bukan saja di dunia dampak
buruk yang akan diterima, tetapi juga di akhirat. Oleh karena itu bertemanlah
dengan orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya, bukan yang lain.
Jangan sampai kita mengalami apa yang Allah ilustrasikan dalam ayat Al-Qur’an;
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا
لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً
لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِلْإِنسَانِ خَذُول
“Dan
(ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya
berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan
sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al
Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak
mau menolong manusia. (QS.25: 27 – 29).
Bahkan dalam al-Quran dikatakan, pada hari kiamat itu orang-orang yang saling
berteman dalam kemaksiatan akan menjadi musuh satu sama lain karena saling
mempersalahkan.
الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا
الْمُتَّقِينَ
”Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf:
67).
Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Musa berkata:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا
أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ
رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Permisalan teman
yang baik dan teman yang jelek seperti (berteman) dengan pembawa minyak wangi
dan tukang pandai besi. Dan adapun (berteman) dengan pembawa minyak wangi
kemungkinan dia akan memberimu, kemungkinan engkau membelinya, atau kemungkinan
engkau mencium bau yang harum. Dan (berteman) dengan tukang pandai besi
kemungkinan dia akan membakar pakaianmu atau engkau mendapatkan bau yang tidak
enak.”
Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari (4/324) menjelaskan: “Di dalam hadits ini
terdapat larangan berteman dengan seseorang yang akan merusak agama dan dunia.
Hadits ini juga mengandung anjuran agar seseorang berteman dengan orang yang
akan bermanfaat bagi agama dan dunianya. Semoga menjadi pelajaran berharga bagi
kita semua.
Ust. Imam Nawawi

Posting Komentar