ﺷُﺮُﻭْﻁُ ﺻِﺤَّﺔِ
ﺍﻟﺠُﻤُﻌَﺔِ ﺳِﺘَﺔُ … ﻭَﺗَﻘْﺪِﻳْﻢُ ﺧُﻄْﺒَﺘَﻴْﻦِ ﺑِﺎﻟﻌَﺮﺑِﻴَّﺔِ ﻭَﺍِﻥْ ﻟَﻢْ
ﻳَﻔْﻬَﻤُﻮﺍ …
Syarat-syarat
keabsahan salat jumu’ah itu ada enam… Dan mendahulukan dua khutbah dengan dua
bahasa Arab, meskipun para jamaah tidak memahaminya.
Dalam Kitab Nihayatuz
Zein halaman 140 disebutkan:
(ﻭَﻋَﺮَ ﺑِﻴَّﺔٌ )
ﺑِﺎَﻥﺀ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﺍَﻭْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺨُﻄْﺒَﺘَﻴْﻦِ ﺑِﺎﻟْﻌَﺮَﺑِﻴَّﺖﺓِ . ﻓَﺎﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ
ﺛُﻢَّ ﻣَﻦْ ﻳُﺤْﺴِﻦُ ﺍﻟﻌَﺮَﺑِﻴَّﺔَ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻤْﻜِﻦْ ﺗَﻌَﻠَّﻤُﻬَﺎ ﺧَﻄَﺐَ
ﺑِﻐَﻴْﺮِﻫﺎَ . ﻓَﺎْﻥِ ﺍَﻣْﻜَﻦ ﻭَﺟَﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﺒِﻴْﻞِ ﻓَﺮْﺽِ ﺍﻟﻜِﻔَﺎﺑَﺔِ ,
ﻓَﻲﻰِﻔْﻛَ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﺍﺧِﺪٌ . ﻓَﻠَﻮْ ﺗَﺮَﻛُﻮْﺍ ﺍﻟﺘَّﻌَﻠُّﻢَ ﻣَﻊَ ﺍِﻡْ ﻛَﺎ ﻧِﻪِ
ﻋَﺼَﻮْﺍ ﻭَﻻَ ﺟَﻤْﻌَﺔُﻟَﻬُﻢْ ﻓَﻴُﺼَﻠّﻮ ﻥَ ﺍﻟﻈُّﻬْﺮَ .
(Dan bahasa Arab)
artinya hendaklah rukun-rukun khutbah adalah dengan bahasa Arab. Jika di sana
(tempat melakukan salat jumuah) tidak ada orang yang dapat berbahasa Arab
dengan baik dan tidak mungkin dapat mempelajarinya, maka khatib dapat/boleh
berkhutbah dengan bahasa selain Arab. Jika memungkinkan belajar bahasa Arab,
maka wajib atas semua orang secara wajib kifayah, dan dalam hal tersebut cukup
dilakukan oleh satu orang. Dan jika mereka meninggalkan belajar bahasa Arab
beserta kemampuan mereka untuk mempelajarinya, maka mereka telah berbuaat
ma’siat dan salat jumuah yang mereka lakukan tidak sah, sehingga harus
melakukan salat dhuhur.
Dalam Kitab Ianatut
Thalibin juz 2 halaman 69 diterangkan bahwa rukun-rukun khutbah jumuah (baca
hamdalah, shalawat Nabi, berwasiat dengan taqwa, membaca ayat Alquran dalam
salah satu dari dua khutbah, dan mendoakan kepada orang Mu’min laki-laki dan
perempuan) harus diucapkan dengan bahasa Arab. Adapun selain rukun, boleh
diterjemahkan ke dalam bahasa selain Arab. Dengan syarat harus ada kaitannya
dengan nasihat-nasihat.
Lepas dari perbedaan
pendapat antara yang mewajibkan khutbah berbahasa Arab dengan pendapat yang
tidak mewajibkan, sebenarnya dalam praktik sehari-hari yang kita lakukan selama
ini sudah benar dilihat dari dua pihak. Sebab mereka yang mewajibkan bahasa
Arab menyebutkan bahwa minimal bahasa Arab itu digunakan pada rukun-rukun
khutbah. Dan sejatinya, para khatib Jumat itu, meski kebanyakan tidak menguasai
bahasa Arab, tetapi ketika mereka menyebutkan rukun-rukun khutbah, kebanyakan
menyampaikannya dengan bahasa Arab.
Coba saja perhatikan,
ketika membuka khutbah para khatib itu pasti memulai dengan lafadz hamdalah dan
shalat kepada Nabi SAW. Umumnya kedua rukun ini disampaikan dalam bahasa Arab
tanpa disadari.
Kemudian, rukun
berikutnya adalah membacakan petikan ayat Al-Quran. Tentu saja pasti
menggunakan bahasa Arab. Sebab akan menjadi tidak sah apabila khutbah tidak
membacakan petikan ayat Al-Quran. Dan juga tidak sah kalau yang dibaca cuma
terjemahannya saja. Dan para khatib biasanya amat fasih melantunkan ayat-ayat
Al-Quran dalam bahasa Arab di dalam khutbah Jumat.
Dan rukun berikutnya
adalah menyampaikan wasiat. Ini pun oleh para khataib juga disampaikan dalam
bahasa Arab. Bukankah kita sering mendengar khatib membaca lafadz Ittaqullaha
haqqa tuqatihi. Nah, itu adalah wasiat atau pesan untuk bertaqwa dan
disampaikan dalam bahasa Arab. Asalkan sudah baca lafadz itu, sebenarnya sudah
cukup dan kewajiban menyampaikan wasiat sudah gugur.
Terakhir yang
merupakan rukun khutbah Jumat adalah mendoakan umat Islam. Dan biasanya, semua
khatib akan mengucapkan lafadz doa yang pasti kita hafal, Allahummaghfir lil
muslimina wal muslimat. Tentu saja doa itu juga berbahasa Arab.
Jadi dengan demikian,
sebenarnya semua rukun khutbah sudah tersampaikan dalam bahasa Arab sebagaimana
pendapat jumhur ulama. Kalau pun kita berpegang kepada pendapat jumhur ulama,
tidak ada satupun yang terlanggar.
Mbah Jenggot PISS KTB

Posting Komentar