Pada tahun 1897, Theodore Herzl, penulis buku Jewish State
menyelenggarakan sebuah konferensi yang membahas pentingnya orang-orang
Yahudi menguasai dunia dengan langkah pertama mendirikan negara di Palestina.
Pada tahun 1902, Theodore Herzl dan Dr. Chaim Weizman melobi Sultan Turki
Utsmani Abdul Hamid II agar memberi izin orang-orang Yahudi kembali ke
Palestina, namun usaha itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan, sebab beliau
tidak ingin mencelakakan bangsa Arab di Palestina.
Tokoh-tokoh Yahudi sebelum perang dunia I (1914-1918)
senantiasa melakukan lobi kepada para pemimpin negara-negara kuat, seperti Uni
Soviet, Inggris, Perancis dan Italia, yang dalam sejarah disebut tentara sekutu
Inggris yang melawan Jerman, Turki dan sekutunya.
Pada 2 Nopember 1917, menteri
luar negeri Inggris, J. Arthur Balfour, menulis surat atas nama Ratu Inggris
kepada tokoh Yahudi di London bernama Rothschild yang isinya mendukung
cita-cita untuk mendirikan suatu negara di Palestina untuk orang-orang Yahudi.
Bangsa Rusia, Perancis dan Italia menyetujui pernyataan perjanjian tersebut.
Orang-orang Yahudi pun sepakat membantu tentara sekutu menggempur Jerman dan
Turki serta mengusirnya dari Palestina.
Sebelum negara-negara Arab dilobi,
kerajaan Inggris terlebih dahulu melobi Lord Kiehener, dan khususnya kepada
Syarif Husain di Hejaz agar bersikap netral. Arthur Mac memohon atas nama
kerajaan Inggris, dalam korespondensinya dengan Syarif Husain ia memberi janji
kemerdekaan untuk orang-orang Arab yang memerangi Turki. Pada tahun 1916
datanglah Lawrence ke Arab untuk berjuang bersama Amin Faishol melawan Turki.
Sebelum berlangsungnya perjanjian Arthur Mac dengan Syarif
Husain, sebenarnya negara-negara sekutu telah berencana membagi-bagi negara
Islam. Czar Nicolas dari Rusia berkata kepada duta Perancis, Maurice Paleologue
tentang keinginannya mengusahi Kostantinopel. Sir George Bucha-nan, duta
Inggris di Rusia berjanji akan memberikan Kostantinopel dan Persia kepada Rusia
usai perang. Italia dijanjikan Inggris dan Perancis beberapa wilayah kecil di
Asia dan Afrika. Pada tahun 1916 Sir Mark Sykes dari Inggris dan M. George
Picot dari Perancis melakukan kesepakatan untuk membagi wilayah kekuasaan
Turki pasca perang. Inggris mendapatkan Mesopotania Selatan, Baghdad yang
meliputi pelabuhan Haifa dan Yafa. Sedangkan Perancis mendapatkan Adama, daerah
Anatalia Selatan sampai Eufrat dan seluruh pantai Syiria dan Lebanon. Rusia
mendapatkan bagian Asia kecil sebelah timur. Adapun Palestina dijadikan daerah
pengawasan internasional yang harus diurus untuk diberikan kepada orang-orang
Yahudi nantinya yang turut membantu tentara sekutu.
Tentara sekutu mengerahkan serangan besar kepada tentara Turki. Tercatat 200 ribu tentara Inggris, Australia dan New Zaeland, dan 7 ribu tentara Perancis. Selain itu juga terdapat empat batalyon Legeon Yahudi di bawah pimpinan seorang berkebangsaan Inggris, Petterson dan tentara muslim di bawah pimpinan Lawrence dan Amir Faisal. Sebagaimana bunyi dalam perjanjian dengan Syarif Husain, Mac. memohon seluruh pasukan sekutu tersebut di bawah komando Jenderal Allenbey.
Setelah Turki nyata-nyata kalah dan daerah kekuasaannya
dikapling tentara sekutu, termasuk Palestina (1918), terjadilah perpindahan
besar-besaran orang-orang Yahudi dari berbagai negara ke Palestina. Arus
imigrasi ini tidak dapat dicegah Inggris, karena Inggris terikat dengan Balvour
Declaration yang memberi pelu-ang berdirinya Jewish State.
Tentu saja masyarakat Arab Palestina memprotes keras isi
Balvour Declaration dan arus kedatangan orang-orang Yahudi di Palestina.
Pertentangan antara kedua belah pihak tidak bisa diselesaikan. Orang-orang
Yahudi semakin beringas dan terus menindas rakyat Palestina. Sementara Inggris
seolah menutup mata atas semua peristiwa kekejaman ini. Sesuai dengan rencana
semula, Inggris akhirnya menyerahkan persoalan ini kepada Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dengan alasan status Yerussalem sebagai kota suci Islam,
Kristen, dan Yahudi.
Pada tahun 1947 sidang umum PBB mengusulkan agar
Yerussalem dan daerah sekitarnya di bawah suatu pemerintahan internasional di
bawah PBB. Namun usulan itu ditolak oleh kedua belah pihak, baik pihak
Palestina dan pihak Yahudi. Palestina menolak karena daerah itu adalah
miliknya, sedangkan Yahudi menolak karena mereka merasa rencananya menjadi
terhambat. Kemudian secara sepihak pada tanggal 14 Mei 1948 Yahudi zionis
memproklamirkan berdirinya negara Israel. Tindakan sepihak Yahudi ini mendapat
kecaman dunia internasional terutama negara-negara Arab, namun negara Israel
tetap saja berdiri karena mendapatkan dukungan dari Amerika dan Inggris.
Bercokolnya Zionis Yahudi di Palestina membuat kawasan negara-negara Arab Timur Tengah
tidak pernah damai dan tidak pernah sepi dari pertikaian dan peperangan. Bangsa
terkutuk ini tidak pernah berhenti menghasud dan membunuh sejak dahulu kala
hingga Hari Kiamat. Ummat Islam harus gigih berjuang melawan Israel dengan
merapatkan persatuan menghadapi gerakan-gerakannya. Yakinilah bahwa kemenangan
bakal diraih ummat Islam. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Dan Kami selalu
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS. Ar Rum; 47).
لا حول و لا قوة إلا بالله
اللهم انصر اخواننا في فلسطين على اليهود الغاصبين
اللهم انصر اخواننا في فلسطين على اليهود الغاصبين
اللهم انصر اخواننا في فلسطين على اليهود الغاصبين
اللهم انصر اخواننا في فلسطين على اليهود الغاصبين
اللهم انصر اخواننا في فلسطين على اليهود الغاصبين
اللهم انصر اخواننا في فلسطين على اليهود الغاصبين
Penulis adalah ustadz H. Fadlil Said An Nadwi LC. alumni PP. Langitan dan alumni Univ. Annadwi Pakistan
Posting Komentar