Seringkali pertengkaran yang terjadi akibat
sesuatu hal yang dianggap sepele. Dan jika ditanyakan kepada pihak yang
berselisih, tidak sedikit dari mereka menjawab dengan jawaban yang cenderung
sama, yaitu ”merasa tersinggung karena harga dirinya diremehkan”. Bagaimanakah
Islam memandang hal ini, dan adakah cara yang diajarkan dalam Islam kaitannya
dalam membela harga diri, serta sejauh mana Islam memberikan toleransi kepada
pemeluknya demi membela harga diri?
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia itu adalah sebagai
mahluk yang paling berharga dan mulia di permukaan bumi ini. Namun tidak
sedikit, manusia sendirilah yang merusak kehormatan dan harga dirinya, dengan
melakukan perbuatan-perbuatan yang amoral, yang tidak sesuai dengan norma-norma
agama. Karena itu, kemuliaan yang terdapat dalam diri manusia ini haruslah
selalu dijaga dari pada hal-hal yang dapat merusaknya, baik yang berupa sikap
dan perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, maupun yang dilakukan oleh
orang lain terhadap pribadinya.
Bahkan, Islam memberikan tuntunan, kalaupun harus dengan
mengeluarkan harta demi menjaga kehormatan atau harga diri, hal itu boleh untuk
dilakukan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi:
ذُبُّوا عَنْ اَعْرَاضِِكُمْ بِأَمْوَالِكُمْ
“Peliharalah untuk menjaga diri kamu dengan harta kamu” (HR. Ad-Dailami)
Karena itu, dalam prespektif Islam, harga diri itu lebih
berharga dan mulia dari pada harta benda. Namun yang terlihat sekarang,
terkadang manusia rela menjatuhkan harga dirinya demi memperoleh keuntungan
harta benda.
Selain itu juga, seringkali manusia melakukan
perbuatan-perbuatan kekerasan denganberdalih membela harga diri. Padahal untuk
menjaga kehormatan atau harga diri menurut ajaran Islam, bukanlah dengan
pertengkaran atau kekerasan. Sebab adanya kekerasan justru menghancurkan harga
diri. Selain itu, tidak jarang balasan yang timbul akibat dari sikap kekerasan
seringkali berlebihan dan tidak terkontrol. Sehingga akibatnya, justru
menjatuhkan martabat kemanusiaannya.
Dalam pandangan Islam, manusia itu berharga karena
kemuliaannya, sedang kemuliaan seseorang itu bersumber dari kesabaran dan
kebijaksanaannya. Sebagaimana disebutkan di dalam QS. Al A’raaf ayat 199:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan
yang baik, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa, sikap sabar dengan
selalu memberikan maaf inilah ajaran yang dituntunkan oleh Allah SWT kepada
hambanya yang beriman. Karena itu, setiap pribadi muslim, hendaknya tidak
terpengaruh dengan melakukan pembalasan, ketika ada orang lain yang bersikap
atau berbuat tidak baik kepadanya.
Sementara itu, jika diperhatikan kembali, ada yang menarik
dari susunan kalimat ayat diatas. Disebutkan bahwa, Allah menganjurkan bagi
setiap muslim untuk memberikan maaf dengan tujuan agar mereka berbuat baik,
dalam artian, tidak melayani perbuatan bodoh mereka. Sebab jika perbuatan bodoh
mereka kita balas, maka mereka akan melakukan perbuatan yang lebih bodoh lagi
dari pada perbuatan mereka yang pertama. Selain itu juga, jika kita tidak
membalas perbuatannya, maka mereka akan merasa cukup dengan perbuatan yang
pertama, karena telah membuat kita tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga secara
tidak langsung, kita sudah membuat orang lain berbuat baik, karena mereka tidak
melakukan perbuatan buruk yang kedua dengan sebab sikap kita yang telah
memaafkan dan tidak membalas perbuatan mereka yang pertama.
Habib Taufiq Bin Abd. Qadir Assegaf
Posting Komentar