Tidak ada yang istimewa dari lelaki ini,
seorang sopir bus malam ini. Namanya M. Saleh Yusuf atau Alan, berbadan besar dan berambut
gondrong. Namun Alan adalah Inspirator sekaligus Motivator bagi banyak orang.
Sebagai Sopir Bus Malam, dalam satu kali jalan PP (Pulang Pergi) Bima -
Mataram, ia hanya diupah sebesar Rp 250.000. jarak Bima (Sumbawa) – Mataram
(Lombok) adalah 460 km. Atau jika ditempuh dengan menggunakan jalan
darat, setidaknya menghabiskan 9 – 12 jam waktu tempuh transportasi umum.
Ditengah profesinya sebagai seorang Sopir Bus malam, yang diupah hanya kurang
lebih 2 – 4 juta per bulan. Namun sebagian dari upah yang didapat, ia sisihkan
untuk gaji guru di sekolah yang ia bangun.
Sekolah yang ia bangun di atas tanahnya
sendiri, sekolah yang ia biayai sendiri. Ia menggaji guru pengajar dari upah
sebagai seorang Sopir Bus Malam. Sekolah itu bernama MIS (Madrasyah Ibtidaiyah
Swasta) Darul Ulum.
Sekolah tersebut dibangun sejak tahun 2009,
hingga saat ini sudah berjalan 5 tahun. Siswa MIS Darul Ulum berjumlah 68
orang. Jumlah tersebut dari kelas 1 hingga kelas 5. Tahun depan (2015), MIS
Darul Ulum akan melaksanakan ujian bagi siswanya mulai tahun depan. Sebagai
pengakuan atas status Lulusan MIS Daru Ulum, Alan sedang berusaha untuk melakukan
komunikasi dengan MIN (Madrasyah Ibtidaiyah Negeri) terdekat guna menerima
keikutsertaan siswanya untuk UN melalui ujian persamaan bersama MIN terdekat.
MIS Darul Ulum yang dibangun sederhana
olehnya dikepalai oleh Sutamin, S.Pd. seorang perempuan jebolan STKIP. MIS
Darul Ulum ini dibantu oleh 8 tenaga pengajar yang secara sukarela mengajar di
sekolah itu dengan upah ‘mana-mana saja’. Karena keterbatasan yang dimiliki,
Sekolah ini hanya memiliki 4 lokal kelas belajar, yaitu 3 ruang kelas dan 1
ruang guru merangkap ruang kepala sekolah. Waktu belajar pun dibagi dua, kelas
1 – 3 belajar dipagi hari hingga menjelang siang, sedangkan kelas 4 dan 5
belajar siang hingga sore.
Alan sendiri sesungguhnya tidak bersekolah
tinggi, karena keterbatasan ekonomi keluarga, ia hanya duduk hingga SMA saja.
Lalu ia bekerja untuk membantu ekonomi keluarga sebagai seorang Kornet Truck.
Kemudian dipercaya sebagai Sopir truck dan Fuso, pindah menjadi Supir Bus
dengan trip Bima – Jakarta dan kini pindah armada bus dengan trip Bima –
Mataram seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Karena pengalaman hidupnya dari daerah yang
satu ke daerah yang lain sebagai seorang supir Bus AKAP maupun AKDP dan
mirisnya melihat perkembangan pergaulan remaja masa kini, Alan pun membangun
sekolah Agama, MIS Darul Ulum di dusun Tololai Desa Mawu kecamatan Ambalawi Kab
Bima.
Berbekal tanah warisan orang tua seluas 10
are dipinggir jalan lintas kecamatan (Ambalawi - Wera) yang berhadapan dengan
laut, Alan kemudian memutuskan untuk menggunakan sebagian dari uang tabungannya
selama menjadi supir untuk membangun sekolah Agama yang berdinding bedek.
Tahun pertama sekolahnya dibuka, murid yang
mendaftar tidak sampai 15 anak, dan guru pengajar pun baru berjumlah 2 orang,
itupun dari keluarga dekatnya. Awalnya sangat sulit baginya untuk mengajak
beberapa sarjana pendidikan yang menganggur disekitar desanya untuk mengajar di
MIS Darul Ulum. Akhirnya ada 2 warga alumni PGSD yang mau mengajar.
Kini, MIS Darul Ulum yang ia bangun telah
memiliki 68 Siswa. SD terdekat di desa tersebut hanyalah SDN Tololai, berjarak
1 km dari MIS Darul Ulum. Sedangkan MIN hanya ada di ibu Kota Kecamatan yang
jaraknya lebih kurang 4 km. Setiap tahun ajaran baru, siswa yang mendaftar di
MIS Darul Ulum, meningkat. Hal ini karena di bebaskannya seluruh pembayaran
(Pendidikan Gartis) dari awal sekolah hingga Kelulusan.
Sejak berdiri dan melaksanakan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM), baru tahun lalu MIS Darul Ulum mendapatkan bantuan dana
BOS, itupun tidak seberapa. Hanya cukup untuk membayar pembuatan seragam
sekolah bagi siswa dan untuk upah pengajar selama beberapa bulan saja.
Alan menggratiskan biaya pendidikan dan
seragam sekolah agar para orang tua yang memiliki anak umur SD di dusun Tololai
mau menyekolahkan anaknya. Sebab, tabiat masyarakat Tololai dan sebagian besar
masyarakat pesisir di Negeri ini, lebih mendorong anak-anaknya untuk membantu
pekerjaan orang tua di laut sebagai nelayan daripada membuang-buang uang untuk
sekolah. Namun seiring waktu berlalu dan usaha keras Alan untuk meyakinkan para
orang tua, membuahkan hasil. Hampir semua anak-anak seumuran SD di Tololai
bersekolah. Baik di SDN Tololai maupun di MIS Darul Ulum.
Selain kekurangan ruang belajar, MIN Darul
Ulum juga belum memiliki Perpusatakaan maupun alat peraga. Demikian juga ruang
guru dan Toilet sekolah. Sudah beberapa kali diusulkan oleh pengajar ke Dikpora
Kab Bima maupun Depag kab Bima. Namun belum ada realisasi apa-apa. Menurut
Alan, MIS yang ia bangun pernah mendapat bantuan dari Dinsos Kab Bima, itupun
hanya cukup untuk membeli bangku, meja belajar dan papan pengajaran.
Sebelumnya, bangku dan meja belajar yang dimiliki adalah yang dibuat seala
kadarnya oleh Alan dan dibantu oleh beberapa wali murid dan guru pengajar pada
awal 2010 yang lalu.
Hingga saat ini belum ada bantuan apapun
dari pemerintah daerah maupun Departemen Agama untuk MIS Darul Ulum yang masih
berdinding bedek dan beratap seng ini. Bagi guru pengajar, KBM tetap berjalan
seperti biasa meski masih banyak kekurangan disana sininya. Demikian pula 68
Siswa yang belajar di MIS Darul Ulum ini, tetap semangat untuk tetap bersekolah
meski tidak senyaman di SDN yang berada diujung utara dusun itu.
Soekarno pernah mengatakan “Apabila di
dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu
kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia
dengan kemajuan selangkah pun”. Itulah yang menjadi ‘pegangan’ dan penyemangat
bagi Alan dan para guru Pengajar di MIS Darul Ulum tersebut dalam mencerdaskan
generasi masa depan Dusun Tololai Desa Mawu, hingga saat ini.
Penulis: Ayip Mukhlis
Posting Komentar