Sayyid Husein al-Mutahhar adalah cucu nabi yang patriotis. Malah-malah, ketika Indonesia merdeka, ada sayyid warga
Kauman Semarang yang mengajak bangsa kita untuk bersyukur.
Sang Sayyid tersebut menyusun lagu Syukur. Dalam pelajaran
Sekolah Dasar disebutkan Habib Husein al-Mutahar yang menciptakan lagu Syukur.
Beliau adalah Pakdenya Habib Umar Muthahar SH Semarang.
Jadi, yang menciptakan lagu Syukur yang kita semua hafal adalah seorang sayyid,
cucu baginda Nabi Saw. Mari kita nyanyikan bersama-sama:
Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniaMu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadiratMu tuhan.
Itu yang menyusun cucu Nabi, Sayyid Husein Muthahar, warga
Kauman Semarang. Akhirnya oleh pemerintah waktu itu diangkat menjadi Dirjen
Pemuda dan Olahraga. Terakhir oleh pemerintah dipercaya menjadi Duta Besar di
Vatikan, negara yang berpenduduk Katholik.
Di Vatikan, Habib Husein tidak larut dengan kondisi, malah
justeru membangun masjid. Hebat. Malah-malah, Habib Husein Muthahar menyusun lagu yang hampir
se-Indonesia hafal semua.
Suatu ketika Habib Husein Muthahar sedang duduk, lalu
mendengar adzan shalat Dzuhur. Sampai pada kalimat hayya 'alasshalâh, terngiang suara
adzan. Sampai sehabis shalat berjamaah, masih juga terngiang. Akhirnya hatinya terdorong untuk membuat lagu yang
cengkoknya mirip adzan, ada “S”nya, “A”nya, “H”nya. Kemudian pena berjalan,
tertulislah:
17 Agustus tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya Bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tertap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia, tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia, tetap setia
Membela Negara kita.
Maka peran para kyai dan para sayyid tidak sedikit dalam
pembinaan patriotisme bangsa. Jadi, Anda jangan ragu jika hendak mengirim anak-anaknya ke
pondok pesantren.
Malahan, Bung Karno, ketika mau membaca teks proklamasi di
Pegangsaan Timur Jakarta, minta didampingi putra kyai. Tampillah putra seorang kyai, dari kampung Batuampar,
Mayakumbung, Sumatera Barat. Siapa beliau?
H. Mohammad Hatta putra seorang kyai. Bung Hatta adalah
putra Ustadz Kiai Haji Jamil, Guru Thariqah Naqsyabandiyyah Kholidiyyah. Sayang, sejarah Bung Hatta adalah putra kyai dan putra
penganut thariqah tidak pernah dijelaskan di sekolah, yang diterangkan hanya
Bapak Koperasi.
Mulai sekarang, mari kita terangkan sejarah dengan utuh.
Jangan sekali-kali memotong sejarah. Jika Anda memotong sejarah, suatu saat, sejarah Anda akan
dipotong oleh Allah SWT. Akhirnya, Bung Hatta menjadi wakil presiden pertama.
Pesan Penting Bagi Santri, Belajar dari Mbah Mahrus Aly. Maka, jangan berkecil hati mengirim putra-putri Anda di
pondok-pesantren. Santri-santri An-Nawawi di tempat saya, saya nasehati
begini, “Kamu mondok di sini nggak usah berpikir macam-macam, yang
penting ngaji dan sekolah. Tak usah berpikir besok jadi apa, yang akan
menjadikan Gusti Allah."
Ketika saya dulu nyantri di Lirboyo, tak berpikir mau jadi
apa, yang penting ngaji, nderes (baca al-Quran), menghafalkan nadzaman kitab
dan shalat jamaah. Ternyata saya juga jadi manusia, malahan bisa melenggang ke
gedung MPR di Senayan. Tidak usah dipikir, yang menjadikan Gusti Allah. Tugas kita ialah melaksanakan kewajiban dari Allah SWT.
Allah mewajibkan kita untuk menuntut ilmu, kita menuntut ilmu.
Jika kewajiban dari Allah sudah dilaksanakan, maka Allah
yang akan menata. Jika Allah yang menata sudah pasti sip, begitu saja. Jika
yang menata kita, belum tentu sip. Perlu putra-putri Anda dalam menuntut ilmu, berpisah dengan
orangtua.
KH. Mahrus Aly Lirboyo pernah dawuh:
“Nek ngaji kok nempel wongtuo, ora temu-temuo.”
(Jika mengaji masih bersama dengan orangtua, tidak akan
cepat dewasa).
Maka masukkanlah ke pesantren, biar cepat dewasa pikirannya.
Itu yang ngendiko (berkata) Kyai Mahrus Lirboyo, Kediri.
Pak Budi

Posting Komentar